🌻46🌻

2.1K 108 8
                                    


Jangan lupa vote sebelum baca!!!!!!!
Follow juga ya akun aku, jangan jadi silent readers

SELAMAT MEMBACA😙


🌻🌻🌻

Seperti biasa yang dilakukan oleh Anggota OSIS mereka akan melakukan razia, bahkan kedisiplinan siswa adalah sebagian tanggung jawab mereka. Jendra merasa bosan harus menegur siswa yang memiliki telinga tebal seperti Nediv dan ketujuh sahabatnya itu. Buktinya, mereka berdelapan telah menjadi korban razia.

Sekitar beberapa menit yang lalu Nediv tak sengaja terciduk, apalagi dia yang mengenakan pakaian ketat. Rambutnya juga berwarna. Tentu, sangat mengundang hukuman.

Niatnya untuk membolos dengan cara pergi ke kantin pun urung, sepertinya razia ini yang menjadi karma untuknya dan ketujuh sahabatnya yang lain. Mereka tak berbeda jauh dengan Nediv. Pakaian yang ketat dan rambut berwarna-warni mirip kemoceng.

"Ke lapangan sekarang!"

"Ya ampun babang Davin, kita tuh laper." Wyne masih saja merayu Davin yang sudah berdiri berhadapan dengan mereka.

Davin tidak sendirian, melainkan bersama Jendra yang hanya bisa diam. Bahkan Nediv yang jago untuk beralibi kini diam tak mau berkutik. Tapi semua tahu, diantara keduanya masih terlibat masalah. Bisa disimpulkan bahwa mereka belum berdamai.

"Ini bukan jam istirahat," kata Davin penuh penekanan.

"Yaelah kayak lo gak pernah bolos aja." Keisha pun mencibir.

"Setidaknya kalau bolos gak seceroboh itu sampai kena razia," celetuk Jendra.

Wyne melotot, secara tidak langsung Jendra telah mengatakan keburukan para sahabatnya. "Enak aja lo!"

"Lo nya aja yang gak tau diri, razia gak bilang-bilang. Siapa lo?!"

Jendra mengangkat sebelah alisnya lalu melipat kedua tangannya di depan dada, "Ketua OSIS di sekolah ini."

"Yaelah babi, songong amat nih bocah," teriak Nediv dalam hati.

Ingin sekali ia memaki-maki Jendra, tapi ia masih mengingat bagaimana hubungannya sekarang. Bahkan Jendra sendiri belum menghampiri dirinya. Lalu apakah sekarang Nediv sendiri yang harus datang ke cowok itu?

Tentu, tidak ada pikiran seperti itu di otak Nediv. Egonya masih terlalu tinggi.

Nediv tahu apa yang akan terjadi jika mereka tetap di sana, maka dari itu ia memilih pergi dan menuju lapangan. Kedua telinganya sudah merasa panas mendengarkan perdebatan tersebut. Jangan tanya bagaimana ekspresi keenam sahabatnya, mereka semua melongo tak percaya. Bisa-bisanya Nediv menyerahkan diri begitu saja. Ditambah Nike yang tampak biasa-biasa saja dan mengekor Nediv.

"Emang bodohnya sampek ke DNA," gerutu Wyne.

"Jangan banyak ngomong, ke lapangan sekarang," bisik Davin tepat di telinga Wyne. Cowok itu sengaja mencodongkan tubuhnya sehingga memudahkannya untuk berbisik kepada Wyne.

Entah apa yang dirasa oleh Wyne, ia seakan disengat oleh listrik saat mendengar bisikan itu. Tapi ia tak mau memikirkan lebih jauh lagi. Dirinya pergi dari sana tak memedulikan Davin dan yang lain, ia mengikuti Nediv dan Nike.

Sesampainya mereka semua di lapangan, para siswa yang jelas-jelas melanggar peraturan sudah terlihat berbaris rapi. Tentu dengan hadiah dijemurnya mereka di bawah sinar matahari yang sangat panas. Rambut-rambut yang dicat warna terang pasti sangat terpampang jelas.

Troublemaker'sTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang