🌻40🌻

2.2K 104 6
                                    

🌻🌻🌻

"Lo udah tau kabar terupdate hari ini?" Celetuk Toni sembari menyuapkan satu buah bakso ke dalam mulutnya.

Untung-untung saja bakso tersebut tidak menggelinding, kemudian jatuh dan berakhir berubah bentuk karena tak sengaja terinjak.

"Iya, masa lo gak tau sih Jen?" Rafa ikut menimbrung.

Jendra sebenarnya sudah tahu, tapi ia tak mau mengambil pusing. Toh bukan dirinya juga yang ikut dalam pertengkaran itu, walau ia tahu bahwa dirinya lah penyebab dari pertengkaran sengit antara pacarnya dan siswa lain. Ada rasa kecewa kepada Nediv, yang dirinya jelas tidak tahu dengan pasti apa penyebabnya. Jendra tidak suka Nediv bertengkar, apalagi berurusan dengan pihak sekolah.

Ia hanya khawatir, tapi entahlah. Apakah ke khawatiran tersebut akan menjadi masalah untuk dirinya dan Nediv nanti?

"Gue tau," jawabnya santai.

"Eh kutil kuda! Kalo lo emang tau kenapa malah diem aja. Dasar tolol!" Sembur Candra memaki-maki Jendra.

Jendra menoleh dan menatap tajam Candra, tapi yang dilakukan temannya itu diluar dugaannya. Biasanya jika Jendra menatap tajam, Candra akan terdiam dan berhenti berbicara, tapi kini ia malah melotot balik kepada dirinya.

"Apa lo, melototin gue?!" Ketus Candra.

Jendra pun membuang muka tak mau lagi menanggapi ketidak warasan temannya itu. Jika ditanggapi mungkin sampai besok belum juga selesai. Ia tampak berpikir, apakah ia salah jika membiarkan Nediv? Tapi kenapa ia ikut campur jika bukan masalahnya? Semua masalah akan bersangkutan kepada orang yang menjadikan masalah. Lagian, ini menjadi pelajaran untuk Nediv.

Biarpun pacarnya adalah seorang Ketua OSIS, Nediv harus tetap menaati peraturan sekolah.

"Kayaknya Nediv udah di BK deh," ujar Toni.

Sontak Jendra menoleh lagi, itu tandanya Nediv akan berurusan dengan Pak Boni yang tidak tanggung-tanggung memberikan hukuman kepada murid yang berkelahi. Kekhawatirannya semakin bertambah, namun jangan lupa jika Jendra sangat pintar menyembunyikan perasaannya. Bahkan wajahnya ia buat sedatar mungkin. Datar semacam triplek.

Rafa seperti berpikir keras, mencoba mengingat apa yang ia lihat tadi bersama Toni. "Tapi bukan Nediv doang dodol, ada satu temennya lagi."

Memang tadi Rafa dan Toni bolos pelajaran, karena keduanya bosan tetap berdiam di kelas dan mendengarkan ocehan guru. Alhasil keduanya berjalan-jalan di sepanjang koridor dan menjelajahi kawasan sekolah dari ujung depan sampai belakang. Jika bertemu guru mereka selalu beralasan diperintah guru ini-itu. Sebenarnya guru-guru yang bertanya kepada Rafa dan Toni tidak percaya.

Tetapi mereka semua kewalahan jika menghukum dan memarahi keduanya, karena tidak ada berhentinya menjawab. Jadilah guru-guru sendiri yang terkena darah tinggi.

"Hooh, betul, tapi gue kok lupa ya namanya?"

"Lo mah apa sih tai yang inget? Palingan vidio itu-itu doang yo inget!" Maki Rafa.

Toni menjitak kepala Rafa cukup keras lalu berkata, "lo tadi juga lewat kali, kenapa lo yang salahin gue?"

"Gimana ciri-cirinya?" Tanya Davin seakan melerai kedua temannya itu.

"Dia rambutnya pendek, dekil, jelek, terus apa lagi Raf?" Pengakuan Toni sontak membuat Rafa tertawa tak henti-hentinya.

Rafa menginjak kaki Toni cukup keras, "heh lo kayak gak ngaca ya?! Lo lebih jelek dan dekil. Dia cantik anjir."

Troublemaker'sTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang