Civic itu melaju cepat, menerjang angin malam di sepanjang jalanan panjang Cipaganti. Juna meminta Mika menunggunya di PVJ.
'Aku liat snapstory-nya Viant. Katanya kamu batal makan sama dia.'
Juna mengingat ucapan Mika ketika menelfonnya tadi.
'Aku kira Viant lagi di Jakarta. Tapi pas aku dm tadi, dia ada di Bandung. Berarti kamu yang ke Bandung. Sampai kapan, Jun?'
Juna menggemerutukkan giginya. Tak tahu apakah ia harus mengomeli Viant besok atau menerimanya saja. Ia bukannya tak mau menemui Mika. Kalau dipikir-pikir, tiga bulan di Bandung tak mungkin ia tak akan memeriksa Mika. Lelaki itu punya janji.
Juna memerhatikan kondisi jalanan yang ramai lancar. Berbekal GPS dan sisa-sisa ingatannya tentang jalanan Bandung, dengan mudah ia menemukan jalan tercepat. Lelaki itu mengurangi kecepatan kendaraannya, mencari jalanan masuk ke tempat parkir mobil.
Begitu memarkirkan mobilnya, Juna tak langsung turun. Lelaki itu duduk bersandar di dalam mobil, menangkup wajahnya yang lelah. Tak begitu lama, lelaki itu akhirnya memutuskan untuk turun.
Sebuah denting terdengar dari ponselnya.
Pesan dari Mika.
Udah di mana? Aku lagi waiting list di Sushi Groove, ya. Ga jauh dari tempat drop off. Yang banyak jendela tempatnya. View-nya kalau malem bagus.
Juna merasa langkahnya berat. Lelaki itu berulang kali mendesah lelah. Namun sepelan apa pun ia melangkah, ia tetap sampai di Sushi Groove. Juna akhirnya menemukan yang ia cari.
Rambut lurus berwarna cokelat gelap yang ujungnya melewati pundak itu menarik perhatian Juna. Tinggi badannya yang mungkin sekitar seratus enampuluhan senti itu masih Juna ingat. Mikaila Biyantania.
"Mik?"
Perempuan itu tertegun sedetik-lalu buru-buru menoleh cepat ke belakang.
Juna tak salah, perempuan itu memang Mikaila. Di suasana restoran yang terang, warna blush on oranye yang menghias pipi pucat perempuan itu terlihat samar. Senyumnya mengembang melihat lelaki yang ditunggunya akhirnya muncul.
"Juna!" perempuan itu buru-buru melambaikan satu tangannya.
Juna tersenyum tipis dan mendatangi Mika.
Begitu Juna berdiri di hadapannya, perempuan itu merentangkan tangannya-memeluk Juna tanpa aba-aba. "Jun..."
Juna menepuk punggung Mika lalu mundur, melepaskan pelukan Mika.
"Kenapa ga mengabariku kalau kamu ke Bandung?"
"Belum sempat."
Mika tersenyum ramah. Dalam jarak dekat begini, rona di pipi pucat perempuan itu menggelap. Membuat wajah Mika terlihat lebih cantik. Perempuan itu dengan mudah menjadi bahan perhatian beberapa pasang mata-membuat Juna merasa risih karena Mika masih tetap berbalik memandanginya.
"Yang penting kamu di sini sekarang."
Juna berdeham. "Tuh, kamu pesan sesuatu, kan? Ditunggu pelayannya."
"Aku mau pesen flying fish roll sama tuna salad inari . Mau pesan juga?" tawar Mika. "Kamu ga jadi makan malam sama Viant, kan? Aku sempet ajak dia tapi ga dibales."
Juna mendongak, memandangi gambar-gambar menu di dinding atas stan.
"Mau pesen Krakatau roll? Itu masih menu kesukaan kamu, kan?"
Pandangan mata Juna terhenti di salah satu poster menu makanan. Bukannya sushi, Juna malah membayangkan garang asem daging. Lelaki itu menelan ludah. Ingat bahwa beberapa saat lalu ia masih tingal di apartemen asistennya dan meminta Hana memasak menu itu. Ada sesuatu yang terasa mengganjal di dadanya-membuat lelaki itu merasa bersalah.
![](https://img.wattpad.com/cover/164687827-288-k427368.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
perfect love
Fanfiction𝐟𝐭. 𝐤𝐢𝐦 𝐬𝐞𝐨𝐤𝐣𝐢𝐧 "If God can take away something you never imagined losing, then God can replace it by something you never imagined owning."