25

83 18 5
                                    

Tempat itu begitu luas. Dari tempat parkir mobil, keduanya harus berjalan cukup jauh hingga bisa melewati pintu masuk pasar malam. Warna-warni lampu akan terlihat terang begitu masuk ke pasar malam-juga suara bising kereta kelinci, helikopter mini, dan bianglala sangkar. Juna dan Hana berjalan pelan. Jika keduanya mendongak, beberapa bintang dan awan yang tak jauh dari jangkauan sinar bulan akan terlihat cukup jelas.

Pemandangan pengunjung pasar malam yang duduk-duduk-yang kebanyakan adalah pasangan muda-mudi-cukup membuat pandangan Juna teralihkan. Namun tiap ia menengok ke arah Hana yang berjalan satu langkah di depannya, lelaki itu tahu kalau sosok belakang perempuan itu bisa merenggut seluruh fokusnya.

Perempuan itu mengenakan pakaian kerja model terusan panjang selutut berwarna hijau mint dengan obi kecil berwarna putih yang melingkari pinggangnya. Sementara itu, rambutnya yang panjang tergerai rapi ke belakang.

Kalau dipikir, perempuan seperti Hana harusnya cukup mudah mencari pasangan. Ia bilang mantan, kan, tadi? Ke mana kekasihnya itu? Cara perempuan itu bicara, menginterprestasikan luka yang dalam, seolah Hana-lah yang disakiti. Sebagus apa mantan kekasihnya sampai bisa menyakiti perempuan sebaik Hana?

"Kita ambil roti bakar dulu, ya, Pak?" tawar Hana sambil menoleh ke belakang-tetap tak menghentikan langkahnya.

Juna hanya mengangguk. Di bibirnya terselip senyuman, merasa dadanya hangat melihat antusiame Hana. Satu jenak, Juna merasa kesedihan perempuan itu sampai padanya tadi, namun turun dari mobil, wajah perempuan itu berubah cerah. Juna pun mempercepat langkah-mencoba menyejajari Hana, berjalan berdampingan.

Hana menghentikan langkah tak jauh dari pintu masuk. Perempuan itu mengulurkan tangan kirinya, menahan langkah Juna dengan memegang lipatan lengan kemeja putih lelaki itu di ujung sikunya.

"Bentar, Pak."

Juna tak bertanya. Perempuan itu melepaskan pegangannya dan berbelok pada salah satu kios. Sebuah stan hewan pengerat.

"Unyunyaa," desis Hana yang disambit senyum ramah penjual kelinci dan hamster.

"Boleh dipegang, kok, Teh."

Hana dengan senang hati menelusupkan jemarinya di lubang-lubang kandang kelinci untuk mengelus hewan bermata ruby yang cantik tersebut. Perempuan itu terus-terusan menggumamkan 'unyu' berulang kali. Hana begitu terpukau dengan kelucuan hewan-hewan berbulu di hadapannya.

Sementara, Juna terpukau dengan Hana.

"Beli aja, Teh," tawar si penjual. "Yang abu-abu juga lucu. Atau hamster?"

Hana menarik tangannya. Perempuan itu menangkup pipinya sendiri, gemas.

"Kamu mau beli?" tanya Juna-mendekatkan bibirnya di telinga Hana, berharap perempuan itu mendengar suaranya lebih jelas di kebisingan pasar malam.

Hana menoleh dan kaget mendapati wajah lelaki itu begitu detak.

Sontak, keduanya saling mundur setengah langkah.

Hana menggigit bibirnya dan mengalihkan pandangannya ke sana kemari. Perempuan itu menggeleng pada si penjual dan buru-buru menarik lengan Juna pergi. Beberapa langkah menjauh, keduanya melewati stan-stan penjual jaket dan kaos-kaos oblong.

"Kenapa tidak jadi beli?"

"Bingung merawatnya. Saya, kan, tinggal di apartemen sendirian."

Juna mengangguk paham.

"Lagipula, errr, Pak Juna tau tidak, hamster itu memang imut. Tapi mereka lumayan kejam. Induknya memakan anaknya sendiri."

Mata Juna melebar. "Oh, ya?"

perfect loveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang