Aku menutup telingaku rapat-rapat. Serius, aku benar-benar muak pada Yunho yang bisa dengan mudahnya mengatakan jika ia menyayangiku. Semua orang pun bisa melakukan hal yang sama, hanya ia terlalu gamblang menyatakannya, membuatku merasa sedikit tidak nyaman.
Love is suck.
"Sayang itu perbuatan, bukan cuma ucapan," ucapku ketus. "Cukup, aku bosen dengernya."
"Aku harus gimana biar kamu percaya?" balas Yunho tak kalah ketusnya.
"Cukup, Yunho. Aku gak mau situasinya berubah canggung," ucapku tegas. "Jadi, James, karena kakak gak bisa ada bareng kamu setelah kamu keluar dari rumah sakit, ada cerita apa?" Aku beralih menatap James. Dapat ku lihat dari sudut mataku jika Yunho mengalah padaku dan menyingkir ke sofa di pinggir ruangan, dekat pintu masuk.
"Aku pergi ke sekolah!" jawab James dengan semangat yang menggebu-gebu. "Aku dianterin sama kak Jinsung, kadang dijemput sama Yunho. Sekolahnya bagus, besar."
"Oh ya?" Aku mengangkat salah satu alisku, "Gimana temen-temen kamu?"
"Semuanya baik, lebih ke gak pada peduli sih," jawab James.
"Kamu gak di-bully, kan?" tanyaku memastikan.
James menggeleng, "Enggak. Meskipun aku belom akrab sama temen-temen kelas, tapi mereka semua baik."
Dari ujung ruangan, Yunho terkekeh. "Aku udah bilang, gak ada yang berani nyentuh James karena ada Mingi," ucap Yunho.
Pria itu bangkit dari sofa dan kembali mendekatiku. Wajahnya tampak meremehkan, ini adalah pertama kalinya aku melihat ekspresi wajah Yunho yang tidak mengenakkan.
"Dunia seperti terbalik, James berhasil kita bikin kayak pangeran. Kalo kamu khawatir James di-bully hanya karena penampilan, lebih baik kamu buang pikiran buruk itu," ucap Yunho. "Oh ya, satu lagi. Mingi punya banyak relasi, kalo kamu lupa. Selain dokter Seonghwa, salah satu anggota yayasan tempat James sekolah itu temennya Mingi. Dia punya posisi yang lumayan di yayasan, dan yah, dia punya pengaruh besar untuk ikut jaga James."
Aku menatap Yunho datar. Entah aku harus bersyukur atau justru sebal. Mingi dan Yunho memang memudahkan hidupku, tapi di titik ini aku merasa mereka congkak sekali.
Wajahku berubah masam. Aku menolehkan wajahku ke arah sebaliknya, ke arah jendela. Karena posisiku yang setengah duduk, aku bisa menatap ke arah jalan raya meskipun kamarku hampir berada di lantai tertinggi rumah sakit ini.
Jalan raya yang padat mendadak mengingatkanku pada banyak hal. Bagaimana aku bertemu dengan Mingi, saat ia kebut-kebutan membawaku keluar jalur kota, saat pertama kali aku bertemu dengan Yunho, hingga saat aku diculik oleh San. Suasana hatiku seperti tercampur aduk tidak jelas. Rasanya tiba-tiba muram, sepi.
Aku menghela napasku. Aku mendadak uring-uringan.
Aku mendengar suara pintu yang terbuka. Aku lantas kembali menolehkan pandanganku. Pria dengan garis wajah tegas, rambutnya yang tertata rapi, serta setelan jas yang masih melekat di tubuh atletisnya.
"Mingi," ucapku pelan. Tanpa ku sadari, senyumanku terangkat dengan sendirinya.
Tunggu, apakah perasaan gelap yang aku rasakan tepat berbeda saat yang lalu adalah sebuah kerinduan?
Aku tak kuasa menyembunyikan senyumanku. Seiring dengan langkah kaki pria itu yang berjalan mendekat, ribuan kupu-kupu bagai hinggap di dinding perutku. Begitu menggelitik, perasaan aneh yang menyenangkan.
"How's your day, boy?" tanya Mingi pada James. Ia mengacak-acak rambut James sambil tersenyum.
"It's fine. Thank," jawab James.
KAMU SEDANG MEMBACA
Rewrite The Stars ➖Mingi ATEEZ [✔]
FanfictionActs like an angel and sins like a devil. Somehow, he does. Was #1 in Mingi, ATEEZ. Originally written by Penguanlin, 2019.