53 : caught up

1.3K 241 8
                                    

Yunho tersenyum kecut. "Maaf, aku ngerusak pagi yang damai ini," ucapnya.

Aku menggeleng lemah, "Terima kasih udah menyadarkan aku. Aku pikir aku udah melangkah terlalu jauh."

Yunho bangkit dari kursinya dan mendekatiku. Ia melepaskan jasnya, menyampirkan pada bahuku yang agak goyah.

"Mungkin jahat banget kalo aku ngucapin ini. Tapi, tidur yang nyenyak, istirahatlah dengan damai, Hera. Ada banyak orang di rumah ini yang selalu siap untuk lindungin kamu. Ada banyak orang yang sayang sama kamu. Bertahan dan selalu siaga," ucap Yunho.

Aku mengangguk. Aku bangkit dari tempat dudukku dan berjalan menuju kamarku, meninggalkan Yunho yang masih berdiri sendirian di balkon.

Aku mengistirahatkan tubuhku di tepi ranjangku. Tanganku membelai pelan perutku. Mungkin aku siap dengan segala kemungkinan terburuk yang mungkin menimpaku. Tapi, tidak dengan little Song. Sungguh, aku tidak akan rela jika sesuatu terjadi padanya.

Aku beralih menatap foto besar hasil maternity shoot-ku sekitar empat bulan yang lalu. Little Song belum sebesar ini pada waktu itu. Ia tumbuh dengan sehat dan bahagia, seharusnya aku tidak boleh melukai perasaan malaikat kecilku, meskipun semua yang Yunho katakan benar-benar mengganggu pikiranku.

Mingi, ia menjanjikanku bahwa kami akan mengambil foto lain untuk mengabadikan momen kehamilanku yang semakin besar. Di balik segala kesibukannya, kini aku tahu jika ia sedang berusaha keras untuk terlihat 'sebiasa mungkin' untuk menjagaku tetap aman.

Kriiiit

Aku menolehkan kepalaku begitu aku mendengar suara pintu kamarku dibuka. Mingi, pria yang tidak jelas siapa statusnya denganku, muncul dari balik pintu kamar dengan wajah lelah yang selalu tampak akhir-akhir ini, sekeras apapun ia berusaha tersenyum padaku.

"Hai, dan--oh maaf, ini punya Yunho,"

Aku melepas jas Yunho dengan cepat dari pundakku. Mingi bergerak menuju sisiku dan merentangkan tangannya, memelukku.

"Aku gak akan pernah biarin siapapun ngelukain kamu, aku bersumpah," ucap Mingi.

Aku membalas pelukan Mingi. Dengan gerakan lembut, aku membelai pelan punggung Mingi yang masih ditutupi oleh jasnya.

"Aku akan baik-baik aja, kita akan baik-baik aja," ucapku.

Mingi terisak, "Aku khawatir, Hera. Aku bakal jadi orang yang paling berdosa kalau kamu kenapa-kenapa. Demi Tuhan, aku gak akan rela kalau kebahagiaan kita direbut."

"Ada apa, hey? Aku gak masalah kalau aku harus sembunyi. Aku gak masalah meskipun little Song harus lahir tanpa papanya. Aku gak masalah meskipun aku harus pergi jauh, asal gak ada hal buruk terjadi sama kamu," ucapku. "We can still keep this lowkey, right?"

Mingi melepas pelukannya dan menghela napas berat. "Di hari-hari berat kayak gini, aku justru sering banget ninggalin kamu. Di tanggal-tanggal kritis ini, harusnya aku selalu sedia setiap saat buat nganter kamu bolak-balik ke rumah sakit, tapi aku gak pernah ada di sisi kamu. Aku minta maaf,"

Pria itu menarikku kembali bersandar pada bahu kokohnya. "Kita akan terus kayak gini, kan? Bertiga, sama little Song, atau suatu saat nanti di masa depan, kita bisa punya satu lagi," ucap Mingi.

"Aku gak sabar nungguin little Song lahir. Nyuapin dia, nyanyiin lagu sebelum dia tidur, nganterin sekolah, ah bahagianya," sahutku. "Little Song pasti bakal persis sama papanya."

"Ah, ya, kita belum cek ke dokter. Maaf, aku terlalu sibuk," ucap Mingi.

"Gak apa-apa, justru setelah little Song lahir nanti bakal jadi kejutan buat kita semua," jawabku.

Ponselku tiba-tiba berdering. Aku menegakkan tubuhku, melihat siapa yang meneleponku.

Yunho, kita baru saja bertemu beberapa puluh menit yang lalu.

"Halo--"

"Hera, kamu harus pergi, sekarang!! Jinsung nunggu kamu di bawah. Pergi sekarang, Hera, pergi!!"

Aku mengerutkan dahiku, "Hah? Apa maksud--"

BRAKKK!!

Pintu kamarku kembali terbuka, kali ini dengan hentakan yang sangat keras. Sosok berbaju hitam yang entah siapa dirinya muncul, diikuti sosok lain berjas rapi di belakangnya dengan wajah marah.

Aku tidak tahu siapa orang itu, aku tidak pernah bertemu dengan ia sebelumnya. Tapi, melihat bagaimana reaksinya, aku yakin jika ia adalah ayah Mingi. Jantungku berdetak cepat.

Sosok itu menekuk kedua tangannya di depan dada dan menatap kami dengan tatapan yang sangat mengintimidasi. Aku merasakan tangan Mingi menggenggam erat tanganku, bahkan tangannya juga terasa berkeringat.

"Pa-papa..." ucap Mingi terbata-bata.

"Anak kurang ajar, kamu harus tau apa artinya kehormatan keluarga, Song Mingi," ucapnya, lalu menoleh pada orang-orang berbaju hitam, "Bawa dia."

Orang-orang berbaju hitam itu langsung menyerbu kami, mengunci pergerakan kami. Aku memberontak, tapi tenagaku tidak sekuat itu untuk melawannya.

"Bawa jalang itu turun. Dia harus tau, dia berhadapan dengan siapa,"

 Dia harus tau, dia berhadapan dengan siapa,"

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Rewrite The Stars ➖Mingi ATEEZ [✔]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang