23 : the day he left

2.2K 370 6
                                    

"Take care of yourself," ucap Mingi. Ia membentangkan kedua lengannya dan merengkuhku erat.

Aku membalas pelukannya dan sedikit mengusap punggungnya yang sudah terbalut sempurna dengan kemeja dan jas hitam. "Good luck," balasku.

Mingi melepas pelukannya dan menatap wajahku. Aku menyunggingkan senyuman kecilku dan meraih dasi pria itu, sedikit membetulkan ikatan yang agak berantakan karena pria itu terlalu bergegas menggunakan dasinya.

"Kamu bakal ngabarin aku, kan?" tanyaku.

Dari belakang Mingi berdiri, Yunho sedikit mendelik padaku. Aku melengos, toh pria itu sudah menangkap basah diriku tentang menaruh perasaan pada Mingi. Aku sudah tidak peduli lagi.

Mingi mengangguk dan tersenyum, "Apa yang kamu mau? Telpon biasa? Video call? Surat? Faksimili?"

"Surat di dalam botol," ucapku sambil terkekeh.

"Astaga," gumam Mingi, "Aku pasti ngabarin kamu. Still, you are my baby girl."

"Ah udah, lebih baik kamu berangkat sekarang. Jangan buang-buang waktu kamu," ucapku.

Mingi meletakkan kedua lengannya pada bahuku dan membuat mata kami bertemu. "Dalam beberapa hari kedepan, bahu aku mungkin gak ada buat kamu, tapi kamu selalu tau kan kalo aku selalu ada untuk kamu?" tanyanya.

"Astaga, udah," aku melepaskan lengan Mingi dari bahuku dan sedikit mendorong tubuhnya agar berbalik, "take your time, lupain semua hal untuk beberapa hari ini biar kamu fokus kerja. Okay?"

"Mingi, we're late,"

Yunho maju selangkah untuk mengingatkan Mingi. Sekali lagi untuk beberapa saat, Mingi kembali memelukku singkat. Detak jantung kami kembali bertemu dan sebuah perasaan berat tentang merelakannya pergi jauh tiba-tiba saja menyerang hatiku. Oh ayolah, Hera, Mingi hanya akan pergi bekerja, lagipula kau ini siapa?

"Do whatever you want, nikmatin waktu-waktu kamu tanpa aku," kata Mingi.

"You too. Udah sana berangkat, Yunho nungguin," ucapku.

Mingi dan Yunho berjalan beriringan menuju mobil yang sepertinya merupakan mobil kantor karena memiliki supir sendiri. Mingi duduk di kursi belakang, sedangkan Yunho duduk di sebelah supir.

Mobil mulai berjalan meninggalkan halaman rumah dan jejak-jejak ban mobil seakan tercetak sangat jelas di setiap jalan yang ia lewati. Membekas seakan tidak rela meninggalkan rumahnya.

drrrt!

Aku meraih ponselku. Ada sebuah pesan masuk dari Yunho.

Hera, kamu bebas sekarang. Kamu bisa ke rumah sakit atau ngapain aja, asal jangan ke club dan jangan kabur.

"Kamu bisa sendiri kan? Atau perlu aku anterin sampe kamar James?" tawar kak Jinsung

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Kamu bisa sendiri kan? Atau perlu aku anterin sampe kamar James?" tawar kak Jinsung.

Aku menggeleng sambil merangkul tasku. "Kakak pulang aja, istirahat, enjoy time tanpa Mingi," tolakku.

"Haha, kamu tuh bener-bener," kak Jinsung terkekeh, "Selama di sini kamu harus selalu hati-hati, atau nanti aku, Yeowon, sama Tuan Jung yang repot."

"Astaga, aku gak bakal kabur kok walaupun aku tau aku punya kesempatan besar buat kabur," ucapku. "Aku tau kalo aku terlalu bodoh dan aku memilih jalan hidup yang bodoh, but that's my choice."

Kak Jinsung tersenyum, "Yaudah, kakak mau langsung pulang karena harus ngurus mobilnya Tuan Song. Telpon aku kalo ada sesuatu dan jangan ninggalin kamarnya James sembarangan. Kata Tuan Jung, pengamanan kamu dan James akan diperketat, tapi gak ada salahnya kan meringankan pekerjaan body guard?"

"Astaga, Mingi kenapa sih se-strict itu," gumamku, "Aku akan selalu inget pesan kak Jinsung, aku gak bakal sering-sering keluar kamar."

"Okay, udah sana masuk, kasian James nungguin!" seru kak Jinsung.

Aku mengangguk dan berbalik berjalan masuk ke dalam rumah sakit. Ada jalan khusus untuk masuk ke lantai tempat James dirawat, yaitu melalui lift yang tersedia di bangsal VIP. Mudah saja bagiku untuk mengakses bangsal VIP, mungkin karena seisi rumah sakit sudah mengenalku.

Dalam beberapa menit aku sampai di lantai khusus. Kamar di sebelah James tampak berpenghuni, pasti ada orang penting di sana.

Aku mengintip ke dalam kamar James melalui kaca buram di pintu dan tampaknya tidak ada siapapun di dalam sana kecuali James. Aku membuka pintu kamar perlahan, James langsung menolehkan kepalanya ke arah pintu begitu ia tahu ada orang yang akan masuk.

"KAKAAAAK!!" seru James.

Aku berlari dan menghambur memeluk bocah itu. "Kamu makin sehat, kakak bersyukur," ucapku sambil membelai lembut rambut James.

"Aku udah hampir sembuh loh kak, cuma jahitan di perut sini kadang sakit kalo aku jalan," ucap James. Ia sedikit mengangkat pakaian tidurnya dan menampakkan bekas jahitan operasinya. Astaga, aku hampir lupa jika James melakukan operasi ginjal karena terlalu jarang mengunjunginya.

"Sebentar lagi sembuh kok. Kamu nurut kan sama dokter Seonghwa?" tanyaku.

James mengangguk semangat, "Dokter Seonghwa baik banget, kadang suka nemenin aku sampe malem. Aku lebih suka ditemenin sama dokter Seonghwa atau sama body guard daripada ditemenin sama suster."

Aku mengerutkan dahiku. "Loh, kenapa?"

James mengangkat bahunya, "Gak tau, gak suka aja. Rasanya gak nyaman ketemu sama perempuan, kecuali sama kakak."

Aku terkekeh, "Ah manja kamu."

"Oh ya, kakak sendiri gimana? Mingi gak kasar, kan?" tanya James.

Aku menggeleng. "Jangan bayangin kita kayak gitu tiap hari, jelas enggak lah. Mingi baik kok, gak kayak sebelum ini," jawabku.

"Jangan bohong, di leher kakak ada luka," ucap James, matanya menatap ke arah leherku dengan serius.

Aku sedikit menyingkap kemejaku dan menatap luka kecil di sana. "Cuma luka kecil, kebetulan Mingi pergi sampai beberapa hari kedepan, jadi katakanlah dia mau yang kayak dulu sebelum dia pergi jauh," jelasku.

"Mingi pergi? Itu artinya kakak bisa nginep di sini, kan?"

Aku menjawab pertanyaan James dengan anggukan. Betapa bahagianya bocah kecil itu ketika ia tahu bahwa aku akan menghabiskan beberapa malam kedepan hanya berdua dengannya, sebuah rutinitas kecil yang tidak bisa aku lakukan selama beberapa waktu karena Mingi.

James memelukku erat, jauh lebih erat dan lebih hangat dari pelukan siapapun yang pernah aku terima sebelumnya, termasuk dari Mingi. Sebuah kehangatan manis yang hanya bisa kau dapatkan ketika kau kembali ke rumahmu, yang orang-orang sebut sebagai keluarga.

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Rewrite The Stars ➖Mingi ATEEZ [✔]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang