🌻18🌻

3.2K 136 7
                                    

🌻🌻🌻

"Rencana apa yang bakal lo lakuin buat hancurin
Nediv?"

"Gue belum tau, tapi gue yakin dia bakal hancur ditangan gue." Gadis itu menyunggingkan smirknya.

Penuh kebencian, kemurkaan, hanya ada rasa balas dendam yang ditujukan kepada seseorang yang pernah menghancurkan hidupnya di masa lalu. Memang dulu dia tidak pernah membalas perlakuan Nediv dan para sahabatnya, tetapi sekarang mungkin adalah waktunya. Di saat mereka tidak tahu siapa ia sebenarnya, ini adalah kesempatan. Nediv harus merasakan apa yang ia rasakan, betapa sakitnya dihina di hadapan banyak orang dan selalu dikucilkan.

Dulunya ia tidak mempunyai teman satu pun, karena teman-temannya sudah pergi karena tidak mau berteman dengannya lagi. Itu semu gara-gara Nediv.
Dipermalukan di tengah-tengah gerumbulan murid. Itu sangat menyakitkan, hingga berbekas sampai sekarang. Semua dendamnya tidak akan begitu saja lenyap. Ia akan menghancurkan Nediv sama seperti hancurnya dia dulu.

"Lo yakin bisa?" Tanya seseorang yang berada di hadapannya.

Kini dia bersama kedua temannya berada di suatu kafe, menghilangkan sedikit kekesalannya. Mungkin bisa menenangkan sedikit rasa emosi yang memuncak. Sekarang sebisa mungkin ia menahan agar tidak mengungkap semua. Biar Nediv juga merasakan tiap-tiap langkah yang ia jalani dulu.

"Jangan bertingkah seolah gue ini bodoh. Hancurin hidup Nediv adalah tujuan utama gue."

"Dia punya banyak sahabat atau tameng di hidupnya, lo harus ingat itu," ucap temannya yang lain.

Mereka berdua tidak yakin kepada satu teman pendendamnya ini. Bagaimana pun Nediv berdelapan, pasti akan banyak yang membela. Lagi pula cewek itu terlihat seperti tidak mau kalah apalagi ketujuh sahabatnya. Pasti sebisa mungkin Nediv akan membalas. Kebersamaan akan mengalahkan segalanya. Ingat itu!

"Terserah lo, gue sebagai temen cuman ingetin doang."

"Gue gak akan pernah nyerah walaupun gagal sekali," Ucapnya penuh penekanan. "Di masa lalu gue sangat-sangat buruk, lo berdua gak akan pernah rasain seperti apa yang gue alami."

"Di saat banyak orang yang hina dan siram gue pakai air, lempar pakai telur busuk." Dia benar-benar mengingat kejadian yang tidak bisa ia lupakan.

"Gue sampai depresi waktu itu, harus berhenti sekolah beberapa bulan karena menjalani pengobatan di luar negeri. Itu semua salah Nediv!"

Setetes air mata jatuh begitu saja, pandangannya kosong. Memori dahulu terputar kembali. Kedua temannya hanya menatap bingung, baru kali ini dia bercerita. Jika seperti itu kenyataannya, wajar saja ia punya dendam kepada Nediva.

"Kenapa lo baru cerita sekarang sama kita?" Tanya salah seorang temannya yang mengusap pundaknya pelan memberi sedikit ketenangan.

Ia tampak diam, enggan menjawab. Pandangannya kosong, wajahnya datar, namun air mata terus mengalir tanpa henti. Banyak pengunjung kafe yang ikut menatap mereka bertiga, tapi mereka tidak pedulikan. Temannya lebih penting daripada tatapan kepo pengunjung. Zaman sekarang orang suka kepo dengan urusan orang lain, padahal hidupnya sama sekali tidak mulus. Jika kepo dan sudah mengetahui masalahnya, pasti mereka akan mengomentari dengan keburukan. Bahkan menyebarkan kepada orang lain lagi. Aib seseorang mereka umbar begitu saja. Tanpa mengetahui masalah sebenarnya.

Mereka bertiga mulai tidak nyaman dengan situasi ini, akhirnya memilih pergi dari sana.
Pulang ke rumah masing-masing, kebetulan hari sudah mulai sore. Matahari mulai terbenam. Digantikan oleh langit gelap, serta bintang bertebaran di atas sana.

🌻🌻🌻

Grup chat begitu ramai-ramainya, obrolan receh dari mereka membuat ponsel Nediv menerima banyak notifikasi. Sepulang dari sekolah ia hanya bersantai di rumah. Tidak ada siapapun di rumah besar Bram, hanya dirinya saja. Soraya masih di Butik dan bilang bahwa akan pulang bersama Bram. Jika pulang bersama papinya pasti akan sampai dari rumah sedikit malam. Apalagi hari ini adalah Malam Minggu, pasti mereka berdua akan berkencan tanpa mengingat anak di rumah.

Troublemaker'sTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang