Juna hanya mengatakan kalau hari sudah terlalu sore. Alasan itu diterima Hana. Keduanya meninggalkan makam dengan Juna yang menyetir mobil ke direksi yang membuat Hana mengernyitkan dahi.
"Bukannya ke Carrefour?"
Juna menjelaskan bahwa ia ada urusan sebentar dengan Viant. Juna tak bisa memikirkannya sendirian. Lelaki itu buru-buru mengirimi Viant pesan. Ia harus mengatakannya pada Viant—kenyataan bahwa Hana sesungguhnya adalah kekasih lelaki yang pernah meninggal karenanya.
Kenapa takdir serumit ini? Kenapa dunia jadi sesempit ini?
Berulang kali Juna menghela napasnya diam-diam. Suara detak jantungnya yang berdenyut terdengar nyaring ke telinganya sendiri tiap ia menahan napas. Ia masih gemetaran. Juna harus menceritakannya pada Viant. Tentang perlukah kenyataan itu diungkapkan pada Hana, atau haruskah ia menyembunyikannya? Kepala Juna terasa penuh.
"Ciwalk?"
Juna hanya mengangguk dan keduanya segera turun dari mobil. Juna melangkah dengan cepat, hampir meninggalkan Hana yang terlihat heran sendiri. Hana memiringkan kepalanya. Perempuan itu menghentikan langkahnya di pintu masuk, memandangi punggung Juna yang masih melangkah di depan sana. Apa yang sebenarnya membuat laki-laki itu begitu terburu-buru?
Juna hampir berbelok saat ia sadar Hana tidak ada di sampingnya. Lelaki itu menoleh ke belakang dan mendapati Hana masih berdiri tak jauh dari pintu masuk. Juna berbalik, kembali mendatangi Hana.
"Kok berhenti?"
Hana tertawa pelan. "Kamu itu kenapa? Kok jalan kaya dikejar setan gitu?"
Juna tersenyum tipis, tak tahu harus menjawab apa.
"Kita ke mana?"
"Ke atas. Viant bilang dia lagi di Masterpiece. Kita susul dia, ajak turun cari makan. Kamu boleh pilih tempatnya nanti. Tinggal turun satu lantai, kan?"
Hana mengangguk-angguk. "Oke."
Tahu Hana masih memandanginya dengan tatapan penasaran, Juna tersenyum lagi. Lelaki itu meraih jemari Hana dan menggenggamnya. Beriringan, keduanya berjalan kembali. Langkah Juna tak secepat tadi, namun Hana masih merasakan sesuatu yang tak biasa pada Juna.
Hana memandangi tangan kanannya yang digenggam erat. "Sampai digiring begini. Takut aku ilang kaya anak ayam, ya? Takut aku ilang di sini?"
Lelaki itu menjawabnya dengan genggaman tangan yang makin erat.
Hana tersipu sendiri.
"Iya..."
Juna memang takut kehilangan Hana—untuk alasan yang berbeda.
****
Viant segera keluar dari ruang karaoke. Lelaki itu memandangi ponselnya. Ada pesan Juna yang menyatakan kalau laki-laki itu sudah dalam perjalan menghampirinya. Viant menoleh ke pintu ruangan karaoke beberapa detik, teringat perempuan di dalam sana yang ia temani seharian ini.
Ada apa Juna mencarinya tiba-tiba sampai menyusul ke sini?
"Yan, kamu ke mana?" Mikaila memanggilnya.
Viant berbalik. "Aku mau ke lobby. Nanti aku balik."
"Oh... oke. Habis ini lagu yang kamu pilih. Kalo udah habis semua list-nya, kita cari makan," ungkap Mikaila sambil tersenyum lembut.
"Oke." Viant hampir berbalik lagi ketika Mikaila memanggilnya lagi.
"Thanks, ya."
"Ga masalah. Aku hari ini memang senggang dan kita ketemu."
KAMU SEDANG MEMBACA
perfect love
Fanfiction𝐟𝐭. 𝐤𝐢𝐦 𝐬𝐞𝐨𝐤𝐣𝐢𝐧 "If God can take away something you never imagined losing, then God can replace it by something you never imagined owning."