🌻27🌻

2.5K 118 0
                                    

🔥VOTE DAN COMMENT DULU BARU BOLEH LANJUT!🔥

🌻🌻🌻

"Lo mampir dulu ya, bentar lagi pasti hujan."

"Gak usah," tolak Jendra.

Mereka berdua sudah sampai di depan butik milik Soraya. Nediv memang berusaha mengajak Jendra untuk masuk terlebih dahulu. Cuacanya sudah tidak mendukung lagi, karena langit berubah mendung. Jika saja Jendra tidak mengantarkannya terlebih dahulu, pasti cowok itu sudah sampai di rumahnya. Maka dari itu ia mencoba membujuk Jendra agar mampir dulu ke butik maminya sampai cuaca mendukung lagi, baru ia bolehkan Jendra pergi. Rasanya Nediv kasihan jika dia harus kehujanan saat di jalan.

Entah ini sudah beberapa kali bujukan yang Nediv ucapkan, tetapi sebanyak itu juga Jendra menolaknya.

Jujur, ia tidak masalah. Apalagi ini demi Nediv, sosok baru di dalam hatinya. Hujan sudah biasa baginya.

"Gue mau pulang aja," ucap Jendra.

Nediv kewalahan membujuk Jendra, dia sangat keras kepala sekali. "Yaudah deh serah lo," pasrahnya dengan wajah cemberut membuat Jendra merasa gemas. Ingin sekali mencubit kedua pipi yang menggembung itu, tetapi bukan sekarang waktunya.

"Siniin hp lo," pinta cowok keras kepala tersebut.

Seperti dihipnotis, Nediv membuka tasnya dan mengambil ponsel di sana lalu memberikannya kepada Jendra. Dengan cepat Jendra menyahut ponsel tersebut dari tangan Nediv. Mengetik sesuatu di sana. Nediv mengerutkan dahinya, ponselnya dibuat apa oleh Jendra. Dia sangat sulit menebak cowok itu. Tapi entah kenapa hatinya luluh begitu saja. Pintu yang ia kunci rapat akhirnya terbuka sedikit demi sedikit. Dan pemilik kunci itu adalah Gajendra, Ketua OSIS menyebalkan yang selalu senang jika Nediv mendapat hukuman dari guru.

Jendra memberikan lagi ponsel Nediv kepada pemiliknya, setelah mengetikkan sesuatu di sana.

"Itu Id Line gue, 10 menit lagi lo bisa chat gue," pintanya kemudian melajukan motor besar yang dikendarai tersebut.

Nediv masih bengong, dengan menggenggam ponsel itu, bekas tangan Jendra untuk kedua kalinya. Ia tidak tahu apa yang terjadi sampai-sampai kedua sudut bibirnya terangkat, menampilkan senyuman manisnya. Ia suka perlakukan Jendra. Dingin namun manis.

"CEPET MASUK NEDIVA!!!" Teriak Soraya dari dalam membuyarkan kebengongan Nediv.

Segera ia melangkahkan kakinya masuk ke dalam butik milik maminya, senyum di bibirnya pun masih mengembang. Setara dengan orang gila, hingga maminya menatap bingung. Kenapa lagi dengan putrinya? Soraya merasa ada yang aneh dari Nediv. Tidak biasanya dia sebahagia itu saat diantar oleh teman cowoknya. Bahkan baru kali ini beliau melihat Nediiv diantar oleh seorang cowok.

Biasanya juga bersama dengan para sahabatnya yang super bising.

"Kenapa senyum-senyum sendiri?" Tanya Soraya saat Nediv sudah duduk di sofa bersamanya.

"Lagi bahagia mi, jangan tanya lagi ah. Jadi blushing kan aku." Tidak salah lagi, pipi Nediv sudah merona merah.

"Wah jadi gila," desis maminya lalu bergidik ngeri.

Nediv membuka ponselnya, membuka salah satu aplikasi di sana. Ia jadi teringat oleh perkataan Jendra, setelah 10 menit cowok itu pergi, Nediva harus mengirim pesan ke dia. Apakah sekarang sudah 10 menit? Bahkan ia tak tahu tadi pukul berapa. Nediv ragu, haruskan ia menghubungi Jendra? Masak iya cewek chat duluan. Tapi bodoamat lah, ia sudah khawatir dengan Jendra.

Troublemaker'sTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang