🌻🌻🌻
"Orang mabuk konyol ya," ucap Keisha dari kejauhan.
Mereka berdelapan memang melihat dari kejauhan karena tidak ingin orang lain mengetahui keberadaannya di sini. Pasti murid dari SMA Antaraksa juga banyak yang datang di tempat ini walau mereka tidak tahu siapa. Daripada mengambil resiko, mereka memilih melihat dari balik pintu tersembunyi. Tidak ada orang lain yang mengetahui ini, kecuali Johan dan mereka berdelapan. Para karyawan saja tidak mengerti pintu ini, karena memang dibuat serupa dengan tembok. Contohnya warna dari pintu ini. Pintu rahasia sama seperti pintu masuk di luar sana yang dikhususkan untuk mereka.
Nediv rasanya ingin sekali menjitak kepala Keisha yang sedari tadi berkata tidak jelas. Dia selalu terheran-heran dengan orang-orang yang ada di sini. Entah itu lucu atau menakutkan ia selalu mengomentari. Terkadang juga sempat tertawa karena melihat orang mabuk yang meracau tak jelas. Hal itu sudah wajar, tapi asing untuk mereka berdelapan.
Mereka ini memang pemilik klub, tapi tak ada satu dari mereka yang pernah meminum alkohol.
Aneh bukan?
"Orang mabuk emang gitu," balas Nike.
"Kok tau sih?" Tanya Siren yang mendengar ucapan Nike.
Pasalnya mereka ini tidak terlalu paham oleh sikap orang mabuk.
"Ya, tau aja. Sekarang gue lagi lihat." Nike membalas pertanyaan sahabatnya itu dengan sangat enteng. Benar bukan jika saat ini mereka sedang melihat, kenapa masih dipertanyakan lagi?
Keisha tetap menatap orang meracau di meja bar, sambil menginginkan untuk menambah lagi minuman di gelas kecil yang digenggamnya. Ia tetap mengamati orang tersebut. Berbicara sendiri seperti orang gila. Mungkin ia pernah berbicara sendiri, tapi waktu mengigo. Dia saja diberi tahu oleh mamanya dan langsung dibangunkan.
"Kenapa ya mereka lebih memilih ke klub?"
"Ya karena mereka punya pikiran kalau pergi ke sini bakal tenang," balas Nediv.
"Padahal juga ngerusak organ mereka sendiri," lanjutnya lagi.
"Daripada kayak gitu mending ya main di taman bermain, udah tenang menurut gue." Wyne mengutarakan pikirannya yang jelas-jelas konyol.
Zaman sekarang jarang sekali mereka yang mempunyai masalah pergi menghibur diri ke tempat yang sehat, seperti menyibukkan diri untuk berolahraga dan lain-lain. Mereka lebih memilih ke tempat yang bisa saja merusak dirinya sendiri. Contohnya di tempat ini. Boleh saja, asalkan masih mengingat betapa pentingnya hidup ini. Lebih baik berjualan seperti Pak Amin, yang setia membuat dan menjual siomaynya.
Pak Amin memang berjualan di depan klub, tetapi beliau tidak pernah masuk ke sana. Setiap ditanya pastin alasannya, tidak mau mengambil jalan yang dosa.
Benar!
"Beli siomay yuk di Pak Amin, keburu habis. Ini udah jam 11 lewat," ajak Siren sembari melihat arloji yang melingkar di pergelangan tangannya.
"Masih inget juga ternyata."
"Ya inget, kan ada yang traktir," sahut Keisha bersemangat.
Urusan makanan pasti ia nomor satu, apalagi jika gratis. Ia sangat siap.
"Ayo teman-teman kita habisin uangnya Cia dan Hana!" Pekik Rivka, spontan mulutnya ditutup oleh Nediv. Jangan sampai orang-orang mendengar suara itu.
Memang di sana sangat terdengar suara musik yang keras dan berisik. Tetapi apa salahnya untuk waspada.
Rivka melepas paksa telapak tangan Nediv dari mulutnya. "Tangan lo habis ngapain sih kok asin?"
"Habis gue buat ngelap kringetnya Pak Amin, enak kan?" Jawab Nediv menaik turunkan kedua alisnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Troublemaker's
Ficção AdolescenteFOLLOW SEBELUM MEMBACA. [Completed] Kisah yang sederhana dari sebuah persahabatan bagi mereka. Lara dan gembira telah ada dalam persahabatan mereka. Kedelapan gadis yang memiliki perbedaan dan ciri khas masing-masing, menjadi pelengkap cerita ini. ...