MIKASA. Wanita itu memilih Maldives untuk menghabiskan liburan musim panas. Tapi bukannya ia merasa gembira, kedatangannya malah membawa nasib sial.
"Cleopatra dan Mark Antony saja saling jatuh cinta pada pandangan pertama. Malah, saking dalamnya ci...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
BGM / Moonchild; Cure
🌿
MIKASA dipersilahkan masuk ke dalam ruangan yang semua dindingnya terbuat dari kaca. Eren jalan memimpin dia membuka pintu kaca terlebih dahulu, kemudian Mikasa mengekori dari belakang. Saat masuk atensi Mikasa menyebar ke segala arah. Yang dia lihat terdapat kubikel-kubikel kantor. Dipisah oleh kaca bening sebagai pembatas. Kendati begitu ada filter buram menutupi sebagian untuk menjaga privasi sang pemilik ruangan. Semua kacanya tertutup rapat, suasana di sana hening sebab kebanyakan dokter sedang bertugas. Lalu ada sebuah meja besar dikelilingi banyak kursi, yang berfungsi sebagai tempat meeting. Kebetulan dua pria bersneli duduk di meja tersebut. Mereka memandangi Eren dan Mikasa yang baru saja masuk. Mata mereka terbuka lebar-lebar, seolah tak percaya dengan apa yang mereka lihat. Bahkan Marco sedikit membuka mulutnya. Menganga. Well. Yang terlintas di kepala mereka sekarang adalah, siapa wanita cantik itu?
"Lelaki tinggi bermata besar yang di sana adalah Bertholdt. Sedangkan yang satu lagi, lelaki berambut agak ikal adalah Marco. Mereka semua temanku," jelas Eren rinci. Mikasa mengangguk mengiyakan. Lantas Mikasa mengulum senyum lebar. "Selamat siang, saya Mikasa," tuturnya sambil merunduk, sopan santun. Kedua dokter itu ikut merunduk. "Selamat siang. Nyoya. Salam kenal," Bertholdt berusaha membuat wajah senormal mungkin. Tapi tidak untuk Marco. Dia malah bangkit dari kursi kemudian mendekat beberapa langkah. Memastikan jika Mikasa manusia sungguhan, bukan hologram. Marco mengulurkan sebelah tangannya, Mikasa tentu menyalami tangan tersebut meski canggung. "Godness," Marco berseru setelah merasakan sentuhan kulit manusia di tangannya. Marco menyipit ke arah Eren. "Siapa wanita yang kau bawa ini dr. Eren? Apa aku sedang bermimpi?"
Eren tersenyum penuh arti, kemudian merangkul pundak Mikasa hingga wanita itu terkejut. "Seseorang," jawabnya singkat. Marco membuang napas kasar sebagai bentuk kekecewaannya. Sebab jawaban Eren sama sekali tidak informatif sama sekali. "Ruanganku ada di sana," tunjuk Eren ke arah samping kanan. Pintu kaca yang nampak terang benderang dari dalam. Mikasa mengangguk mengikuti Eren menuntunnya ke tempat tersebut. Meninggalkan Bertholdt dan Marco yang masih menatapi mereka, dalam hati sambil mencebik Eren.
Dalam ruangan 5x6. Berpualam putih bersih. Selain meja kerja, terdapat rak buku besar serta sofa, lengkap meja kecil di depannya. Di dalam terasa sejuk, ada tumbuhan menghias di sudut ruangan. Mata Mikasa menyebar kembali, nyaris memindai satu persatu benda yang terdapat di sana. Nyaman. Pikir Mikasa, sambil membuat senyum tipis. Kemudian dia duduk, lalu menaruh peper bag coklat yang sendari tadi dia bawa di atas meja. "Masih tersisa 15 menit sebelum aku kembali bekerja. Mungkin masih sempat untuk makan terlebih dahulu," ujar Eren yang juga duduk di samping Mikasa. Sekilas melirik arloji di tangannya.
Mikasa mengangguk mengiyakan. Dia membongkar isi paper bag, yang terdapat kotak makan dua lapis. Lapis yang pertama nasi merah. Sedangkan di lapis kedua lauk-pauk. Eren terpukau sejenak, menatapi hidangan tersebut. "Nasi merah yang selalu kamu makan. Tumis brokoli dan ayam yang kubuat dengan olive oil, dan semuanya rendah natrium. Aku tidak tahu kamu sudah makan siang atau belum. Yang jelas---kamu tidak perlu memaksakan diri untuk memakan ini." Mikasa menatap Eren lamat-lamat. Namun Eren menepis.
"Aku belum makan siang, dan aku sudah terbiasa mencicipi masakanmu. Jadi ... ada angin apa kamu mendadak datang membawakanku makan siang? Mau berlagak sebagai istri yang baik?"
"Sejak kapan kita menikah?" Eren sontak berkelakar. Kemudian menangkup rahang Mikasa, gemas. "Harusnya aku yang bertanya padamu. Kapan kamu mau kuajak menemui orang tuaku? Carla sudah tahu hubungan kita. Berkali-kali dia menyuruhku untuk mengajakmu ke rumah. Saat kamu menolak, aku tidak bisa menjawab apa pun." Mikasa terdiam sejenak, kemudian tersenyum getir. "Aku masih belum siap, Eren. Bukan kah ini terlalu cepat? Kita baru saja dekat beberapa bulan."
"Tidak masalah. Toh ada yang beberapa hari berkenalan, kemudian memutuskan untuk menikah."
"Omong kosong." Mikasa berdecih. "Aku tidak habis pikir. Aku saja butuh 6 tahun untuk mendalami sifat seseorang. Sebelum akhirnya aku memutuskan menyerah. Bagai mana bisa mereka menikah di saat belum saling mengenal satu sama lain? Bukan kah itu aneh?"
"Kamu meragukanku? Dua bulan kita sudah tinggal bersama. Jika kamu bertanya, sifatmu seperti apa. Aku bisa menjawabnya dengan cepat sekarang. Tidak ada patokan untuk memutuskan sebuah pernikahan. Tidak peduli seberapa mereka saling mengenal. Seperti yang kamu bilang. Berkencan menahun bukan berarti akan berakhir bersama." Mikasa nyenyat, kalimat Eren seperti tamparan keras untuknya. "Tapi belum tentu pernikahan seperti itu akan berkahir bahagia bukan? Banyak yang harus kita pertimbangkan. Selain mengenal satu sama lain, mereka juga harus menerima sisi buruk pasangannya. Menyatukan kedua keluarga, menentukan masa depan," Mikasa tetap berkilah.
Eren membenarkan letak tempat duduk, lalu mengambil ponsel dalam saku sneli. Menghadap Mikasa membiarkan wanita itu ikut melihat layar ponselnya. Eren menatap wanita itu penuh keseriusan, seolah ingin menegaskan sesuatu. Sambil bicara Eren juga merenggut sebelah telapak tangan Mikasa, dia mengusapnya lembut.
"Apa yang harus kupertimbangkan lagi. Kamu lihat? Belum lama ini aku membeli rumah baru, karna aku tahu, apatemenku tidak akan cukup untuk ditinggali dua orang."
"Apa maksudmu?" Mikasa menoleh. Mata almondnya membulat setelah melihat sebuah desain interior, sebuah hunian. Mikasa tidak tahu tempat itu, dan juga Eren tidak pernah membicarakannya. "Kamu membahas masa depan, bukan? Aku bernah bermimpi. Selain kamu, ada seorang anak juga tinggal di rumahku."
"Eren ... dengar." Mikasa menyelam ke dalam mata Eren. Wanita itu menatap amat teduh. Entah lah, seperti ada pancaran gusar dari balik matanya. Mengetahui itu, dada Eren menjadi sesak. Eren perhatikan gerak bibir Mikasa sambil meringis, semoga tidak ada kalimat yang tidak mau dia dengar, terlontar dari mulut Mikasa. "Aku tidak meragukanmu hanya saja---aku." Suara Mikasa tercekat. Padahal Mikasa sudah menduga hal ini akan terjadi cepat atau lambat. Kendati hatinya mengerang, seolah ada batu yang dia bawa dalam hatinya. Di saat seperti ini Mikasa harus bagai mana?
"Beri aku waktu. Karna bayang-bayang Levi masih menghantuiku. Aku takut ..." lirih Mikasa. Demi Tuhan dia sangat bingung akan perasannya. Jawaban apa yang harus diberi kepada Eren? "Kamu takut aku seperti dia? Tolong jangan sama kan aku."
"Tidak---bukan itu. Sekarang lebih baik tanya dirimu sendiri. Apa kamu benar-benar mencintaiku? Apa hanya karna terbawa suasana akibat 2 bulan ini kita tinggal bersama? Eren dengarkan aku ... Sebenarnya hubungan apa yang sekarang kita punya? Apa kamu pernah memintaku untuk menjadi kekasihmu? Itu lah alasan kenapa aku selalu menolak saat kamu menyentuhku lebih banyak. Aku hanya takut."
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Nyadar gak sih kalian? Mikasa selalu menolak kalau dicium Eren. 😂 wkwk *running fast. Pertama kalinya author ngetik di laptop. Aneh berasaan. Spoiler tentang next project author, tak henti-hentinya author share di IG ya. Yang kepo silakan follow @ altheara_a — 07112019