6 : rumah besar

3.2K 511 77
                                    

Mingi tertawa terbahak-bahak mendengar balasanku. "Saya pikir kita gak perlu terlalu formal kayak gini. Call daddy just like I'm your friend," ucapnya lagi.

Aku hanya mengangguk mengiyakan seluruh omongan Mingi. Aku sendiri terlalu cringe jika membayangkan aku harus berjalan ke mana-mana sambil memanggil pria ini dengan sebutan 'daddy'.

Mingi memutar setirnya dan kami kembali ke kota. "Oh ya, because you are my kitten now, kamu gak perlu nerima panggilan laki-laki lain. Just serve me and I'll serve you back," ucap Mingi.

Aku menyenderkan punggungku dengan lemas pada kursi. Hidupku sudah terlalu hina, ditambah aku seperti mengabdikan diriku sebagai budak nafsu pria kaya di sebelahku.

Aku bahkan tidak yakin apabila neraka masih mau menerimaku.

"Kitten," panggil Mingi.

"Yes, daddy?"

Mingi menyodorkan tangan kirinya padaku. Aku mengerutkan dahiku, "Apa?"

Bukannya menjawab pertanyaanku, Mingi justru meraih tangan kananku dan meletakkan di tuas transmisi. Kau tahu, Mingi meletakkan tangannya lagi di atas tanganku. Posisi yang sungguh canggung.

"Sebenernya, apa yang kamu mau?" tanyaku.

"Aku?" tanya Mingi tanpa memalingkan pandangannya dari jalan. "Aku pikir kamu yang butuh aku," ucapnya.

Yah, Mingi tidak sepenuhnya salah. Jika aku tidak mendapat pinjaman pun, aku berniat meminjam uang padanya. Tapi, bukan dengan menjadi budak nafsunya.

"Gimana kalo aku tetep berhutang selayaknya orang yang berhutang. Aku akan bayar semua hutangnya," ucapku.

"Haha, kamu juga bayar hutangnya kok. Jangan egois, Hera. Biaya pengobatan adik kamu gak sedikit," balas Mingi.

Ucapan Mingi kembali mematikanku. Di situasi dengan dempetan masalah ekonomi seperti ini, aku tidak punya harapan lain.

Alih-alih membawaku kembali ke rumah sakit, Mingi membawaku ke rumahnya. Aku sudah terlampau familiar dengan rumah ini, namun tidak dengan hari ini. Kakiku seakan enggan untuk menginjakkan ke dalam.

"Kitten, come," panggil Mingi.

Dengan berat hati, aku melangkah keluar dari mobil. Mingi merangkul pinggangku seperti biasanya ketika ia memanggilku.

"Aku pikir aku gak perlu ngajak kamu keliling rumah ini karena kamu juga udah sering ke sini," ucap Mingi. "Kamar ini sekarang jadi kamar kamu. Aku udah nyuruh Jinsung buat mindahin seluruh barang kamu. Don't worry, kitten."

Aku menatap ruangan di depanku. Ruangan ini, ruangan yang selalu kami gunakan untuk bermain. Aku tidak percaya jika aku jatuh ke dalam genggaman pria kaya ini secepat itu.

"Aku kasih kamu waktu duapuluh menit buat keliling. Setelah itu, be ready," ucap Mingi sambil melepas dasinya secara sensual.

Aku tahu ke mana arah pembicaraan ini. Tentu saja, Mingi tidak akan mempekerjakan seorang pelacur hanya sekadar sebagai pembantu rumah. He want more, and I should serve him.

Aku berjalan ke dapur untuk menemui kak Yeowon. Seperti yang sudah aku pikirkan, wanita itu terkejut dengan kehadiranku.

"Hera? Kenapa kamu di sini?" tanya kak Yeowon.

Aku berjalan dan memeluk wanita itu. Kak Yeowon membelai rambutku dan menangkanku.

"Kenapa? Kamu kenapa?" tanya kak Yeowon lagi.

"James dioperasi, aku gak punya uang," jawabku.

Kak Yeowon terdiam mendengar jawabanku. Tanpa aku jelaskan lebih lanjut, dia pasti sudah mengerti dengan keadaannya.

"Be strong, kamu pasti bisa melaluinya," ucap kak Yeowon. "Cuma hari ini, kan? Kamu baru aja selesai tadi malem, harusnya gak usah maksain. Badan kamu masih biru."

Aku menggeleng sembari tersenyum pahit, "Aku kerja untuk Mingi, sampai dua bulan setelah James benar-benar sembuh. He can do it every time he want."

"Astaga, Hera!" pekik kak Yeowon. "It's ok, setidaknya dengan kamu di sini, aku bisa selalu ngobatin kamu. Please, minta Tuan Song buat gak kasar. Kakak gak tega liat kamu sakit begini."

Aku mengangguk. Aku harus hidup untuk James, aku harus!

"Kitten,"

Aku menoleh dan segera menghapus air mataku. Mingi tidak benar-benar menanggalkan dasinya, ia pasti akan menggunakan dasi itu untuk menyiksaku kali ini.

Ayo, Hera. Selama ini kau selalu menikmati permainan Mingi, kan?

Aku berjalan mendekati Mingi dan pria itu kembali merangkul pinggangku. Ia menggiringku ke 'kamarku' dan segera mengunci pintunya.

Aku duduk di tepi kasur sambil menundukkan kepalaku. Jantungku berdetak kencang.

"Kitten? Are you crying?" tanya Mingi lembut. Ia duduk di sebelahku dan memiringkan kepalanya, seperti ayah yang melihat anaknya.

Aku menggeleng dengan cepat. "No," jawabku.

Mingi tiba-tiba tersenyum dan mengecup bibirku cepat. "Daddy will do it softly. Don't worry, kitten, I won't harm you," ucapnya.

Mingi menarikku ke kasur. Ia berbaring di sebelahku dan menatap dalam mataku. "Gak ada yang berbeda. Seharusnya kamu bersyukur, because you are my kitten now, I will not harm you, just the way we used to be," ucap Mingi.

Aku mengangguk. "Maaf, daddy, aku terlalu overthink," ucapku.

"It's ok. Now, let me hear you scream my name. Softly, like a little kitten," ucap Mingi. "Say my name, wake me up."

Dan lagi, aku kembali tenggelam pada permainannya.

anjir anjir

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

anjir anjir. sumpah ini tuh gaje ga sih astagaaa pundi-pundi dosa sedang berkumpul

Rewrite The Stars ➖Mingi ATEEZ [✔]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang