"Welcome back, princess,"
Mingi membukakan pintu mobil untukku. Dengan gerakan cepat, Mingi menyelipkan jari-jemarinya di antara jari-jemariku. Aku mendongak dan menatap wajahnya, ia tersenyum padaku.
Kak Yeowon, kak Jinsung, Yunho, serta James telah berbaris rapi di depan pintu masuk dengan topi kerucut khas pesta di kepala mereka. Aku menahan diriku agar tidak tertawa, apa lagi sih yang disiapkan oleh Mingi?
"Selamat datang kembali, nona," ucap kak Jinsung dramatis, kemudian ia membungkukkan badannya, diikuti oleh kak Yeowon, Yunho, dan James. Aku semakin ingin tertawa dibuatnya, aku benar-benar tidak paham dengan ulah mereka.
"Apaan sih, berdiri dong, berdiri," ucapku. "Heboh banget, kenapa sih."
Mingi tertawa kecil di sebelahku. Tangannya tiba-tiba naik ke bahuku dan menarikku mendekat. Dari rengkuhan pria tinggi itu, aku kembali melihat senyum tulus pria itu.
"Ayo, kamu butuh istirahat," ucap Mingi.
Keempat orang yang berbaris itu tiba-tiba membelah barisan, memberi kami jalan untuk masuk ke dalam rumah. Masih dengan posisi merangkulku, Mingi membawaku masuk ke dalam rumah.
Aku terkejut melihat perubahan di ruang tengah. Ruangan dengan televisi besar di dindingnya kini dihiasi kertas warna-warni serta berbagai macam hidangan di tengah meja. Astaga, bahkan ada minuman keras dengan kadar alkohol yang tidak terlalu tinggi diletakkan di bawah meja.
"Kamu ngajak semua orang untuk berpesta?" tanyaku.
"Hm?" Mingi menggeleng kecil, "Mereka yang ngajak kamu pesta."
"Aku?" tanyaku.
Mingi tidak menjawab pertanyaanku. Ia kembali mendorong tubuhku, membuatku berjalan. Anehnya, ia sama sekali tidak berbelok ke kamar tamu--kamarku, yang berada tepat di dekat ruang tengah, ataupun di kamarnya yang terletak di dekat ruang makan. Ia membawaku naik ke lantai dua.
"Kita mau ke mana sih? Aku satu kamar sama James?" tanyaku bersemangat.
"Kamar kita," jawab Mingi singkat.
Kami menaiki tangga kayu untuk mencapai lantai dua. Selama aku di sini, aku belum pernah naik ke lantai atas. Ketika aku pertama kali menginjakkan kakiku di lantai dua, aku melihat sebuah pintu di dekat tangga dengan gantungan bertuliskan 'James' di pintunya.
"Itu kamar James?" tanyaku.
Mingi mengangguk, "Kamu gak mau kan James tidur di kamarmu yang lama? Aku siapin kamar itu buat James," jawab Mingi.
"Dan? Kita mau ke mana?"
Sebelum Mingi menjawabku, aku melihat sebuah pintu lain, sebuah pintu dengan ukiran kayu yang mencolok sebagai hiasannya. Aku membandingkannya dengan pintu kamar James; pintu kamar James tampak seperti pintu pada umumnya, tetapi pintu kamar di depanku ini berbeda. Kamar ini memiliki dua pintu besar, kau tahu kan? Seperti pintu di gedung-gedung besar yang bisa dibuka dengan cara didorong.
Kami kembali berjalan mendekati kamar itu. Mingi menghentikan langkahnya sebelum membuka pintunya, kemudian menatapku, "Welcome to our room, princess."
Mingi membuka pintu kamar itu dengan kedua tangannya dan bagai sebuah drama, dunia terasa berputar dengan lambat. Aku menutup mulutku dengan tangan kananku begitu pintu itu terbuka. Kamar ini, benar-benar terlihat lebih mewah daripada ruangan manapun, daripada kamar Mingi di lantai satu sekalipun.
Aku semakin merasa kecil semakin aku masuk ke dalam ruangan ini. Ada satu kasur berukuran besar dengan seprai berwarna abu-abu tua, ruangan yang hampir seluruhnya dilapisi karpet bulu, serta lukisan besar dengan potret Mingi yang tergantung gagah di salah satu sisinya. Bahkan gorden yang digunakan pun berwarna abu-abu berkilap.
Aku berhenti di depan lukisan potret Mingi. Pria itu kembali berdiri di sebelahku dan merangkulku. "Besok aku ganti fotonya. Besok kita ke mal, beli gaun buat kamu, terus kita pergi ke pelukis. Kamar ini gak berarti apa-apa tanpa ada foto kamu," ucap Mingi.
"Jadi, kamar kamu yang ini?" Aku beralih menatap Mingi, "Terus kamar di deket ruang makan itu kamar siapa?"
Mingi mengangkat bahunya, "Siapapun boleh tinggal di sana, tapi ga sembarang orang boleh tinggal di sini, and since we choose to live together, it will be fun if we use this room together."
Aku mendadak canggung. "Ah, aku ga pernah nyangka kalo kamu serius sama ucapan kamu," ucapku.
Mingi tersenyum, "Kamu gak keberatan, kan?" Mingi meraih kedua bahuku dan menatap serius mataku, "Aku akan lakuin segala cara untuk jaga kamu, untuk pertahanin kamu, maka dari itu, satu permohonanku sama kamu, tolong jaga diri kamu baik-baik karena aku gak bisa selalu ada di sebelah kamu."
Aku menyentuh wajah Mingi dan mengusapnya, "I'll be fine, and you'll be fine. No one can stop us, right?"
Mingi mengangguk, "Exactly, no one can stop us."
Tok tok tok
Aku segera melepaskan tanganku dari Mingi dan mengambil beberapa langkah mundur. Jantungku tiba-tiba berdetak kencang.
Salah satu pintu terbuka dan kak Yeowon muncul dari sana. "Nona Song, ini saatnya berpesta," ucap kak Yeowon.
Tawaku pecah saat itu juga. Apa yang kak Yeowon ucapkan tadi?
"Ck, Nona Song apanya??" tanyaku sambil tertawa.
Aku menatap Mingi, pria itu tersenyum canggung sambil menggaruk tengkuknya. Ck, ada-ada saja kelakuannya.
"Kami menunggu Nona Song di lantai bawah. Pesta tidak akan seru tanpa kehadiran Nona Song," ucap kak Yeowon, lalu pergi begitu saja.
Aku kembali tertawa. "Kamu yang minta? Untuk manggil aku dengan sebutan 'Nona Song'?" tanyaku.
Mingi mengangguk cepat. "Ya, gak sopan kalo mereka manggil kamu 'Hera, Hera' tapi kamu pacarku. Udah sana turun, Nona Song ditungguin di bawah," ucap Mingi, ia membalik tubuhku dan mendorongku keluar.
"Kamu gak ikut?" tanyaku.
Mingi menggeleng, "Aku di sini, masih ada kerjaan yang harus diselesaikan."
Aku mengangguk. "Oke, nanti aku bawain makanan, Tuan Song," ucapku jahil.
"Ck, baiklah, Nona Song!"
Astaghfirullah aku antara cringe atau gemes.
Untuk tuan Song yang gantengnya ga manusiawi, halafyuuuu
KAMU SEDANG MEMBACA
Rewrite The Stars ➖Mingi ATEEZ [✔]
FanficActs like an angel and sins like a devil. Somehow, he does. Was #1 in Mingi, ATEEZ. Originally written by Penguanlin, 2019.