5 : affair

3.1K 523 106
                                    

Aku menggenggam erat amplop coklat dari Mingi. Aku berubah pikiran, aku menjadi agak ragu tentang uang ini.

"Ta-tapi--"

"Gak usah khawatir gak bisa bayar. Kamu bisa, dan kamu selalu bisa," potong Mingi. "Cepat bayar biaya operasinya, waktu kita gak banyak!!"

Aku bangkit dari kursi tunggu. Pria seperti Mingi pasti punya 1001 rencana licik yang sulit ditebak. Akan sangat merepotkan apabila aku terjebak dalam permainannya.

Tapi, James?

"Saya hitung sampai lima, kalo kamu gak jalan, uangnya saya tarik lagi," lanjut Mingi dengan cepat.

Persetan dengan risiko. Aku mati pun tak peduli.

Aku mengambil langkah seribu menuju ruang administrasi dan segera mengurus semua persyaratan agar James bisa dioperasi. Yah, biaya operasinya memang hanya 90 juta, belum termasuk biaya opname, obat, dan segala perlengkapan rumah sakit. Astaga, aku bisa gila jika seperti ini caranya.

"Baiklah, kami sudah mengecek jadwal dokter Seonghwa. Operasi pengangkatan tumor James akan dilaksanakan lusa pukul sebelas pagi," ucap staff rumah sakit.

"Baik, terima kasih, kak," ucapku dengan sopan, kemudian berbalik keluar ruangan.

Sungguh, tagihan awal rumah sakit ini saja sudah tinggi sekali. Aku pesimis bisa membayar semuanya dan aku juga pesimis jika Mingi bisa meminjamkanku uang yang cukup.

"Ck, lama,"

Tubuhku agak tersentak karena Mingi tiba-tiba muncul dan menarik tanganku. Ia melangkah cepat menjauhi kerumunan orang, ke parkiran.

"Aw!" rintihku.

Mingi membuka pintu mobilnya dan mendorongku untuk masuk ke sana. Aku agak terkejut karena Mingi mengemudikan mobilnya sendiri, tanpa kak Jinsung.

"Kita mau ke mana--AAAA!!"

Mingi menginjak pedal gasnya dalam-dalam dan melajukan mobilnya dengan cepat meninggalkan parkiran. Aku bersusah payah memakai sabuk pengaman karena Mingi benar-benar mengemudi seperti orang gila.

Jantungku berdetak dengan kencang. Kecelakaan bisa terjadi kapan saja, apalagi dengan kecepatan tinggi seperti ini, kau seperti menjual jiwamu pada setan.

Mingi membawaku keluar dari kota, masih di jalan besar, namun sepi akan kendaraan yang melintas. Aku mengerutkan dahiku, Mingi menepikan mobilnya tanpa berkata apapun.

Dengan napas yang masih tidak beraturan, aku menatap Mingi dengan tatapan bingung, meminta penjelasannya. Pria itu tampak tenang sekali, tidak sepertiku yang hampir kehilangan nyawa di sesi kebut-kebutan tadi.

Mingi menoleh menatapku dengan tatapan dinginnya. Ia menatapku lekat, membuat nyaliku ciut seketika.

Aku benci mengatakan ini dan aku tahu jika ini bukan waktu yang tepat, but he looks too damn hot while he staring me like that.

Mingi tiba-tiba mengulurkan tangannya dan menggapai daguku. Ia membuat mataku bertemu dengan matanya dan sungguh, jantungku berdetak cepat sekali.

"Let's talk about our affair," ucap Mingi, kemudian melepaskan tangannya.

"Dari mana kamu tau kalo aku butuh uang? Kenapa kamu dateng tiba-tiba?" tanyaku.

"Apa kamu berpikir kalo saya yang ngatur semuanya sampe adek kamu masuk rumah sakit? Ck, saya bukan Tuhan," ucap Mingi. "Saya punya banyak mata dan telinga, dan saya juga punya uang buat bayar mata dan telinga."

Oke aku paham ia kaya, tapi bagaimana bisa?

"H-how can I pay?" tanyaku lagi sambil merendahkan suaraku. Mingi menakutkan, bodohnya aku tidak pernah terpikirkan akan hal itu.

Mingi menyunggingkan sebuah seringaian. "You already know how to pay," jawab Mingi.

Oh Tuhan.

Aku menggigit bibir bawahku, "Be your slave."

Mingi tersenyum. "Great," ucapnya.

Pria itu kembali mengulurkan tangannya dan membelai rambutku. Aku pasrah, tidak ada hal lain lagi yang bisa aku andalkan untuk membayar semuanya.

"Saya akan bayar semua biaya perawatan adik kamu sampai adik kamu benar-benar sembuh. Tapi, tentu semuanya gak gratis, sayang," ucap Mingi.

"A-aku akan lakukan apapun yang kamu mau, tapi tolong, bantu aku menyembuhkan James," pintaku.

Aku memohon dengan seluruh jiwa dan ragaku. Aku tahu biaya pengobatan James sampai ia benar-benar sembuh akan menghabiskan uang yang banyak sekali. Aku rela menjadi boneka Mingi, asalkan James tidak menderita lagi.

"Ok. Perjanjian pertama, seperti yang udah kamu bilang, you will be my slave, my baby girl," ucap Mingi. "Perjanjian kedua, kamu kerja di rumah saya, sampai dua bulan setelah adik kamu dinyatakan sembuh dan bisa keluar dari rumah sakit. In this case, kamu tinggal di rumah saya."

Aku menelan salivaku. Tinggal di rumah Mingi, berarti ia akan bebas melakukan hal itu kapan saja dan tubuhku akan benar-benar hancur jika ia menggempurku seperti biasanya.

"Oke," jawabku dengan berat hati. "Dengan satu syarat, don't do it rough. Badanku selalu sakit."

Mingi tertawa. Ia membenarkan posisi duduknya menjadi benar-benar menatapku intens. Nyaliku kembali menciut.

"Am I too rough?" tanya Mingi. Ekspresinya tiba-tiba melunak. "Well, I'll do it softly. Tell me whenever I'm too rough."

"Satu hal lagi, call me daddy when I'm around. Ok, kitten?"

Oke. Sandiwara telah dimulai.

"Deal," ucapku.

"Huh? I can't hear your voice, kitten,"

"Yes, daddy,"

sucikan sucikan

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

sucikan sucikan

sumpah ya bucinku ke mingi udah gak tertolong lagi

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

sumpah ya bucinku ke mingi udah gak tertolong lagi

lafyutu daddy

Rewrite The Stars ➖Mingi ATEEZ [✔]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang