James mendelik ke arah Yunho. "Jangan kira aku gak tau tipu daya kamu buat bawa kakak aku kembali ke Mingi. Jawabannya adalah, tidak. Aku gak ngijinin kamu bawa kakak pergi," ucapnya ketus.
"Well, a professional take a risk," ucap Yunho. "Aku kira kita udah sepakat buat percaya sama aku, itu artinya adalah ga menentang ucapanku. Mingi nunjuk aku langsung untuk Hera, ucapan Mingi adalah perintah, dan secara gak langsung, ucapanku juga merupakan perintah. Do you get it, boy?"
"What a fuvk, kamu adalah orang kedua yang aku cari setelah aku keluar dari rumah sakit," ucap James geram.
"Let me guess, yang pertama pasti Mingi, kan?" balas Yunho. "Udahlah, kita gak punya waktu untuk berdebat, aku punya urusan dan Hera punya pekerjaan. Kita harus pergi sekarang."
Yunho bangkit dari posisinya dan menarik paksa tanganku. Aku agak kehilangan keseimbangan karena tarikan Yunho yang begitu kuat menggenggam pergelangan tanganku. James berulang-kali meneriakkan nama Yunho, namun pria itu seperti menutup telinganya rapat-rapat.
"What did you do?! Kenapa aku bener-bener gak bisa punya kehidupan normal setelah ada di tangan Mingi??" seruku ketika kami keluar dari kamar James.
Yunho memojokkanku ke tembok dan mengunciku dengan kedua tangannya yang ia tempelkan di tembok. Canggung sekali, posisi ini seperti posisi yang biasa Mingi lakukan untuk mengintimidasiku. Tapi kali ini Yunho, dan tentu saja aku tidak menikmatinya.
Yunho menatapku datar dan tajam, berbanding terbalik dengan tatapanku yang melemah. "Aku cuma ngelindungin kamu," ucapnya, kemudian menjauhkan tubuhnya dariku, berdiri membelakangiku.
"You owe me an explanation," ucapku sembari menetralkan napas serta detak jantungku.
Yunho melirik ke arahku melalui bahu lebarnya yang terbalut sempurna oleh jas abu-abunya. "Nanti, gak di sini," ucapnya.
Yunho melangkahkan kaki panjangnya meninggalkan lorong. Aku agak kewalahan mengejar pria itu karena ia berjalan dengan sangat cepat dengan kaki panjangnya.
"Yunho!" seruku sambil terus berlari.
Pria itu tiba-tiba berhenti dan membuatku menabrak punggungnya. Kepalaku terasa sangat pening karenanya.
"Demi Tuhan, Yunho, aku ga ngerti kenapa kamu tiba-tiba jadi nyebelin gini," keluhku.
Yunho terkekeh kecil, "Kenapa ya? Kamu bakal tau alasan aku jadi 'tiba-tiba nyebelin'. Yah, semoga aja."
"Apa maksud kamu?" tanyaku.
Kami kembali berjalan menuju lift. "Mungkin kita perlu makan dulu sebelum kita pergi. Kamu punya rekomendasi restoran?" Yunho balik bertanya.
"Gak usah mengalihkan topik obrolan. Sekarang pertanyaannya ada tiga, kita mau kemana, ada apa, dan kenapa kamu tiba-tiba nyebelin," gerutuku.
Yunho menekan tombol menuju parkiran dan menyimpan kedua tangannya di saku celana bahannya. Sungguh, aku tiba-tiba kesal sekali dengan Yunho, tidak biasanya ia bertingkah menyebalkan seperti ini.
"Oh ya, aku lupa ngingetin kamu. Kalo kamu butuh pegangan, dua tanganku nganggur," ucap Yunho.
"Hah?"
Pintu lift terbuka dan kami kembali berjalan menuju mobil. Di titik ini aku benar-benar emosi, pria itu berjalan seolah tanpa beban, namun ia meninggalkan seribu satu pertanyaan di otakku. Pertanyaan yang sialnya justru bertambah semakin banyak seiring pria itu membuka mulutnya. Kau tahu, rasanya seperti ia memberiku sebuah papan puzzle kosong dan ia memerintahkanku untuk menyelesaikan puzzle itu namun ia tidak memberiku sekeping puzzle pun untuk ku susun.
"Apa susahnya sih jawab pertanyaanku sambil jalan??" seruku. "Gak usah sok-sok misterius, kamu bukan orang yang bisa bertingkah sok serius kayak gitu."
"Masuk," ucap Yunho datar. Ia membukakan pintu mobil untukku.
Aku melemparkan tasku dengan amarah ke kursi dan duduk dengan sedikit hentakan. "Gak ada Mingi, sekarang Yunho yang gila," gerutuku.
Yunho duduk di kursi kemudi dan kembali menancapkan kunci mobil seperti tanpa dosa, sementara aku di sebelahnya berusaha setengah mati agar tidak mengumpat macam-macam di depan muka pria itu.
"Karena kamu gak mau makan dulu, kita bisa pergi ke--"
"Kita gak akan pergi ke mana-mana kecuali setelah kamu bilang kita mau ke mana," ucapku geram. Aku mengubah tuas transmisi kembali ke posisi parkir dengan secepat kilat, membuat mobil tidak bergerak.
Yunho menatapku datar, kemudian menghela napasnya. "Oke, kita mau ketemu Mingi," ucapnya.
Aku membelalakkan mataku, "THE FUVK?? Gak, kamu pasti ngelindur. Aku mau keluar."
"Kamu gak bisa keluar dan kamu harus ikut ke Mingi karena kamu sendiri yang butuh jawaban dari semua pertanyaan ga berguna kamu tadi," ucapnya cepat seraya menarik tanganku.
Aku menatapnya tajam. "Kamu sendiri yang nyuruh aku nikmatin waktu selagi gak ada Mingi di sekitar kita dan kamu sendiri yang bakal bawa aku balik ke Mingi? Kamu pasti udah gila, pasti," ucapku ketus.
"Iya aku gila karena aku bakal bawa kamu ke club untuk ketemu Mingi. Aku gila, ya aku gila!!" serunya.
"Astaga, aku semakin ga ngerti, kamu minta aku buat jauhin dua hal itu dan sekarang kamu justru bakal bawa aku ke sana? Demi Tuhan, siapa yang pernah larang aku buat ke club??" balasku tak kalah keras.
"Karena..." Tangan kanan Yunho mengepal dan beberapa kali ia memukul setir, "Karena ini misi rahasia dan Mingi gak pernah tau kalo aku bakal ngikutin dia, apalagi dengan aku bawa kamu ke sana."
"Apa untungnya aku nguntit Mingi? Aku gak mau lagi menginjakkan kaki di club, apalagi ke burning star," dengusku.
"Sayangnya kamu benar, kita bakal ke burning star," ucap Yunho santai, kemudian ia menjalankan mobilnya. "Kita pulang dulu, kita burning star pake kendaraan umum."
ke burning star ngapain ya
KAMU SEDANG MEMBACA
Rewrite The Stars ➖Mingi ATEEZ [✔]
FanficActs like an angel and sins like a devil. Somehow, he does. Was #1 in Mingi, ATEEZ. Originally written by Penguanlin, 2019.