Extra Part (3)

84 3 0
                                    


Muhammad Fatih, ya itulah aku, seorang pria yang berusia 28 tahun dan bekerja sebagai arsitek.

Setelah rencana pernikahan ku dengan Putri Nurul Asyifa batal dan di gantikan oleh saudara ku Ilham.

Aku tak mengerti dengan perasaan ku, saat aku memutuskan untuk membatalakan pernikahan itu aku tak merasa sakit ya meski hanya sedikit.

Tapi, aku menyadari bahwa aku benar-benar jatuh cinta kepada Asyifa, tapi aku mencintai Anisa. Entah sejak kapan aku menyadari nya.

Anisa, dia adalah senior ku di kampus dulu, meski saat itu ia masih semester 1.

Perasaan ku seolah tak bisa ku tahan hingga aku memutuskan untuk melamar nya.
Di luar dugaan ia juga mencintai ku bahkan saat kami masih kuliah dulu, aku tak percaya jika selama ini dia mencintai ku. Tapi inilah kenyataan nya.

1 bulan setelah acara lamaran itu, pernikahan ku dengan Anisa pun akhirnya terlaksana dengan sangat baik dan juga lancar tanpa ada halangan apa pun.

Hingga 4 tahun telah berlalu, kami belum juga di karunia i seorang anak di tengah-tengah kami.

"kak Fatih, maaf karena Anisa tak bisa memberikan..."

"Anisa, berapa kali harus ku katakan, ini belum saatnya sayang, percayalah suatu saat Allah pasti akan memberikannya kepada kita"
Aku memotong kalimat nya, sungguh aku sangat tak suka jika dia terus menerus menyalahkan dirinya karena hal ini.

"tapi kak Fatih, kita sudah menikah 4 tahun lamanya, semua keluarga ku terus menanyakannya" jelas nya.

"jangan dengar kan apa yang di katakan orang lain, ini hidup kita, kita yang menjalani nya, meski pun kita tidak akan memiliki anak, aku tidak akan pernah meninggalkan mu, kamu sudah memberikan cinta yang begitu besar untuk ku" jelas ku berusaha menenangkannya.

Ia hanya mengangguk menanggapi perkataan ku saja.

"kak Fatih, terima kasih" lirih nya saat telah berada dalam pelukan ku.
Aku menciumi puncak kepala nya.

1 minggu setelah kejadian itu, aku melihat ada ke anehan pada Anisa istri ku.
Ia terlihat sedikit berisi dari sebelum nya, sangat menggemaskan.
Porsi makannya pun bertambah dua kali lipat dari biasanya.
Ia lebih gampang lelah dan mengantuk, ia tak pernah seperti ini sebelumnya.

Aku menelfon Ilham untuk menanyakan hal itu.
Tapi justru ia menyuruh ku untuk membeli tespeck di apotik.

'apa Anisa sedang mengandung?' fikir ku.

Aku langsung memberikan tespeck yang ku beli di apotik sebelum nya kepada Anis.
Ia terlihat terkejut.
"kak Fatih, kenapa tiba-tiba ngasih tespeck ke Anisa?" tanya nya.

"tadi aku nelfon Ilham, dan menceritakan semua perubahan kamu, dan dia bilang aku harus beli tespeck buat kamu" jelas ku.

Ia hanya mengangguk pertanda ia mengerti dengan penjelasan ku.

Ia mengambil tespeck itu dari tangan ku.
Setelah beberapa menit berlalu, Anisa belum juga keluar dari kamar mandi, namun samar-samar ku dengar suara tangis dari dalam.

'sepertinya gagal lagi' batin ku.

"sayang, buka pintu nya" ucap ku sambil terus mengetuk pintu kamar mandi.

Ia keluar dengan mata sembab dan hidung memerah.

Aku langsung menarik nya dalam dekapan ku berusaha memberikannya ketenangan.
"sudah, tidak apa-apa, maafkan kakak yang menyuruh mu untuk melakukannya" jelas ku.

Ia memberikan tespeck itu pada ku. Namun aku langsung membuang nya ke tempat sampah di kamar kami.

"kenapa hiks di buang?" tanya nya sesegukan.

"kak Fatih gak mau tau hasilnya kayak gimana?" tanya nya lagi.
Aku hanya diam tak menanggapi.

"hasilnya positif" lirih nya.
Namun masih terdengar jelas di telinga ku.
Aku langsung melepas pelukan ku dan segera mengambil benda itu dari tempat sampah.

Garis dua, benar Anisa hamil.

"Alhamdulillah" seru ku kembali memeluk Anisa.

"terima kasih, terima kasih" ucap ku terus mencium puncak kepalanya.

Akhirnya mimpi kami selama bertahun- tahun akan segera terwujud.

Terima kasih.

Aku langsung menelfon ibu ku dan memberitahukan kabar baik ini kepada nya.

Terdengar ia pun sangat bahagia.
"maaf bu, kami tidak bisa untuk ke rumah ibu untuk saat ini" ucap ku menyesal saat di seberang ibu bertanya kapan akan kami pulang.

Ya aku dan ibu ku tinggal di kota yang berbeda, semuanya karena tuntutan pekerjaan.

Setelah menelfon ibu ku, aku langsung menelfon Ilham dan juga Aisyah.

Semuanya mengucap kan selamat atas kehamilan istri ku Anisa.

"fatih, hati-hati yah perempuan hamil mah sensitif banget, apa pun Yang Anisa mau turutin aja, atau kau akan menyesal" kata Ilham sebalum menutup panggilan telfon nya.

Yang di katakan Ilham memang benar, Anisa sangat sensitif di masa kehamilannya ini.
Ia akan menangis dan menyuruh ku untuk tidur di kamar lain jika aku melakukan kesalahan meski itu tanpa di sengaja.

9 bulan telah berlalu, akhirnya hari yang di tunggu pun telah tiba.

Aku merasa sangat cemas, 1 jam telah berlalu Anisa berada dalam ruang persalinan tapi belum ada kabar apa pun.

Saat sedang menunggu dalam kecemasan, ibu, Ilham dan Aisyah datang menghampiri ku dan jangan lupakan keluarga kecil mereka.

"bagaimana keadaan Anisa nak?" tanya ibu.

"Fatih gak tau bu, udah 1 jam Anisa ada di dalam tapi belum ada tanda-tanda sedikit pun bahwa dokter akan keluar" jawab ku cemas.

"tenanglah,Anisa pasti akan baik-baik saja" kata Ilham yang langsung di angguki oleh semua orang.

Suara tangis bayi terdengar dari dalam ruangan.
Semua orang mengucap rasa syukur karena kelancaran persalinan ini.

Sekarang kami berada dalam ruangan Anisa.

"Terima kasih sayang"
Ucap ku pada Anisa sembari mencium kening nya.

Kini kebahagiaan ku telah benar-benar lengkap sekarang.

Aku berjanji pada diri ku sendiri, bahwa bagaimana pun situasinya aku akan selalu menjaga istri dan putra ku.
Aku akan selalu berusaha memberikan kebahagiaan kepada ke duanya.

The end.

****

Akhirnya cerita nya udah benar-benar selesai.

Maaf dan terimaksih untuk semuanya.

Tinggalkan jejak.
Vote and coment.

Stuck In YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang