Senja baru saja ingin berakhir, namun kedua anak muda masih duduk di teras kamar masing-masing. Menikmati pemandangan sore yang sebentar lagi akan berubah menjadi langit malam penuh bintang.
"Kau tahu akan ada banyak bintang? Tidak setiap malam akan muncul bintang," ungkap Jungkook yang memangku dagunya di atas pembatas teras.
"Bagiku setiap malam selalu ada bintang, walau kau mengatakan hal itu."
Jungkook menolehkan kepalanya, "Kenapa? Lagi pula tidak ada yang spesial dengan malam penuh bintang."
Eunha memikirkan sesuatu hal, pikirannya melayang menuju memori lama saat berada di Bandung.
"Apa kau ingat saat dulu masih kecil, di teras rumahku, kita berdua sering menghabiskan waktu untuk melihat bintang. Aku rasa kau sudah melupakannya," ujar Eunha yang sudah pasrah duluan.
Jungkook tersenyum simpul, tentu dia ingat semua memori lama yang menyenangkan bersama Eunha.
"Kenapa kau diam? Sudah ku duga pasti kau tidak ingat sama sekali," sahut Eunha sedikit kesal.
"Apa pentingnya mengingat memori lama yang tak mungkin bisa kita bangkitkan lagi? Yang ada kita harus membuat memori baru bersama," jelas Jungkook, pada kenyataannya dia juga merindukan memori lama bersama gadis kecil yang selalu menjaganya.
"Huh! Jahat sekali! Lagi pula tidak ada hal spesial yang bisa aku buat bersamamu. Kau sudah berubah, bukan lagi Darren yang aku kenal. Menyebalkan!" sahut Eunha lalu menyilangkan kedua tangan.
Jungkook mencoba untuk tidak tersenyum, dia melirik Eunha yang melihat ke depan.
"Sudahlah, aku mau lanjut belajar. Terima kasih untuk waktu senggangnya, Elline-Eunha, maksudku itu... Aih! Lupakan," sahutnya tidak jelas. Jungkook masuk ke kamar, menutup rapat pintu teras, meninggalkan Eunha yang masih ingin berlama-lama di teras kamarnya.
Tak sengaja dia teringat dengan sang ayah, "Sudah banyak hari aku habiskan tanpa dirimu, ayah. Kau di mana?" Eunha menjadi sedih, dia begitu mengkhawatirkan sang ayahnya yang tidak ada kabar sama sekali. Berbeda di dalam kamar, Jungkook merapikan meja belajarnya yang berantakan. Sebuah foto terjatuh, untungnya bingkai foto tidak pecah.
Jungkook mengambil benda itu dan melihat fotonya, hanya foto lama yang masih ia simpan. Tapi dalam foto itu terdapat kedua orang tua Eunha.
"Paman, apa kau tidak merindukan putri kecilmu?" gumam Jungkook yang juga merasa kasihan.
Jungkook berjalan mendekati pintu teras, tapi yang ada Eunha sudah kembali ke dalam kamar. Jungkook menyandarkan tubuh ke pintu teras, memeluk foto tadi yang masih ia pegang.
Langkah kecil berhenti tepat di depan tubuh pria bermarga Jung.
"Darren, jika suatu hari nanti paman tidak bisa menjaga Elline, paman titipkan padamu. Tapi paman rasa itu masih lama, paman percaya padamu, anak muda."
Paman Jung mengelus kepala Darren, anak laki-laki bertubuh gendut dan sedang memengang sebungkus permen jelli, "Siap, paman. Aku akan menjaga Elline sepenuh hati!"
Dia teringat dengan ucapannya kepada sang paman yang sudah menganggap dirinya sebagai anak sendiri.
"Anak-anak, ayo, turun! Makan malam sudah siap!" Teriakan dari Nyonya Jeon membuyarkan lamunan Jungkook. Ia menaruh foto ke atas meja, lalu bergegas keluar.
Tapi saat Jungkook menjauhi pintu kamarnya, terdengar suara tangisan dari kamar Eunha. Jungkook melangkah tepat di depan pintu kamar Eunha, membuka pintu itu dan masuk tanpa izin.
Melihat Eunha yang duduk di belakang pintu teras, menangis sembari memeluk lutut.
Jungkook menjadi khawatir.
"Ada apa? Mengapa kau menangis?" Pertanyaan itu tidak dibalas oleh Eunha, yang ada dia semakin menangis.
Jungkook berlutut tepat di depan Eunha, mengelus kepala Eunha, "Katakan padaku, apa yang membuatmu menangis?"
"A-Aku rindu ayah, aku merindukan dia!" Tangisan yang terlihat seperti anak TK yang berpisah dari orang tua.
Jungkook memberikannya pelukan, menepuk berkali-kali punggung Eunha, "Dia juga pasti merindukanmu." Suara tegas namun sebenarnya dalam perasaan juga ingin menangis.
"Jika masalah ayahmu sudah selesai, pasti dia akan kembali ke rumah. Percayalah padaku, Eunha." Dan sebuah ciuman ia berikan pada Eunha, membuat tangisan itu terhenti.
***
Tepat di lorong menuju kantin sekolah, Wonwoo bersama Jungkook dan Eunha berpas-pasan.
Kedua laki-laki itu melihat satu sama lain. Perasaan Eunha menjadi lain setelah melihat keduanya seolah-olah ingin berkelahi.
"Tung-Tunggu, kalian jangan begitu."
Wonwoo dan Jungkook melihatnya, "Itu bukan urusanmu, Eunha." Dengan kompak mereka memgatakan hal tersebut, membuat siapa pun yang mendengar merasakan hal yang sama yaitu debaran hebat.
Eunha tertegun, lalu muncul Gahyeon yang membawa bola basket.
"Hiya! Rasakan ini, Jeon Jungkook!"
Buk! Bola basket mengenai kepala belakang Jungkook.
Eunha menoleh ke arah teman dekatnya, "A-Apa yang kau lakukan padanya, Lee Gahyeon? Kau gila, huh?"
Jungkook menyentuh bahu Eunha, tangan lainnya mengusap kepala belakang.
Eunha menjadi panik, ia pun membawa Jungkook menuju UKS. Teman-teman lain tertawa dan merasa hal itu lucu tapi berbeda dengan penggemar Jungkook yang tak berkutik dan bingung.
Wonwoo melihat Gahyeon yang begitu kesal menatap Jungkook tapi yang ada Wonwoo tersenyum melihat tingkah jahil Gahyeon.
"Apa kau tersenyum? Tak ada yang lucu," sahut Gahyeon pada Wonwoo yang masih berdiri di tempat yang sama.
"Dia lucu juga," gumam Wonwoo sembari melihat ujung sepatu Gahyeon.
"A-Apa yang kau perhatikan, huh? Kau sama juga dengan Jungkook, menyebalkan dan menyeramkan!" sahut Gahyeon tanpa berpikir.
"Aku? Menyebalkan? Memangnya aku melakukan apa terhadapmu, pendek?"
Gahyeon mengerutkan kening setelah mendengar kata pendek, "Hei, hei! Aku tahu tubuhku lebih pendek dari Eunha, tapi namaku Lee-Ga-Hyeon! Bukan pen-dek! Mengerti, Jeon-Won-Woo?"
Tapi setelah mengucapkan itu, perasaan Gahyeon seperti tersambar api. Mendadak dia menjadi salah tingkah dan bergegas meninggalkan Wonwoo, "Hei! Kau mau ke mana?"
Gahyeon berlari cepat menuju toilet. Wonwoo menggelengkan kepala dan kembali ke kelasnya. Tapi saat ia membalikkan tubuh, terlihat sekerumunan murid perempuan yang membawa banner bertuliskan namanya.
"Pangeran Jeon Wonwoo!" Wonwoo terkejut, dia kehilangan kata-kata setelah melihat apa yang terjadi di hadapannya.
***
Jungkook bersandar di kepala kasur UKS. Ia merasakan sakit pada kepalanya. Eunha menjadi tak enak karena ulah Gahyeon yang hampir saja membuat Jungkook pingsan, "Ma-Maafkan temanku, dia sepertinya begitu kesal padamu, Jungkook."
Mendengar itu, Jungkook malah menarik tangannya sampai membuat dia terduduk tepat di samping Jungkook. Eunha menyentuh bagian kerah kemeja sekolah Jungkook, "Eh? Eh? A-Apa ini?"
Jungkook menyentuh dagu Eunha, melihat bibir merah stroberi tersebut lalu melumat dengan pelan bibir yang sudah sangat sering ia cium.
"Hm?" Eunha terkejut akan tingkah Jungkook, masalahnya ini di UKS. Kedua tangannya dipegang erat oleh Jungkook yang masih mencium bibirnya itu. Tapi saat terdengar seseorang membuka pintu, bergegas Eunha beranjak dan memilih keluar. Pengurus UKS baru saja tiba dengan membawa kompres dingin untuk Jungkook.
"Kau mau kemana, nak?" Eunha tak membalas, dia pergi tanpa melihat ke belakangnya. Jungkook terdiam di tempat, ia menyentuh ujung bibirnya yang mengeluarkan sedikit darah.
"Separah inikah aku mencium dia?" gumam Jungkook tidak jelas tapi berakhir dengan tersenyum licik. Pengurus UKS merasa aneh saat melihat Jungkook yang tersenyum.
Jopin ♡
KAMU SEDANG MEMBACA
Fall at First Kiss : Jungkook-Eunha
FanfictionTapi jarak diantara kita seperti bumi dan langit. Aku selalu ingin disisimu, selamanya. Date : 28-06-2019 Finish : 10-02-2020 Project 2019 cr. Jovinka_Agatha