🌿
MOBIL Levi menepi di sebuah gas station. Levi memandang Mikasa lamat-lamat seraya membuat rem tangan.
Raut Mikasa terlihat gusar, sepanjang jalan dia hanya diam sambil mengigiti jarinya. Mengetuk-ngetukan kakinya, dia sedang berpikir keras sekarang. Levi tahu terlihat dari sorot mata Mikasa menatap ke depan. Padahal tidak ada apa pun di sana.
Levi berniat untuk bertanya tapi dia abai, melanjutkan aktifitasnya untuk mengisi bahan bakar. Tiba-tiba Mikasa mengambil tas, lalu dia pakai seperti hedak turun. Lantas Levi bertanya dengan mata waspada.
"Mau kemana kamu?" Mikasa menoleh dengan wajah setenang mungkin. "Aku mau ke toilet sebentar," Levi menghela napas, dia buka kunci pintu mobil tanda memberi izin.
"Tapi ..." tanya Levi melanjut, Mikasa sempat menelan ludah merasa terintimidasi, takut Levi berpikir macam-macam. Akan gerak-geriknya yang terlihat mencurigakan.
"Jangan lama, aku tunggu," nada suara Levi yang terdengar tajam,
Tapi dia berusaha untuk mengatur perasaannya senormal mungkin, agar tidak menimbulkan curiga berlebih.Kemudian Mikasa bergegas turun dengan langkah yang berat, dia menoleh ke kanan; ke kiri seperti melihat kondisi sekitar. Setelah dekat, Mikasa masuk ke dalam toilet dengan cepat. Kemudian tak sampai beberapa menit, dia keluar dengan perasaan gugup, khawatir rencananya akan gagal.
Sejauh ini Levi tidak sadar jika Mikasa sedang berusaha untuk kabur. Mikasa berhasil membuat tipu daya yang klise, berharap Levi akan terus menunggu di sana dengan bodoh.
Mikasa menyeringai saat di ambang pintu, dia berencana untuk lari sekencang mungkin dan menyetop sebuah taxi, setelah ini. Tapi siapa sangka, justru seorang wanita misterius tiba-tiba menghadang jalan Mikasa.
Dia memakai topi dan kaca mata hitam. Mikasa sempat terkejut setengah mati, apa lagi saat wanita itu bicara. "Ikuti aku," tegasnya. Menarik sebelah tangan Mikasa menuntun ke luar dari toilet.
"Hey! Lepaskan!"
Mikasa melawan, dalam hati menggerutu, wanita itu tidak waras ya?
"Diam! Saya sedang membantu kamu untuk kabur," wanita itu semakin menejam. Mikasa sontak terkejut membuat tanda tanya. "Dari mana kamu tahu aku sedang ..."
"Nanti saja ceritanya. Cepat!"
Mikasa tidak punya pilihan, dia terpaksa menuruti.
Mikasa digiring ke sebuah sedan berwarna silver. Wanita itu membuka pintu jok belakang mobil menyuruh Mikasa masuk, tanpa berkata-kata Mikasa masuk dengan gerakan cepat. Takut Levi melihatnya dari kejauhan.
Saat duduk Mikasa sempat melihat ada seorang wanita juga duduk di kursi penumpang. Wajah wanita itu tertutup topi dan juga kaca mata hitam, tidak nampak jelas.
Sedangkan wanita tadi yang menarik Mikasa duduk di kursi kemudi, dan menjalankan mobil dengan kecepatan kencang.
Suasana dalam mobil hening, dan tegang. Entah kenapa, kejadian ini seperti adegan di film-film action. Napas Mikasa terengah-engah, terus menatap ke arah belakang. Memastikan Levi tidak mengejarnya.
Setelah dirasa jauh, baru lah laju mobil berangsur menurun.
Mikasa merasa aneh, canggung tidak karuan. Sebab dua orang wanita di hadapannya sama sekali tidak dikenal. Sepanjang jalan Mikasa sibuk membuat banyak pertanyaan.
"Isabel biar aku yang membawa mobil ini. Kamu boleh turun di depan," pinta wanita yang duduk di kursi penumpang. Mikasa yang mendengar hanya bisa diam mengamati.
"Petra, biarkan aku ikut bicara denganya,"
"Tolong Isabel, hn? Ini masalahku, bukan berarti aku tidak menghargai niatmu untuk membantuku. Tapi kali ini saja, biarkan kami berdua?"
Isabel pasrah, lantas dia tepikan mobil yang dia bawa ke sisi jalan. Isabel sempat menoleh ke belakang, menatap Mikasa dengan sinis. Dia membuang napas kasar. "Tapi janji, tolong kamu beberkan semua penderitaanmu ke pada dia. Okay? Pastikan dia mengerti keadaanmu," tutur Isabel panjang lebar sebelum turun. Petra mengangguk sekilas. "Iya serahkan semua padaku," jawabnya dengan intonasi lembut.
Isabel dan Petra keluar, Isabel pergi menarik mundur dirinya sambil melambaikan tangan. Petra tersenyum teduh, kemudian masuk di kursi kemudi. Dia buka topi serta kaca mata hitam yang dia kenakan.
"Maaf kalau mambuatmu terkejut, jangan khawatir. Aku tidak berniat jahat." Petra menampakan diri dengan menoleh. Jelas Mikasa terperangah. Dia mengerjap beberapa kali, saat melihat sosok wanita cantik yang tidak asing.
Jantung Mikasa nyaris melompat, hanya mampu mengatupkan mulut dengan sebelah tangan.
Ya Tuhan. Apa yang sedang terjadi?
"Kenapa Anda? ..." melihat ekspresi Mikasa yang lucu, Petra memperlebar senyumannya. "Saya tidak sengaja mengikuti Levi. Ah, sebenarnya itu rencana Isabel. Perempuan yang membawamu tadi."
"Isabel?" dahi Mikasa mengerut dalam.
"Kamu tidak tahu Levi memiliki adik kandung?" Mikasa menggeleng. Melihat gestur itu Petra mendesah. "Apa yang dia lakukan selama ini?" keluhnya mencengkram pegangan setir.
"Anda mau marah kepada saya, kan? Mau menuntut saya, karna sudah merebut suami anda Ny. Ackerman?"
Arg, Mikasa enggan menyebut nama itu, tamat lah sudah riwayatnya. Mau tidak mau, siap tidak siap, dia harus menerima cecaran dari Petra yang mungkin tak lama lagi, akan membuat dia porak poranda.
"Harusnya saya yang bicara begitu. Karna dari awal saya yang merebut Levi dari kamu, isn't it?"
Mikasa menyeringai penuh. "Tenang saja, saya membawa damai. Saya mau menolong kamu untuk mencari tempat persembunyian. Maaf kalau saya salah mengira, tapi sepertinya kamu sedang menghindari suami saya."
"Saya sungguh terkejut, kenapa Anda tahu banyak. Apa semua Ackerman memang benar-benar menakutkan?"
Entah lah, Mikasa tidak berniat menyindir, tapi bagi Petra ungkapan itu cukup tajam.
"Tidak semuanya. Contoh saja Isabel, dari sekian banyak keluarga Ackerman yang membenciku, Isabel tetap mau menganggapku sebagai kakak ipar."
"Apa maksudmu?" Mikasa gamang mendengar pernyataan Petra yang mengejutkan. Rasanya kepala Mikasa ingin meledak saja.
"Nanti saya ceritakan kalau kamu mau tahu," Petra merespon dengan tertawa kecil. Sudah Petra duga, Mikasa tidak mengetahui apa pun tentang dirinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Beastly Affection
FanficMIKASA. Wanita itu memilih Maldives untuk menghabiskan liburan musim panas. Tapi bukannya ia merasa gembira, kedatangannya malah membawa nasib sial. "Cleopatra dan Mark Antony saja saling jatuh cinta pada pandangan pertama. Malah, saking dalamnya ci...