Meja Juna bersih. Lelaki itu tak ada di ruangan. Entahlah, Hana tak tahu apakah hari ini Juna datang ke ruangan ini atau tidak. Namun perempuan itu menemukan setangkai mawar putih di atas mejanya, tergeletak di atas tumpukan kerta berkas yang berserakan di sana. Hana melangkah pelan ke pintu ruangan, melongok ke luar. Pegawai-pegawai yang lain sibuk sendiri dengan urusan masing-masing. Jadi, ini mawar siapa?
Perempuan itu meraih tangkai mawar putih itu, membelainya. Kelopaknya masih segar. Wangi bunganya yang menguat membuat Hana tersenyum. Mood perempuan itu mendadak tenang---padahal ia tadi sempat dibuat bingung dengan ucapan terakhir Viant.
Istimewa?
Kenapa kedua GM itu gemar sekali membuatnya bingung?
Beberapa detik termenung, Hana akhirnya mengabaikannya. Perempuan itu mengisi sebuah gelas bening dengan air putih, mengisinya separuh dan memasukkan ujung tangkai mawarnya ke dalam gelas. Perempuan itu meletakkan gelasnya---yang berubah menjadi vas dengan sebuah bunga tunggal---tak jauh dari iMac-nya yang menyala.
Hana memejamkan matanya sejenak. Punggungnya tersandar di kursi duduknya. Sekitar sepuluh detik, perempuan itu membuka kelopak matanya lagi. Pandangannya lebih cerah. Hari ini hari Jumat. Weekend. Ia harus bersemangat. Tidak ada waktu untuk memikirkan Juna ataupun Viant. Biarlah.
Hana mengetikkan pesan chat pada Rara. Sore nanti ia dan Rara pulang bersama.
****
Jumat selalu berjalan dengan cepat. Hana hampir tak sadar kalau ia duduk di kursinya dan tak ke mana-mana sampai jam pulang kerja. Kemarin-kemarin, ia akan sering berpindah tempat, ke sana kemari menguruai berkas-berkas pekerjaan ke bagian-bagian departemen yang lain. Mengaku atau tidak, Hana memang menghindari lelaki itu. Ingin marah tak bisa, ingin bersikap baik-baik saja, akan terasa susah.
Tapi sebenarnya hari ini ia sudah membaik.
Hana membereskan mejanya sembari sesekali melirik meja atasannya. Kenapa mendadak Hana jadi merasa bersalah karena sempat 'mendiamkan' Juna? Hana mengerutkan alisnya. Perempuan itu memiringkan kepalanya, mencoba berpikir.
Telepon ruangan berbunyi.
"Ketemu di lorong lobby, ya, Han." suara Rara.
Hana mempercepat gerakannya, merapikan meja, dan menata berkasnya ke dalam filling cabinet. Perempuan itu meraih tasnya. Mendadak iris matanya kembali tertambat pada mawar putih yang membuat mood-nya terasa membaik berjam-jam belakangan.
Kalau bunga itu ia tinggalkan, ia tak yakin Senin besok bunga itu akan tetap ada di mejanya. Mungkin layu atau dibereskan oleh OB yang biasa membersihkan ruangannya.
Tangan kanan Hana yang tak memegangi tas menggenggam tangkai bunga mawar dengan erat. Seringkali perempuan itu mengangkat tangannya, menghantarkan kelopak-kelopak wanginya tepat di bawah indera penciumannya.
Berulang kali Hana menyesap wanginya---dan tersenyum teduh.
"Han!" panggilan itu membuat Hana menoleh. Rara berlari pelan dari arah tangga.
"Kamu dari mana?'
"Dari ruangan bagian keuangan di atas. Gocar-nya udah datang belum?"
"Perkiraanku, sih, belum. Palingan lima menitan."
Rara mengangguk-angguk. Perempuan itu merapikan tasnya sembari menghampiri Hana. Alis kiri perempuan itu naik ketika matamya menemukan setangkai bunga bersemayam rapi di genggaman Hana. "Apa itu? Kok bawa-bawa kembang?"
"Ada di ruangan. Daripada kutinggal, mending kubawa pulang."
Mulut Rara terbuka lebar. "Wah, dari siapa?"
Hana menggeleng tak tahu.
"Penggemar rahasia, ya? Jangan-jangan Pak Juna! Romantis banget pake mawar!"
Hana memelototi Rara. "Jangan sembarangan. Aku aja ga ketemu orang itu seharian. Jangan nyebar gosip!" omel Hana.
Rara tertawa.
"Kadang aku beneran pengen ngelakban mulutmu. Sungguh."
Rara langsung menutup mulutnya yang tertawa lebar. Kali ini cekikikan. "Aku mau ke kamar mandi bentar. Kamu tunggu di depan, deh."
Hana hanya menggeleng-gelengkan kepalanya ketika perempuan itu berbalik ke arah berlawanan yang dituju Rara. Rara sendiri tak tahu kenapa ia senang sekali menggoda Hana soal Juna. Sejujurnya, mungkin Rara sedikit banyak berharap kalau Hana mau belajar membuka hatinya untuk lelaki selain mantan kekasihnya dulu.
"Raisha!"
Rara menoleh. Tak jauh darinya, perempuan seumurannya berlari menghampiri Rara---keduanya berjalan ke direksi yang sama. Kamar mandi perempuan. "Sania? Mau ke mana? Kamar mandi juga?"
"Iya."
Rara hanya tersenyum balik. Sania adalah asisten Viant. Tumben Sania menyapanya.
"Kamu tadi nyebut-nyebut Pak Juna, ya?"
"Hm?" Rara mengerutkan alisnya. Kenapa asisten Viant ini malah membawa topik Juna? "Kenapa, San?"
"Aku ga sengaja lihat kalian tadi."
"Terus?" Rara menghentikan langkahnya di depan kaca wastafel kamar mandi---menaruh perhatian penuh pada Sania yang masih berbicara.
"Itu, lho. Mawar putih yang dibawa Hana."
Rara makin bingung.
Sania mengibaskan tangannya sambil tertawa. "Tau, ga? Tadi pagi tuh Pak Juna diam di ruangan Pak Viang sampai siang, terus orangnya cabut keluar pas jam makan siang. Pas balik, orangnya langsung ke gudang."
"Oh, pantes Hana ga ketemu Pak Juna. Lalu? Apa hubungannya sama mawar yang dibawa sama Hana?"
"Lho, itu mawarnya Pak Juna."
Sedetik, mata Rara melebar sempurna. "Eh, sumpah?"
Sania mengangguk penuh semangat.
"Tebakan ngacoku tadi bener, dong!"
Sekali lagi, Sania mengangguk setuju.
"Yakin, San?"
"Beliau bawa satu buket gede, sih. Tapi tetep aja, berapa gede sih peluangnya ada orang lain yang bawa-bawa buket mawar ke kantor? Itu bunganya Pak Juna. Pak Viant tadi pagi tuh sempet guyonan ke Pak Juna. Yah, aku bukannya nguping. Tapi suara mereka jelas banget. Kamu ngerti banget, kan, Pak Viant itu siafanya seksi-seksi ngebass gimana gitu. Menggema ke mana-mana." Sania terkikik tanpa sadar.
"Ngomongin apa mereka?"
"Pak Viant nyuruh Pak Juna ngasih itu bunga ke Hana, katanya untuk minta maaf atas apa, gitu. Aku ga paham, sih. Tapi Pak Juna awalnya ga mau. Tapi aku sama kagetnya sama kamu pas di lobby tadi, Ra."
Rara benar-benar tak menyangka.
Memang tak salah kalau ia sering menggoda sahabatnya. Pasti ada sesuatu. Rara gemas sendiri.
"Mereka ada hubungan lebih, ya, Ra?"
Rara ingin mengamininya.
****
[Selasa, 6 Agustus 2019]
![](https://img.wattpad.com/cover/164687827-288-k427368.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
perfect love
Fanfiction𝐟𝐭. 𝐤𝐢𝐦 𝐬𝐞𝐨𝐤𝐣𝐢𝐧 "If God can take away something you never imagined losing, then God can replace it by something you never imagined owning."