6 - Menemani atau Meninggalkan

7.5K 694 72
                                    

HAPPY READING!!!
SEMOGA SUKA YA:)



*********














Adara menarik nafas pelan sebelum masuk kedalam rumah yang dulunya pernah tercetak sebuah kenangan. Ingatan itu kembali muncul, ya Tuhan, Adara harus bisa. Dirinya datang kesini karena Ibu Tera bukan hal lain.

"Udahlah, Dar, ayo masuk." Ajak Fera sembari menarik pergelagan tangan Adara.

Adara masuk kedalam rumah itu. Matanya disguhi pemandangan yang menyakitkan. Ada seseorang yang terbaring kaku tertutup kain putih. Disebelahnya, duduklah dua orang pria yang terlihat begitu rapuh, tapi seolah tidak mau menunjukkannya.

Kenan, mendongak menatap Adara yang berjalan kearahnya. Lalu pria itu kembali menunduk.

"Tuan," Adara menyalami tangan Mr. Franco.

"Kapan kamu sampai?" Tanya Mr. Franco.

"Baru Tuan. Dara boleh duduk sini?" Tanyanya.

Mr. Franco mengangguk lalu menggeser tubuhnya sehingga Adara duduk bersebelahan dengan Kenan. Suasana masih hening. Kenan masih dengan posisinya yang semula, menunduk.

Tangan Adara tergerak menyentuh tubuh kaku Ny. Tera. Air matanya bersiap akan keluar, namun segera ia tahan.

"Ibu orang baik, ibu malaikat yang dipertemukan dengan Adara. Ibu yang menyelamatkan hidup Adara. Terimakasih bu, Adara sangat-sangat berterimakasih. Semoga ibu pergi dengan tenang. Maaf, Adara tidak sempat berterimakasih secara langsung. Tapi, Adara akan selalu berdoa untuk Ibu. Terimakasih Ibu Tera."

Adara menarik tangannya. Lalu, gadis itu menoleh pada Kenan. Pria itu tak bergeming, masih pada posisi yang sama. Apa ini alasan Kenan mengajaknya bertemu waktu itu? Ya Tuhan, jahat sekali Adara.

Adara mencoba membuang egonya jauh-jauh. Saat ini, tugasnya adalah menguatkan Kenan.

"Kenan..."

Kenan mengangkat kepalanya. Pria itu menoleh kesamping lalu tatapannya bertemu dengan manik mata Adara.

Mata Kenan sudah memerah, mungkin karena menahan tangis. Adara tau, ini pasti berat, Adara sudah pernah merasakannya. Ini adalah sisi rapuh dari seorang anak dimana seorang ibu meninggalkannya untuk selamanya. Tidak ada yang meninginkan hal ini, tapi kita hanya manusia biasa yang hanya bisa menerima takdir, bukan menentang takdir.

"Yang sabar ya," Ucap Adara dengan tulus.

Kenan mengangguk, "Makasih."

"Lo pasti bisa,"

Kenan semakin mendalami tatapannya. Apakah Adara sudah memaafkannya? Atau ini hanya untuk membuat Kenan agar tidak bersedih lagi?

"Adara..."

Adara mencoba agar tidak menangis mendengar lirihan itu. Ya Tuhan, lemah sekali dirinya ini.

"Lo udah maafin Gue?" Tanya Kenan dengan sungguh-sungguh.

Adara diam tak berkutik. Bingung harus menjawab apa.

"Gue sayang sama Lo. Mama Gue udah pergi, siapa lagi perempuan yang bakalan beri Gue kasih sayang?"

Suara Kenan terdengar sangat pilu. Ditambah lagi, genggaman tangan Kenan pada Adara. Tidak ada yang melihat keadaan ini, tapi sungguh, Adara tidak bisa berpikir jernih.

"Nggak pa-pa kalo Lo belum bisa maafin Gue, Gue tunggu sam..."

"Gue udah maafin Lo."

Deg!

KENAN & ADARATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang