46 : pagi-pagi sekali di rumah besar

1.4K 244 21
                                    

"Kak Yeowon, sendoknya udah dimasukin?" tanyaku.

"Udah," jawab kak Yeowon.

Hari ini, aku, Mingi, dan Dokter Seonghwa akan mengunjungi Earl Coast. Seperti yang sudah ku katakan beberapa hari lalu, aku tidak bisa mampir di panti asuhan tanpa membawa apapun. Oleh karena itu, pagi-pagi buta aku turun dari kasurku dan sibuk berperang di dapur bersama kak Yeowon, membuat beberapa cup pudding untuk anak-anak.

"Mingi biasanya suka bawa makanan gini gak sih, kalo lagi ke panti asuhan?" tanyaku lagi.

"Panti asuhan yang bareng sama Dokter Seonghwa? Jarang sih, atau malah gak pernah," jawab kak Yeowon. "Aku pikir Tuan Song gak mau repot-repot bawa makanan ke sana, selagi pengurus panti bisa beli makanannya sendiri."

Aku mengangguk-angguk paham. Sudah ku duga, Tuan Song yang kelebihan uang itu pasti akan dengan mudahnya menyerahkan uangnya. Padahal, ada makna berbeda jika kita membawa sesuatu ke panti, alih-alih hanya menyumbang uang.

"I woke up, questioning why the other side of my bed's vacant, and there you are,"

Aku dan kak Yeowon menoleh. Sepagi ini, Song Mingi sudah turun dari kasurnya, bahkan berjalan-jalan sampai ke dapur. Matahari memang belum setinggi itu, tetapi masih cukup gelap baginya untuk bangun tidur.

Mingi berjalan mendekat dengan piyamanya dan berdiri di sebelahku, menatapku yang sibuk mengemas pudding dalam diam. Barangkali ia sedang menyusun kata-kata untuk menanyakan sesuatu, berhubung hari masih terlalu awal untuk berpikir.

"Ini buat apa?" tanya Mingi.

"Buat anak-anak, kita mau ke panti asuhan, kan?" jawabku.

"Hah? Anak-anak?" tanya Mingi lagi.

Aku menggeleng-gelengkan kepalaku. Inilah yang terjadi jika kau bangun pagi terlalu awal daripada biasanya. Seperti, kesadaranmu belum terkumpul sempurna.

"Kamu cuci muka dulu sana," ucapku.

Mingi menuruti ucapanku dan bergerak ke kamar mandi terdekat. Aku dan kak Yeowon kembali menggelengkan kepala.

"Gak jelas banget," ucapku, yang ditimpali dengan sebuah anggukan oleh kak Yeowon.

Tak lama setelahnya, Mingi kembali muncul di dapur. Tidak banyak berubah, meskipun masih ada butir-butir air di wajahnya, ia masih terlihat mengantuk. Mata sipitnya seakan enggan untuk terbuka.

"Kamu bangun jam berapa sih? Sempet bikin semuanya?" tanya Mingi.

"Kan dibantuin kak Yeowon," jawabku.

Mingi menarik sebuah kursi dari meja makan dan duduk di sebelahku sembari melihat cup pudding yang sudah jadi satu persatu. Aku melirikkan mataku, ekspresi wajah Mingi terlihat seperti orang yang tidak pernah makan pudding saja.

"Kenapa kamu repot-repot bikin beginian? Kan kita bisa minta pengurus panti buat bikinin," ucap Mingi.

"Biar anak-anak seneng, aku harus ngasih kesan pertama yang bagus dong," balasku. "Oh ya, Dokter Seonghwa bilang, mau berangkat jam berapa?"

"Jam tujuh, kita ketemu di rumah sakit," jawab Mingi.

Aku menoleh ke arah jam dinding. Hampir pukul enam, kami harus bersiap-siap.

"Udah hampir jam enam, kamu mandi duluan sana," ucapku. "Nanti aku cariin bajunya."

"Oke," jawab Mingi.

Pria tinggi itu kembali hilang dari pandangan. Aku merasa sedikit jengah, tetapi lebih baik daripada ia mengacau.

"Kamu mandi aja, kakak yang lanjutin," ucap kak Yeowon.

Aku menatap ke sekitar. Semua pudding sudah berada di dalam cup-nya dan sudah tertutup rapat. Hanya perlu memasukkan pudding tersebut ke dalam keranjang.

"Beneran, aku tinggal?" tanyaku.

Kak Yeowon mengangguk, "Iya, kamu naik aja, ngurusin Tuan Song tuh."

"Oke, makasih ya kak!" seruku.

Aku bergegas naik ke lantai dua, menuju kamarku. Di tangga, aku berpapasan dengan kamar James, tentu saja. Ia tidak bisa ikut kunjungan ke panti asuhan karena harus sekolah. Yah, biaya sekolah James sudah mahal sekali, ia tidak boleh membolos.

Aku melanjutkan perjalanan menuju kamarku. Ketika aku melangkah masuk, masih terdengar suara gemericik air dari dalam kamar mandi. Ah, syukurlah Mingi masih di dalam, sehingga aku masih memiliki cukup waktu untuk mencarikannya pakaian.

Aku mengeluarkan satu setel kemeja berwarna biru serta celana bahan berwarna hitam yang senada dengan gaun simpelku. Mingi, ia keluar dari kamar mandi, tepat setelah aku selesai menyusun pakaian kami.

"Pake baju apa?" tanya Mingi di dalam balutan bath robe-nya.

"Kemeja, kamu ke kantor kan?" aku balik pertanya.

Mingi mengangguk dan bersiap menarik tali bath robe-nya, tetapi aku segera menahannya. "Stop, aku perlu masuk ke kamar mandi dulu sebelum kamu pake baju," ucapku cepat.

"Why?" Mingi tertawa.

"Ck, kamu gila? Little Song can't see his dad naked," jawabku ketus.

Mingi merendahkan tubuhnya hingga ia berhadapan dengan perutku yang jelas, masih sangat rata. Ia tersenyum, "I'm sorry, little Song, papa akan lebih hati-hati. Di dalam sana, kamu nurut ya sama mama."

"Yaampun, udah deh, semaleman kamu udah ngajak ngobrol little Song terus," ucapku.

"Di panti asuhan nanti, ada banyak kakak-kakak, papa harap mereka bisa sedikit berdoa buat kamu, ya? Papa gak sabar sekali nunggu kamu lahir di dunia," Mingi memelukku dan menempelkan telinganya di perutku, "Papa tau, kamu ada di sana. We will always connected to each other. With dad, and with mum."

"

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

aku mau ngeadd foto abs mingi susah banget hadeh

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

aku mau ngeadd foto abs mingi susah banget hadeh

Rewrite The Stars ➖Mingi ATEEZ [✔]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang