Sinbi mengacak acak rambutnya secara kasar, kini ia mulai geram dengan pria bergigi kelinci itu. Bagaimana tidak, pria itu terus mengikutinya dan terus memunculkan wajahnya dimana saja. Terakhir kali, pria itu memunculkan kepalanya dari sela sela lemari buku di perpustakaan saat Sinbi tengah asik membaca. Pria itu juga pernah memunculkan kepalanya dari kain pembatas saat Sinbi sedang beristirahat di UKS. Ya, dari semua kejadian itu, ia hanya memunculkan kepalanya. Ya, hanya kepala.
Sudah seminggu ini pria itu terus mengganggunya, Sinbi bahkan sempat berpikir untuk mendaftarkan dirinya kerumah sakit jiwa terbaik di korea karena merasa dirinya akan menjadi gila jika terus terusan di ganggu seperti ini. Tak hanya itu, setiap kali mereka bertemu, pria kelinci itu akan tersenyum padanya. Bagi orang lain, senyuman itu nampak manis, namun bagi Sinbi senyuman itu sama halnya dengan senyum seorang psikopat.
Dan kini, pria itu tengah memunculkan kepalanya dari pintu kantin tak lupa dengan senyumnya. Ya, lagi lagi hanya kepala. Sinbi menatap pria itu geram lalu berteriak membuat semua orang menoleh padanya.
"JIKA KAU INGIN BERTANYA KABAR UMJI LAGI, MAKA PERGILAH!!!" Teriak Sinbi sambil menunjuk pria itu.
Dan benar saja, kepala pria itu perlahan lahan menghilang. Sinbi mengela nafas lega, ia lalu melanjutkan makannya yang sudah beberapa kali terhenti. Tapi sepertinya keinginan Sinbi untuk makan kali ini harus terhenti karena ada yang lebih buruk dari sekedar kepala. Pria itu kini melangkah mendekat kearah Sinbi yang membuat gadis itu meringis.
"Melihat kepalamu seminggu ini saja sudah membuatku gila, sekarang malah melihat seluruh tubuhmu," ucap Sinbi dengan suara yang terdengar hampir menangis. "Siapapun tolong selamatkan aku dari kegilaan ini,"
"Ayolah! Aku hanya ingin menanyakan kabarnya,"
"Aku sudah bilang aku tak tau kabarnya,"
"Hah... sahabat macam apa kau ini,"
"Yak! Jungkook-ssi! Menjawab telfonku saja tidak ada, bagaimana aku bisa tau kabarnya? Lagi pula kenapa tidak kau cari tau sendiri saja?"
"Kau kan tau di sangat membenciku saat ini,"
"Memangnya aku perduli? Itu urusanmu,"
"Hah... kau jahat sekali, jika kau tak ingin memberitau kabarnya kepadaku, aku akan mengganggumu selamanya,"
"Se-selamanya?"
"Hmm... eotte?" Jawab Jungkook menganggukkan kepalanya dengan mantap.
(Bagaimana?)Sinbi kembali membayangkan kesengsaraan yang ia alami seminggu ini. Ia lalu mulai berpikir ia akan benar benar mendaftarkan dirinya kerumah sakit gila terbaik di korea, tidak, mungkin terbaik di seluruh dunia. Sinbi meringis saat memikirkan hal gila itu.
"Baiklah! Aku akan berkunjung kerumahnya. Tapi kau harus janji setelah ini, kau akan menghilang dari hidupku dan membiarkanku untuk hidup tenang,"
"Arasseo!" Jawab Jungkook enteng. "Tapi jika kau tak mengabariku apapun, akan ku pastikan akan mengganggumu selamanya,"
Sinbi berusaha menelan ludahnya dengan susah payah. "Se-selamanya?"
"Selamanya...nya...nya...nya...nya..." ucap Jungkook setengah berbisik sembari melangkah meninggalkan Sinbi.
.
.
.Sinbi menatap Umji untuk kesekian kalinya. Dan setiap kali ia melakukan itu, selalu di akhiri dengan hembusan nafas yang kasar.
"Umji-ya!" Panggil Sinbi akhirnya membuka suaranya.
Sinbi kembali mengehembuskan nafasnya kasar karena yang di panggil hanya diam, bahkan tak bergerak.
"Sudah satu minggu kau tak kesekolah, apa kau akan selalu seperti ini?" Tanya Sinbi yang mulai tak perduli jika Umji akan mencampakkan nya. "Kau tau? kita memang tidak dilarang untuk bersedih, tapi ada baiknya kita membebaskan diri dari kesedihan," ucap Sinbi yang entah mengapa nada suaranya terdengar lebih serius.
"Jika kau berada di posisiku, apa bersedih adalah hal yang mustahil?" Tanya Umji dengan nada datar dan tatapan kosongnya.
"Bukan itu maksudku," sela Sinbi. Sinbi kembali menghembuskan nafasnya secara perlahan."dulu aku juga pernah mengalami hal yang sama," ucap Sinbi kembali dengan nada serius.
Umji menoleh kearah sahabatnya itu. Ia mengerutkan keningnya tanda ia tak mengerti maksud Sinbi itu. "Kau pernah mengalami? Bagaimana bisa? Kau saja masih punya orang tua yang utuh," ucap Umji sedikit kesal.
"Yang kau lihat selama ini bukan orang tua kandungku,"
Umji kembali mengerutkan keningnya sambi menunggu penjelasan selanjutnya dari Sinbi.
"Orang tua kandungku meninggal saat aku berusia 10 tahun. Mereka berdua meninggal karena kecelakaan tragis,"
Umji sangat terkejut mendengar penjelasan sahabatnya itu. Mulutnya bahkan sedikit terbuka.
"Kau tau rasanya?" Tanya Sinbi dengan nada yang sangat serius. "Rasanya seperti tenggelam dalam lautan yang sangat dalam dan gelap, dan tak ada orang yang bisa menolongmu. Hatiku hancur, seperti menjadi debu lalu tertiup angin hingga sulit menemukan sebutir saja," mata indah Sinbi kini mulai berkaca kaca. "Hidupku begitu hancur, aku bahkan sempat berpikir untuk mengakhiri hidupku. karena kupikir, untuk apa kau hidup jika kedua orang tuaku sudah tak lagi bersamaku?" Air mata kini mulai lolos begitu saja dari sudut mata gadis itu.
Sinbi lalu menghapus air matanya kemudian menoleh kearah Umji."tapi kemudian aku bangkit. Aku tak ingin jika kesedihan menguasai diriku lebih dalam lagi. Aku pikir, orang tuaku akan bersedih jika melihatku seperti itu. Dan yang pasti, Tuhan sudah merencanakan yang terbaik bagi kita. Dan benar saja, Tuhan memberiku orang tua yang sangat baik kepadaku. Walau itu tak akan bisa menggantikan posisi orang tua kandungku, tapi aku bersyukur akan hak itu," Sinbi lalu tersenyum pada Umji.
"Tapi kenapa kau tak pernah bilang padaku?" Tanya Umji lagi lagi dengan nada kesal.
"Apa kau pernah bertanya?" Sinbi menjawab dengan nada tak kalah kesal.
"Apa kau ingin kau bertanya padamu seperti 'yak Sinbi-ya! Apa orang tua sudah meninggal?' Kau gila? Yang benar saja,"
"Ah terserah kau saja," ucap Sinbi akhirnya mengalah karena ia tau ia tak akan menang jika melawan Umji. "Tapi yang pasti aku ingin kau berhenti berlarut larut dalam kesedihan seperti ini, hatiku sakit melihatmu seperti itu, apa kau tau itu?"
"Aku tak tau, dan tak ingin tau,"
"Yak! Aku sudah bercerita tentang masa laluku yang menyedihkan padamu, aku bahkan sampai mengeluarkan air mata suciku ini,"
"Arasseo! Akan kucoba"
(Baiklah)"Baiklah, aku pulang! Aku tak mau tau, saat aku datang, kau harus ada di sekolah besok. Apa kau mengerti?" Ucap Sinbi sambil melangkahkan kakinya pergi.
"Arasseo,"
Langkah Sinbi terhenti, ia lalu berbalik menoleh ke arah Umji.
"Aku tak tau harus mengatakan ini atau tidak, tapi Jungkook terus mencarimu,"Mendengar perkataan Sinbi, Umji sedikit terkejut, namun ia tak ingin menampakkannya pada Sinbi. Hatinya sedikit bergetar saat mendengar perkataan sahabatnya itu.
"Dia terus menghantuiku, dan bertanya tentang kabarmu, hahhhh... dia muncul dimana saja seperti hantu. aku bahkan hampir memukulnya," ucap Sinbi kembali dengan nada kesal.
"Arasseo! Pergilah! Kau membuat kepalaku sakit,"
"Hahhh... gadis gila ini mengusirku," gumam Sinbi.
"Apa kau bilang?"
"Eoh? Aku bilang apa? Aku tak bilang apa apa. Ya sudah, aku pulang, annyeong!"
Kali ini Sinbi sudah benar benar pergi. Pada saat itulah Umji kembali memikirkan perkataan Sinbi.
'Benarkah dia mencariku'
Ucap Umji membatin.Tanpa sadar ia mengukir senyum. Namun sesaat kemudian ia menghampus senyumnya.
"Apa aku benar benar akan membencimu?" Gumamnya.
.
.
.
KAMU SEDANG MEMBACA
Not a Bad Girl [End]
Teen FictionJUDULNYA DI GANTI YGY HEHE TAHAP REVISI PERHATIAN!!!!!!!! DILARANG MEMBAYANGKAN UMJI YANG ASLINYA IMUT NYA KAYAK SAYA. BAYANGKAN SAJA UMJI SEPERTI YANG DI COVER OK? CERITA INI MURNI DARI PEMIKIRAN SAYA, JADI KALAU ADA KESAMAAN DALAM UNSUR APA SAJA...