32

1.3K 201 13
                                    

🌿

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.



🌿


MIKASA duduk di depan meja yang penuh dengan makanan. Di depan tv—membelakangi tempat tidur. Mikasa duduk di pualam beralaskan karpet bulu yang halus. Dia duduk di sana sendirian. Sambil mengunyah sedikit kentang goreng yang sebelumnya dia pesan, melalui aplikasi ponsel pintar milik Eren. Sebelumnya Eren sudah menyerahkan ponsel itu padanya. Saat pria itu pulang ke apartemen, menanyakan apa Mikasa sudah makan?

Tidak hanya itu, Eren juga membawa paper bag berlogo, Zara, Ck, dan H&M. Serta Wacoal, salah satu brand pakaian dalam yang mendunia. Eren segaja membelikan semua itu untuk Mikasa. Eren tidak tega Mikasa mengenakan pakaian yang sama dalam beberapa hari.

Suara pintu kamar mandi di samping kamar terbuka. Mikasa menoleh lambat, mengamati lelaki itu sekilas. Eren mengenakan celana pendek serta kaus berwarna hitam. Seperti ada uap sekaligus cahaya mengililingi Eren. Betapa eloknya dia. Mikasa menelan ludah, kemudian menoleh lagi ke depan tv.

"Kamu mau bir? Aku pesan beberapa kaleng bir juga," tawar Mikasa, alih-alih menutupi detak jantungnya yang berdetak abnormal. "Boleh," Eren menjawab santai, dia bergerak maju duduk di samping Mikasa. Nyaris tidak ada jarak yang memisahkan mereka. Bahu dengan bahu mereka hampir bertemu.

Mikasa mengambil sekaleng bir kepada Eren. Eren menerimanya segera dibuka dan diteguk tandas. Seolah bir itu adalah air putih. Eren melenguh, rasa bir itu meluruhkan penatnya seharian ini. "Ada film bagus?" tanya Eren meletakan kaleng birnya di atas meja. Handuk yang tadi dia bawa sendari tadi, digosok-gosokan ke rambut Eren yang setengah basah.

"Tidak tahu. Netflix banyak sekali menawarkan film horror, akibat momen halloween bulan ini," oceh Mikasa sambil menelan kentang goreng. Eren yang mengamati layar tv, kini menoleh memindai diri Mikasa. Menatapnya dari atas hingga bawah. "Kamu suka?" Eren bertanya perihal piama yang dia belikan. Mikasa mengangguk. Sepasang piasa bermotif floral tanpa lengan, lengkap dengan short pants berbahan satin.

"Dan anehnya semua yang kamu belikan sangat pas ditubuhku. Jadi itu alasanmu tadi pagi menannyakan—ukuranku?" Mikasa terdengar jeli. Dia baru sadar saat mengingat-ngingat kejadian tersebut. "Kamu membeli semua ini sendirian?" tanyanya lagi penasaran. "Tidak mungkin kamu mau masuk ke toko pakaian wanita apa lagi memilih-milih bapakaian dalam untukku, bukan?"

Eren tersenyum tipis penuh arti. "Soal itu, aku meminta bantuan temanku. Gila saja aku berani masuk memilah-milah bra dan celana dalam wanita, aku tidak sudi dianggap pria mesum." Mikasa tersenyum jenaka. "Sudah kuduga, jadi? Siapa temanmu? Dia pasti seorang wanita."

Eren sempat terdiam sejenak saat Mikasa berhasil menebak, merubah wajahnya menjadi datar. "Maaf kalau aku banyak bertanya. Tidak usah dijawab, forget it." Mikasa menyadari perubahan ekspresi wajah Eren. Dia merasa tidak enak, mungkin ada sesuatu di antara Eren dengan wanita itu yang tidak perlu Mikasa tahu.

Tapi Eren menggeleng, bibirnya membuat gerakan lagi. "Dia satu devisi denganku. Dia juga seorang dokter." Mikasa berdeham mendengar penjelasan Eren. Kemudian hening, tapi ada satu hal yang tiba-tiba merajuk di kepala Mikasa. Apa perempuan itu kekasihnya? Ah, tapi Eren bilang orang itu adalah temannya.

"Kamu sudah punya pacar? Kekasih? Istri?" mulut Mikasa refleks bertanya lagi.

Eren menggeleng keras. "Tidak ada, kalau pun ada. Salah satu di antara kita pasti sudah terbunuh," Eren terkekeh.

"Dan tentunya aku sudah merusak hubungan orang lain, yang kedua kali. Terkutuk lah aku," Mikasa ikut tertawa. Eren mengamati gerak bibir Mikasa yang tertawa. Mikasa terlihat lebih cantik jika ceria. Mikasa menyelipkan sebagian rambutnya ke belakang telinga.

Perasaan halus merayap ke dalam rlung jati Eren. Jantungnya ikut bergetar.

"Syukur lah ..."

ucap Mikasa tanpa sadar—menatap seporsi kentang goreng di hadapannya. Eren yang sadar kian memandang Mikasa dengan tatapan penuh arti. Entah apa yang ada di kepala pria itu. Sedangkan Mikasa masih tetap tidak sadar, jika Eren memandanginya.

Pukul 10 malam.

Makanan di atas meja sedikit demi sedikit habis. Tv menyala menayangkan sebuah film horror, yang katanya banyak dibicarakan di internet. Film kedua dari garapan sutradara muda—Ari Aster. Eren serta Mikasa terdiam, menyimak setiap scene film. Terkadang Eren juga mengomentari film tersebut, Mikasa juga ikut beropini dalam scene-scene tertentu.

Beranggapan seperti; Film macam apa ini? Kenapa film horror terlihat terang, bahagia, bunga dimana-mana begitu? Bukan kah ini kisah percintaan? Ah, Mikasa merasa kecewa. Padahal kebanyakan orang berpendapat bahwa film ini sangat lah seram. Menyebabkan siapa pun yang menontonnya mengalami mimpi buruk. Tapi apa, justru Mikasa seperti mati kebosanan seperti menonton serial drama.

Pukul 11. Waktu melesat lambat bagi Mikasa. Dia merasa kantuk mulai menguasai dirinya. Bertolak belakang dengan Eren, dia begitu menikmati film tersebut. Kendati seorang dokter bedah yang terbiasa dengan anatomi manusia, terpotong, dibelah, dirobek, melihat onggokan daging. Semburat darah segar. Bau tidak sedap.

Melihat sebuah adegan, seorang lelaki memakan bulu kemaluan, memuatnya bergidik ngeri. "Shit!" umpatnya, bahkan Eren tak berhenti melontarkan sumpah serapah saat sepasang kelasih bercinta—ditoton oleh beberapa wanita tua telanjang dalam sebuah ruangan. Menampakan adegan bercinta tanpa sensor—lengkap alat kelamin yang di ekspos jelas. Eren kian bergidik, mendadak perutnya merasa mual. Raut wajah Eren juga kian mengerut. "Film gila," sergahnya lagi.

Sedetik kemudian Eren terkejut. Dia merasa seseorang bersandar di bahu kirinya. Eren menoleh, melihat Mikasa sudah terpejam dengan pulas. Astaga, Eren terlalu fokus menonton sampai dia tidak sadar dengan keberadaan Mikasa. Sebab wanita itu sepanjang film hanya berdiam. Eren menghela napas, membiarkan posisi itu beberapa menit. Eren berniat menyelesaikan film horror itu sampai tuntas.

Tapi apa daya.

Napas Mikasa yang bisa Eren rasa.

Sentuhan tangan Mikasa.

Rambut Mikasa yang seolah menggelitikinya.

Konsentrasi yang dari tadi Eren bangun, kini berhasil hancur. Isi kepala Eren berkeliaran entah kemana. Kini, film horror itu terasa hambar. Hanya Mikasa yang menjadi pusat perhatiannya sekarang.

Kenapa? Kenapa jantung Eren terus bergetar?

Kenapa muncul keinginan untuk menyentuh Mikasa? Eren frustasi, dia bingung, hanya bisa menyugar rambut, lalu berencana untuk membawa Mikasa ke atas kasur. Eren menggendong tubuh wanita cantik itu penuh kehatian-hatian. Langkahnya pelan-pelan, membaringkan Mikasa secara lembut. Kemudian menyelimuti hingga sebagian tubuh Mikasa tertutup.

Saat hendak beranjak. Eren dikejutkan dengan sebuah tarikan dibajunya, Mikasa menahan Eren untuk tidak pergi. Di sisa-sisa kesadaran, dalam keadaan mabuk. Mikasa bergumam.

"Jangan pergi. Tetap lah di sini, temani aku ..."



Chapter kali ini ngerush banget gak sih

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Chapter kali ini ngerush banget gak sih. Author ngetik sambil batuk-flu-demam 😭 —01112019

Beastly AffectionTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang