33

87 15 4
                                    

Saat penanda lampu lalu lintas berubah warna menjadi merah, sembari menunggu angka detikan di perempatan itu berubah menjadi angka digital berwarna hijau, Juna melirik Hana yang menyandarkan kepalanya sambil memandangi jalanan di sisi kiri mobil—memandangi pengendara motor di luar sana. Mata Juna teralih pada tas plastik di pelukan Hana. Ketika Juna mempertanyakannya, Hana menoleh dan mengeluarkan isinya.

Ada sepasang syal, dengan rajutan inisial nama yang kecil di salah satu sudutnya. Satu berwarna biru terang, satunya merah bata dengan sedikit rajutan hitam.

Hana melingkarkannya pada leher Juna.

Perempuan itu tersenyum lebar.

"Cuaca di luar sedang panas."

"Kalau begitu, pakai saat di apartemenku. Akan kuturunkan suhu AC di apartemen biar kamu bisa memakainya tiap kamu ke sana," rajuk Hana.

Juna tak bisa membantah. Hana punya alasan tersendiri.

"Yang biru untuk Alika. Adikmu suka warna biru? Tirai bambu ini juga harus kamu bawa pulang ke Jakarta."

"Apa... yang dia katakan?"

"Superman juniornya sudah besar."

Juna kehilangan kata-katanya. Lelaki itu melajukan lagi mobionya. Lelaki itu menggerakkan bahunya naik, membuat lilitan syal yang melingkar di lehernya ikut naik-menutupi dagu hingga ke mulutnya. Lelaki itu menggigit bibirnya, menyembunyikan senyum tipis yang berasal entah darimana.

Hana menyadarinya.

"Terima kasih telah melakukannya." bukan Hana yang seharusnya berterima kasih. Tapi sepertinya, perempuan itu senang dengan kenyataan bahwa Juna sudah menerima segalanya juga menerima mamanya kembali ke dalam hatinya yang sempat membeku-memaafkannya perlahan. "Sekarang kamu Superman-ku."

Dengusan dan tawa kecil Juna mengudara untuk pertama kalinya hari ini.

****

"Kita cari makan, ya."

"Gimana kalau belanja? Masak di apartemenmu?" tawar Juna.

"Ini sudah sore. Kalau aku masak jam segini kamu pasti akan ketiduran setelah makan malam. Lama-lama aku akan ngasih kamu invoice tagihan nginep di apartemenku."

"Kalau aku nginep di hotel, wajar kalau aku bayar biaya inap per malam. Di apartemenmu aku cuma dapet sofa."

Hana menyipitkan matanya. "Kamu tidur di kamar, terus aku tidur di mana? Di kamar juga?" Hana mendecak.

"Kenapa diperjelas?"

Hana mencubit lengan Juna. "Jangan bicara yang nyerempet-nyerempet gitu. Aku belum sebulan jadi pacarmu," keluh Hana.

"Sorry, then," jawab Juna-masih tertawa. "Aku ingin ngobrol banyak. Ada banyak hal yang ingin aku bicarakan sama kamu. Tentang papa, Alika, tentang banyak hal yang aku ingin kamu tahu."

"Oke, kita ke Carrefour atau Transmart. Aku terpikir untuk bikin puding. Mau?"

"Boleh."

Mobil itu melaju cepat. Langit berubah sore. Kendaraan mulai mendominasi jalan raya. Juna melaju menaiki fly-over. Matanya menangkap bangunan Carrefour di sisi kanan jalan. Lelaki itu segera mengambil jalur kanan, bersiap mencari jalan putar balik di depan sana.

Hana mengulum bibirnya. Perempuan itu menoleh pada Juna, sementara Juna menepikan mobilnya ke jalur kanan, beriringan dengan beberapa mobil lain yang bersiap mengambil arah yang sama. Menyadari Hana yang memandanginya, Juna menoleh balik. "Ada apa?"

perfect loveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang