Aku meletakkan tubuh Mingi dengan susah payah di kursi belakang dan kembali ke kursi depan dengan sedikit hentakan di pintu. Air mataku tak henti-hentinya jatuh membasahi pipiku, apalagi setelah aku melihat Yunho dan Mingi di depan mataku.
Tiba-tiba suasananya terasa begitu problematik. Aku kira aku sudah cukup gila dengan krisis ekonomi yang menimpaku, namun urusan hati dan perasaan ternyata lebih memusingkan daripada apapun.
"Kenapa kamu nangis?" tanya Yunho. Tangan kirinya meraih lembut tanganku dan membelainya.
Aku memalingkan wajahku dan sedikit menjambak rambutku. Aku menggigit bibir bawahku agar aku bisa berhenti menangis dan menetralkan emosiku, namun nihil.
"Hera, look at me,"
Yunho meraih daguku dan membuatku menatap wajahnya, namun hal yang terjadi adalah air mataku yang jatuh lebih deras. Ia menarikku lebih dalam ke dalam pelukannya dan membiarkan aku menumpahkan kisahku di dadanya.
Selagi semua orang sibuk dengan tuan muda Song yang masih dalam keadaan mabuk, aku berjalan seorang diri di taman belakang rumah. Aku singgah di tepi danau kecil dan melemparkan kerikil asal ke dalam sana.
Aku menatap pantulan wajahku di atas air keruh danau. Semuanya sudah selesai, harapan yang sebelumnya aku gantungkan tinggi-tinggi pada pria itu, semuanya bagai jatuh begitu saja.
"Hera,"
Yunho tiba-tiba datang dan menyejajarkan tubuhnya di sebelahku. Ia menarikku bersandar pada bahunya dan membelai lembut rambutku.
"Kamu udah tau semuanya?" tanya Yunho.
Aku mengangguk pelan, "Aku gak tau diri, kan? Aku bodoh, egois."
Aku kembali menundukkan kepalaku. Mengingat aku tidak bisa lepas begitu saja dari Mingi membuatku ingin menyerah. Aku memang baru sekitar tiga minggu ini tinggal bersama Mingi, namun pertemuan-pertemuan sebelumnya yang pernah kami lalui bersama, semuanya memupuk kenangan indah yang kian memburam karena keadaan.
"Bukan salah kamu kalau kamu punya perasaan untuk Mingi. Hati dan perasaan manusia itu unik dan gak bisa disalahkan. Tuhan pasti punya rencana," ucap Yunho.
"Sebenernya apa sih rencana Mingi? Semuanya salahku, kalau dari awal aku tau kalau akhirnya bakal jadi kayak friend with benefit--ah enggak, aku lebih rendah dari itu. Semuanya salahku, gak seharusnya aku berharap," balasku.
"Mingi juga suka kamu," ucap Yunho, "Aku udah tau dari awal, ya gak awal banget sih, tapi aku tau akhirnya bakal kayak gini."
Aku menahan isakanku, "Apa untungnya? Gak ada harapan untuk perempuan dengan pekerjaan hina kayak aku. Siapapun pasti bakal mandang aku jijik, I'm a bad girl and I don't deserve a prince."
"I'm not, aku gak kayak gitu," ucap Yunho.
Aku tersenyum miris, "Kalau kamu di sini karena perintah Mingi dan omong kosongnya tentang gak bisa mencintai seorang budak kayak aku, lebih baik kamu pergi aja. Kamu orang baik, jangan kotori diri kamu."
"Mingi butuh kamu lebih dari yang kamu kira. Selama ini siapa yang bisa nyeimbangin tindakan kasar dia? Siapa yang bisa nenangin dia ketika dia emosi? There's no one except you," ucap Yunho berusaha meyakinkanku.
Aku terkekeh, "Udah cukup omong kosongnya, jangan bikin aku keliatan tambah menyedihkan lagi. Lagian, apa sih yang bisa dipercaya dari omongan orang yang mabuk? Aku berlebihan, itu aja."
Aku kembali meraih beberapa bongkah kerikil dan melemparkannya ke dasar danau. "Ada baiknya kita hentikan percakapan ini, Mingi gak akan suka. Dan, aku cuma pekerja seks yang disewa--ah enggak, aku cuma manusia kasta rendahan yang punya banyak hutang sama pria kaya itu. I'm not enough for love things," lanjutku, "Sangat gak bijak kalau aku merusak wibawa orang hebat seperti Mingi hanya karena cinta."
Yunho tersenyum, "Kamu keras kepala, persis seperti Mingi. Kamu cantik, menarik, berharga, tapi kamu menyingkirkan semua fakta itu hanya untuk pikiran jelek tentang diri kamu sendiri," Pria itu tiba-tiba menghapus air mata yang jatuh di pipiku dan bangkit dari duduknya, "kamu selalu tau harus datang ke siapa kalau kamu mau bercerita. Kalau kamu berpikir udah gak ada orang yang mau menerima kamu apa adanya, masih ada aku di barisan paling belakang."
Yunho melangkahkan kaki panjangnya meninggalkanku kembali ke dalam rumah. Hidup ini tiba-tiba terasa berat sekali.
Ya, semuanya berat karena imajinasiku. Seluruh waktu yang telah kami lewati dengan seluruh canda tawa bahkan cinta serta seluruh rangkaian kata yang tidak sempat aku sampaikan pada Mingi, semuanya seperti imajinasi.
Tak peduli jika pun kakiku harus patah sampai berdarah-darah, seluruh skenario indah yang kerap kali terputar di benakku tidak akan pernah terjadi di dunia nyata. Kenyataannya, kita tidak pernah bisa menjadi sesuatu yang sangat indah, yang orang-orang sebut sebagai cinta.
awkaay chapter ini disponsori oleh lagu Imagination by Shawn Mendes
hari ini aku kangen banget sama mingi idk wHy?!?!
KAMU SEDANG MEMBACA
Rewrite The Stars ➖Mingi ATEEZ [✔]
FanfictionActs like an angel and sins like a devil. Somehow, he does. Was #1 in Mingi, ATEEZ. Originally written by Penguanlin, 2019.