Rara : Aku ngajak anak-anak komunitas foto. Ada pameran kuliner Jepang dan Toys Fair di Sabuga. Alya dan Diva bakalan dateng. Kali aja ada model seliweran di dekat mereka. Aku udah request supaya dicariin cowo yang ga ganteng tapi ga jelek. Kita kopi darat!
Rara tahu betul kisah cinta Hana dengan Nathan yang berakhir miris. Lima tahun ini, Hana tak pernah benar-benar menjalin hubungan dengan laki-laki mana pun. Hanya ada beberapa rekan kerja yang berbeda divisi di kantor yang menjadi teman flirting atau dekat selayaknya sahabat saja. Sejak hubungannya berakhir dengan Nathan, Hana tak ingin mencari pasangan.
Perempuan itu takut mencintai.
Terlalu mencintai bisa berakhir terlalu tersakiti saat sebuah hubungan harus diakhiri. Lebih baik perempuan itu menunggu ada laki-laki yang sangat mencintainya. Setidaknya, itu cukup menjamin bahwa ia tak akan diselingkuhi lagi suatu saat nanti.
Hana menjawab chat Rara sekenanya. Atasannya ada tepat di depan mata, ia tidak bisa lama-lama membuka window chat. Hal inilah yang dijelaskan Hana pada Rara. Namun, Rara ternyata tak bisa dihentikan begitu saja.
Rara : Hei, deket berhari-hari sama orang itu, gimana ya rasanya? Dia ganteng banget, yaa?
Hana menggelengkan kepala-tak habis pikir dengan tabiat sahabatnya. Perempuan itu tanpa sadar melirik Juna. Hanya beberapa detik dan Hana menundukkan pandangannya lagi.
Tapi Rara memang benar. Sial.
Sahabatnya itu memang tak salah. Mendapat sikap dingin dari Juna membuat Hana hampir tak menyadari pesona fisik lelaki itu. Baru saat konsentrasinya penuh begini, Hana tersadar bahwa ucapan Rara sama sekali tak main-main. Lelaki itu berbeda dengan Viant yang sering sekali mengganti warna rambutnya. Juna memiliki rambut hitam kelam yang dipangkas rapi. Di bawah hidungnya, ada kumis tipis yang mungkin dua hari ini belum tercukur.
Laki-laki itu terlihat memukau. Berbeda dengan Viant yang sering menguarkan bau rokok di seluruh tubuhnya, Juna cenderung... wangi.
Tidak. Kenapa tadi ia berpikir lelaki itu wangi? Tanpa sadar, Hana mengendus udara-lalu mendesah lirih.
"Kamu kenapa?"
Hana sontak menoleh pada Juna. Lelaki itu tengah menatapnya baik-baik.
Hana buru-buru menutup layar window chat-nya dengan Rara. Ia lalu segera menggelengkan kepala kuat-kuat. Bahunya tampak tegang.
Juna terlihat mengerutkan alis. Namun, lelaki itu lalu seolah mengabaikannya dan kembali mengurus berkas-berkas di mejanya. Hening kembali menyeruak. Hana langsung menunduk, memandangi layar laptopnya. Window chat dengan Rara sudah tak lagi tampak di sana. Namun dalam hati, Hana ingin merutuki Rara juga merutuki dirinya sendiri. Sungguh, berurusan dengan Juna membuatnya seolah mudah terkena serangan jantung.
Mungkin karena Juna atasan yang harus ia segani. Iya, pasti karena itu.
Ah, sudahlah.
"Kamu lembur hari ini?"
Hana mengangkat pandangannya lagi. Juna tak menatapnya, tapi Hana memang menanyakannya. Perempuan itu melirik penanda waktu. Duapuluh menit lagi jam pulang kerja. "Sepertinya begitu, Pak. Di luar juga masih hujan."
"Menunggu hujan reda?" tanya Juna-masih tak menatap Hana. Hana menjawabnya dengan dehaman. "Aku dan GM Bandung akan ke gudang sore ini. Kamu siapkan APD seperti biasa," Juna akhirnya menoleh. "Ada perhitungan stok di belakang."
Hana mengangguk. Sepertinya, atasannya ini akan pulang lebih malam darinya.
****
Hana pulang telat lagi. Bukan karena ia menunggu Juna yang sampai detik ini belum kembali ke gedung kantor. Hana tak peduli. Mau lelaki itu menginap di gudang atau tidak, tetap saja bukan itu alasan mengapa Hana belum juga pulang.
Hujan betah luruh ke bumi. Hana kira, langit akan berbaik hati padanya. Namun langit nyatanya awet melimpahkan air dari atas sana. Ia tak mungkin menunggu selamanya. Mungkin hujan tak akan berhenti. Kini, Hana mulai habis kesabaran.
Perempuan itu kemudian berlari. Lagkah-langkahnya membawanya ke tempat parkir motor pegawai. Dengan cekatan, ia mengeluarkan jas hujan miliknya dari dalam jok kendaraan dan mengenakannya. Udara malam makin dingin.
Tak butuh waktu lama untuk melajukan kendaraannya keluar dari halaman perkantoran. Jalanan kompleks pergudangan cukup sepi. Hana dapat merasakan dinginnya udara dan tajamnya tombak air yan menabraki kulit punggung tangannya yang memegang kendali motor. Angin disela hujan yang mengalir di bawah rimbun pepohonan membuat Hana menggigil tanpa sadar. Hujan makin deras.
Hana kedinginan sekali. Ia harus cepat sampai rumah. Bayangan ranjang yang hangat juga air panas untuk mandi membuat perempuan itu tersenyum ketika bermanuver keluar dari kompleks. Beberapa kali kendaraan lain mempercepat lajunya, meskipun beberapa sudut jalan digenangi air. Begitu pula Hana.
Mendadak, sebuah mobil van bercat hitam di samping kanannya membuat Hana terbelalak. Perempuan itu menahan napas ketika disadarinya mobil itu mendadak membanting setir ke kiri, entah menghindari kendaraan lain atau tak sadar motor Hana di samping kirinya. Hana sontak menekan rem sebisanya.
Suara decitan kendaraan memecah suara hujan. Tabrakn tak terhindar. Hana tak bisa lagi menguasai laju motornya ketika perempuan itu terbanting ke aspal basah setelah sisi tubuhnya bertabrakan keras dengan sisi badan sebelah kiri mobil.
Tubuh Hana terseret-meluncur bersama kendaraannya.
****
[Kamis, 9 Mei 2019]
KAMU SEDANG MEMBACA
perfect love
Fiksi Penggemar𝐟𝐭. 𝐤𝐢𝐦 𝐬𝐞𝐨𝐤𝐣𝐢𝐧 "If God can take away something you never imagined losing, then God can replace it by something you never imagined owning."