Wooyoung meraih tanganku dan menarikku lembut ke dance floor. Aku tidak benar-benar ingin menari, tetapi aku ingin melihat apa yang biasanya orang-orang lakukan di klub.
Dentuman musik edm seakan menggertak dance floor, memaksa siapapun yang ada di sana untuk menari. Mau tidak mau, aku ikut terbuai dan mengikuti irama Wooyoung.
"So, can I get your number?" tanya Wooyoung. Matanya menatapku intens, dari sorot matanya, aku tahu ia berharap agar aku memberikannya nomor teleponku.
Aku hanya tersenyum dalam diam. Ia pasti mengerti jika aku tidak bisa semudah itu menyebar privasiku.
"Apa pekerjaanmu?" tanya Wooyoung lagi. Beriringan dengan itu, tangan Wooyoung turun ke pinggangku dan kita mulai berdansa.
"I thought you know what I work for. Orang baik gak mungkin masuk ke sini," jawabku.
"Ow, cool," balasnya. "I don't really sure but, aku yakin pekerjaan itu menyenangkan."
Aku mengangguk dan tertawa kecil. Aku semakin larut dalam suasana klub ini, tak heran jika orang-orang yang stres sangat suka untuk mampir ke klub untuk sekedar minum.
"Apa bos kamu gak marah kalau kamu ninggalin bar?" tanyaku.
Wooyoung menggeleng, "No, I guess?"
"Haha, what a good boy," candaku.
"A good boy never follows the rules," balasnya.
Kami lanjut berdansa dan saling menatap mata satu sama lain. Sejujurnya aku tidak begitu melihat ancaman dari sorot mata laki-laki itu, but who knows?
Untuk sesaat, aku menikmati waktuku tanpa memikirkan Mingi. Ada rasa khawatir di hatiku jika Yunho lupa mengabariku dan Mingi akan menyambutku di rumah dengan pistol yang siap diledakkan.
"Wanna go out? Maybe some romantic dinner out there?" tawar Wooyoung.
Aku menggeleng. "My boss never let me do that dinner things. You know, I gone work when everyone were sleep," jawabku. "And I should admit that you have a sweet tongue."
Wooyoung menyunggingkan sebuah senyuman yang ku nilai cukup menggoda. Laki-laki ini benar-benar memiliki lidah seperti buaya.
"A sweet liar, isn't it?" ucapnya. "I'm not that type of man."
Volume musik yang dimainkan oleh disk jockey mulai merendah, membuat atensi seluruh orang di dance floor teralihkan. Aku memutar kepalaku, sepertinya akan ada sebuah pertunjukan.
"That's that. Enjoy the show," bisik Wooyoung.
Aku mengangkat alisku, tidak mengerti. Alih-alih menjelaskan, Wooyoung hanya memberi kode dengan matanya agar aku melihat sendiri apa yang akan ditampilkan.
Di atas sana, seorang wanita berpakaian minim bersama seorang pria bertopeng yang terlihat sedang mengikat wanita itu. Dalam posisi diikat, wanita itu bergaya cukup seduktif.
Aku tidak mengerti apa yang akan mereka lakukan. Apakah mereka akan melakukan sejenis gangbang atau BDSM secara live?
"What's going on?" tanyaku pada Wooyoung.
"It's called shibari. You can try it if you love some rough things," jawab Wooyoung.
Aku kembali melihat ke arah wanita itu. Ikatan yang diberikan pada tubuh wanita itu begitu kencang dan entah bagaimana, aku ikut merasakan tubuhku seperti perih dan pegal.
"And why--shit."
Aku memutar tubuhku membelakangi wanita itu. Setelah ikatan kencang yang menyakitkan, wanita itu juga disiksa. Aku curi-curi pandang pada wanita itu dan aku kembali tidak paham mengapa ia justru terlihat menikmati siksaan itu?
It somehow reminds me of him. Mingi tidak boleh melihat pertunjukkan seperti ini atau mati aku.
"O-ow, shibari emang bukan untuk semua orang. Ayo kembali ke bar kalau kamu ga nyaman," ajak Wooyoung.
Aku mengangguk. Wooyoung membawaku menerobos kerumunan kembali ke bar. Karena posisi awalku cukup jauh dari bar, aku dapat melihat beberapa pasang wajah yang menatapku aneh karena justru meninggalkan pertunjukkan dan berjalan sembari menundukkan kepala.
Mereka tidak akan tahu perasaan dan pikiranku jika mereka hanya berada di posisi sebagai penikmat, bukan sekaligus sebagai penyedia permainan juga.
drrrrtttt drrrrtttt!
Aku berhenti berjalan dan merogoh tasku. Mataku membulat melihat siapa yang meneleponku. Yunho, pasti ada sesuatu yang terjadi di rumah.
"Wooyoung, wait a minute," ucapku.
Wooyoung mengangguk dan mengambil beberapa langkah menjauh tanpa memutuskan pandangannya dariku. Aku segera mengangkat teleponku dengan jantung yang berdebar.
"Ya? Should I go home now?" tanyaku.
"Ya. Wait a second, that music--kamu ada di klub??"
Yunho terdengar menahan pekikannya. Yah, hal yang cukup bodoh ketika kau berada dalam pengawasan seorang singa seperti Mingi dan kau seperti datang ke kandang singa lain.
"Eum, yah, sorry," jawabku.
Yunho menghela nafasnya, "Klub mana? Aku jemput."
"Eh? Aku bisa pulang sendiri,"
"Taxi driver does not know how to race with Mingi. Tell me where you've been??"
"Okay okay. Burning star, aku keluar sekarang,"
"Aku ngebut ke sana, pastikan kamu udah ada di depan. Mingi dalam perjalanan," ucap Yunho, kemudian ia menutup teleponnya.
Aku menyimpan ponselku dan kembali pada Wooyoung. Ternyata laki-laki itu sudah kembali ke bar.
"Wooyoung, I'm sorry. I should go home now, my boss is waiting," ucapku.
Wooyoung mengangguk, "Cari aku setiap kamu datang ke sini. I'll be here everyday."
"Thanks, and where is my bill?"
"No no, my treat. Don't worry,"
"Ah okay, I'll treat you later. See you, Wooyoung!" seruku, kemudian berlari secepat mungkin menuju pintu keluar.
wow it's been a long time since my last update T.T
karena aku nyari rts di pencarian gak ketemu, can I ask you gimana kalian bisa nemuin ff ini? and why you choose to stay? :")
jujur kadang aku cringe sendiri kalo baca ulang, hadeh. maaf ya kalo banyak typonya, juga aku gak bisa ngeadd foto hadeh sinyal
anyway, let's celebrate #ATEEZ2ndWIN 🔥
KAMU SEDANG MEMBACA
Rewrite The Stars ➖Mingi ATEEZ [✔]
FanficActs like an angel and sins like a devil. Somehow, he does. Was #1 in Mingi, ATEEZ. Originally written by Penguanlin, 2019.