27

99 17 12
                                    

Hana masih melipat selimut yang Juna gunakan ketika tidur di sofa semalam ketika lelaki itu telah selesai mandi pagi. Suasana hangat apartemen membuat Juna merasa nyaman pagi ini. Kalau Hana tak membangunkannya setengah jam yang lalu, ia akan memilih untuk tetap tidur dan tinggal di apartemen.

Sayangnya, ini masih hari aktif kerja.

"Pak Juna mau balik ke rumah atau ke Pak Viant? Saya ke kantor sendiri saja."

Juna langsung menggelengkan kepalanya. Lelaki itu mendekat pada Hana, berdiri di belakang Hana yang duduk menata selimut dan bantal. Perempuan itu mendongak respons Juna yang lebih jelas. "Aku sudah kirim pesan ke Iyan supaya dia bawa kemeja dan celana ganti untuk kupakai."

Hana mengangguk dua detik sebelum mata perempuan itu membulat sempurna. "Eh? Pak Juna bilang kalau tidak pulang?"

"Iya, aku bilang kalau aku menginap di sini."

Hana membuka mulutnya, tapi suaranya tercekat di tenggorokan selama beberapa saat. "Ta-tapi... nanti Pak Viant akan... akan menyebar berita, menggoda Pak Juna, atau malah... m-malah menggoda saya."

"Tidak. Dia memang usul. Itu karena dia tahu kamu naksir aku," goda Juna-mengerling pada Hana.

"Hah? Apa?"

"Itu karena kamu nyuri fotoku saat tidur."

"B-bagaimana-" Hana makin terpekur. Berpikir sejenak, Hana langsung paham. Ini pasti ulah Rara.

"Kamu tadi nyuri fotoku saat tidur lagi?" tanya Juna iseng.

"Tidak!"

"Oh, ya?"

"Tidak... sempat," keluh Hana lirih.

Juna tertawa renyah sambil mengacak rambut Hana. "Tenang, soal Iyan, dia tidak akan berani bawel seperti biasa. Aku sudah bilang kalau mulai semalam, kita bersama."

Bersama...

Hana merasa sesuatu yang hangat menggelitik dadanya dan jatuh hingga ke dasar perutnya.

Juna mengecup kening Hana pelan, menyibakan helai-helai poni Hana, lalu menjatuhkan ciumannya di ujung hidung Hana. Perempuan itu memejamkan mata, membiarkan bibir lembut yang perlahan berangsung menyapu bibirnya.

Sebuah sapaan pagi sepasang kekasih baru.

"Oh, iya. Kalau di luar kantor, jangan panggil aku 'Pak' atau bicara dengan 'saya-saya. Kamu terlalu formal." Juna melepaskan tautan bibirnya perlahan.

"Oke, Pak."

Keduanya tertawa.

"Masih ada waktu banyak sebelum ke kantor. Kumasakkan sesuatu, ya? Semalam kita hanya makan roti bakar."

"Mau membuat apa?"

"Chicken chowder atau mau pakai udang? Sepertinya ada wortel dan kentang di kulkas semalam. Pak Ju-maksudku, kamu udah selesai mandi, kan? Tinggal sarapan..."

Juna memicingkan matanya. "Memangnya aku kelihatan seperti belum mandi?" tanya Juna sembari mendengus pelan.

Hana tertawa. "Habisnya, masih memakai kemeja yang sama seperti kemarin."

"Memang bagusnya aku lepas pakaian saja, ya?"

Hana menggembungkan pipi. Perempuan itu lalu mencondongkan tubuhnya, mendekat ke lekuk leher Juna yang terbuka-beberapa kancing kemeja lelaki itu dibiarkan terbuka-dan mengendus aroma tubuh Juna.

"Memang bau sabun," bisik Hana. "Oke, aku percaya."

Hana melempar kecupan ringan selama dua detik di leher Juna, lalu berangsung mundur-bersiap bangkit dan bergegas ke dapur sebelum akhirnya Juna menahan pergelangan tangan Hana, membuat Hana heran.

perfect loveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang