38

1.3K 192 6
                                    



BGM / The 1975; be my mistake


🌿


LIMA belas menit akhirnya berlalu sia-sia. Sisa jam istirahat Eren terbuang hanya untuk percakapan tak berujung. Tidak ada titik temu di pembicaraan mereka. Eren kecewa atas reaksi Mikasa yang tidak banyak menanggapi. Mikasa justru menyuruh Eren untuk berpikir lebih panjang mengenai perasaannya. Apa lagi saat Eren diberi pertanyaan, memangnya hubungan apa yang kita miliki? Apa kamu benar-benar mencintaiku? Well. Eren tidak menyatakan secara langsung mengenai perasaanya. Tapi bukan kah semua yang dia lakukan kepada Mikasa, selama ini sudah cukup ekspresif?

Eren kembali menlanjutkan pekerjaannya. Bertugas untuk menjaga post-anesthesia care unit, atau yang sering dikenal dengan ruang PACU. Sejenis unit untuk merawat pasien yang baru saja mendapatkan tindak operasi. Pasien tersebut akan dipantau selagi efek biusnya menghilang, sebelum kemudian dipindahkan ke kamar reguler untuk pemantauan lebih lanjut.

Selagi bekerja Eren bahkan melupakan tentang makan siangnya. Kotak makan yang dibawa Mikasa akhirnya ditunda di ruang kerja. Dibiar di atas meja, sedangkan Mikasa. Wanita itu memutuskan untuk kembali pulang ke apartement. Mood kedua orang itu saat ini sama-sama anjlok. Selagi bekerja pikiran Eren berkeliaran di udara, ditambah membawa rasa aneh di hatinya. Eren furstasi, tidak pernah Eren tidak sefokus ini saat bekerja.

Saat fajar menghilang Eren berencana untuk mengajak Historia bicara. Dia butuh pendapat mengenai perihal ini, terutama kepada perempuan. Eren berharap bisa lebih memahami perasaan mereka. Saat ajakan itu sampai ke telinganya, Historia cukup terkejut. Mengingat kejadian tempo hari, yang membuat hatinya remuk---redam. Historia tidak menolak, justru ada rasa gembira terpancar dari matanya.

Eren mengajak Historia ke sebuah pub. Tadinya Eren ingin mengajak Historia ke sebuah coffee shop. Tapi wanita itu malah berpendapat lain. "Aku ingin minum, kebetulan suasana hatiku juga sedang buruk." Eren mengiyakan. Dia turuti kemauan Historia, membuat wanita itu tersenyum puas.

Sesaat di pub. Eren dan Historia duduk sejajar di depan bartender. Historia memesan bir, sedangkan Eren tidak memesan apa pun sebab dia sadar, dia harus berkendara. Suasana pub terasa sunyi dan damai. Mempermudah Eren menceritakan keluh kesahnya kepada Historia. "Sudah lama kita tidak pernah duduk berdua seperti ini. Aku yakin seratus persen, kamu memiliki maksud tertentu." Historia angkat suara lebih dulu, kebetulan dia tidak sabar untuk mendengar alasan tersebut.

"Aku mau membahas wanita." Singkat dan padat. Historia tersenyum kecut, sebelum menimpali Historia meneguk birnya sedikit. "Sudah kuduga." Historia membuang napas kasar, dia menyugar rambutnya. Membahas wanita bersama pria yang sudah membuatnya patah hati? Oh ini terdengar konyol. Batin Historia. "Setidaknya kamu mau bercerita. Well. Aku sudah menunggu saat-saat ini. Ceritakan, apa?" Historia tidak mau basa-basi. Dia ingin cepat mendengarnya, sebelum dia mati penasaran atau tersiksa lebih lama.

"Sudah dua bulan terakhir aku tinggal bersama seorang wanita, dan aku berencana untuk menikahinya." Demi Tuhan. Historia tersedak saat itu juga, bukan lagi remuk---redam. Hati Historia lenyap seperti jelaga di udara. Historia tertawa, dia tertawa cukup keras menjadikan Eren dan bartender memandang ke arahnya, heran. Entah apa yang Historia tertawakan, dia merasa dirinya sendiri sinting. Atau hanya alibi untuk menetupi air matanya yang hendak keluar.

"Aku harap kalian bahagia. Anyway. Apa yang mau kamu dengar dariku? Hn?" Tidak tahu apa kah itu kalimat yang tepat untuk diucapkan? Terserah. Historia meneguk birnya kembali. "Dia meragukan perasaanku. Dia menyuruhku untuk mempertimbangkannya. Hey, bukan kah itu seperti alasan jika dia tidak mau menikah denganku?"

"Tunggu. Dia pasti punya maksud berkata demikian. Apa lagi yang dia bilang?"

"Dia hanya takut. Okay baik akan aku ceritakan padamu. Dulunya dia adalah kekasih Levi. Kamu tahu pria itu, bukan? Dia pernah mengalami kekerasan dengan kekasihnya dulu. Dia cemas aku juga akan sepertinya. Tapi berani sumpah, aku tidak mau bertindak kasar kepada perempuan."

"Bagai mana kamu bisa mengenali perempuan itu? Maksudku, kamu mengencani bekas pacar temanmu? Eren, andai saja kamu memperluas pandanganmu." Historia mendesah, dia menggeleng, lalu meneguk birnya kembali. "Aku mengerti. Kupikir itu hal wajar. Trauma tidak akan mudah lenyap. Sekarang aku ingin menyelidik, kenapa kamu bisa tinggal dengan wanita itu?" Historia menatap Eren tajam. Eren menelan ludah. "Aku ingin melindunginya dari Levi."

"Kamu pernah mengusirnya?"

"Tidak."

"Dia pernah berencana untuk pergi dari rumahmu?"

"Tidak." Sedetik kemudian Eren terdiam. Kini benang merah yang Eren cari sedikit mulai nampak. "Kenapa dia tetap tinggal di rumahmu selama dua bulan ini? Kenapa dia memutuskan untuk tidak pindah? Kamu sudah tahu jawabannya? Atau kamu mau aku yang mengatakannya?" Eren menyeringai, dia merunduk menatap pualam sambil menutup wajah dengan kedua telapak tangan. "Karna dia nyaman denganmu." Eren menghela napas panjang, lega---sesak di dadanya seketika sirna saat mengetahui hal itu. "Jika dia membencimu, dia pasti sudah pergi. Tidak alasan lagi kenapa dia tetap tinggal, jika dia enggan menjauh. Jika dia ingin terus di sisimu, bukan begitu?" Historia menyimpulkan lagi. Membuat hati Eren bersorak sorai.

"Mengenai perasaanmu. Apa kamu merasa senang dengan hal itu?" Eren mengangguk keras, matanya berbinar hingga tak sanggup berkata-kata. "Jika kamu meragukan perasaanmu, maka kamu sudah tahu jawabannya sekaligus. Aku tidak mau mengatakannya. Aku juga tidak mau melihat ekspresimu. Tapi saat ini aku tahu, kamu sedang tersenyum bahagia." Sial. Historia meneguk birnya hingga tandas. Air mata terkutuk! Jangan coba-coba kau berani keluar! Mencoba mengumpat, namun hati Historia tetap teriris, bagai mana pun kenyataannya. Realita ini tak mampu berbohong.

Historia menangis. Air mata menuluncur membuat garis lecap di wajahnya. Dia mendongkak menatap langit-langit bar. Semuanya terasa buram---hancur---sakit sekali. Eren yang melihat perubahan raut Historia tentu panik. "Kamu kenapa?" Eren memandang ikut membuat raut keruh. "Tidak. Tidak kenapa-kenapa. Aku baik-baik saja." Tak sanggup.  Justru air mata kian deras menetes. "Eren ..." Historia menjatuhkan kepalanya ke atas meja bar. Dia terisak. Menyembunyikan wajah yang sedang menangis.

"Kamu bodoh. Tidak tahu, atau pura-pura tidak tahu?" Historia bicara dengan suara tercekat. "Tahu apa?" Eren tidak tahu harus melakukan apa. "Kamu mabuk, aku antar pulang." Eren mengusap bahu Historia lembut. Hanya itu yang bisa dia lalukan. "Aku tidak mabuk. Aku masih bisa bicara dengan lancar." Historia terkekeh, menertawakan dirinya sendiri. "Kamu mau pulang sekarang?" Historia menggeleng keras. Kemudian dia bangun, mengekspos wajahnya yang basah. "Aku sangat cemburu," imbuhnya sambil tersenyum.

Eren terdiam. Dia tidak bermaksud untuk menyakiti hati siapa pun. Eren tidak mencintai Historia, Historia tidak pernah ada di hatinya sejak dulu. Tapi bukan berarti Historia tidak berharga. Toh, di saat seperti ini Historia yang lebih dulu Eren cari. Historia berperan penting di saat Eren terjebak masalah dengan seorang wanita, dan hanya Historia satu-satunya teman wanita yang Eren punya.

Historia adalah orang baik, Eren sudah tahu itu sejak dulu. Tapi perasaan, Eren tidak dapat dikendalikan. Itu terjadi begitu saja. Justru Eren jatuh cinta kepada wanita yang baru dia jumpai, dibanding Historia yang lebih lama berada di dekatnya.






Hari ini double up. Untuk outline judul baru/spoiler sudah author post di snap IG author ya. — 08112019

Beastly AffectionTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang