Di pagi hari, aku terbangun seperti biasa. Hanya saja kalau di hari minggu, aku lebih malas untuk beranjak dari tempat tidur karena rasa lelahku selepas bekerja semalam. Aku menatap sekeliling kamarku dan mataku berhenti di sebuah lemari yang selalu berhasil membuat kedua mataku berair. Lemari milik Hani dengan pakaian lengkap yang masih ada di sana, semakin membuatku merasa bersalah dan menyesal karena sudah melahirkannya.
Aku merogoh dalam selimut yang masih menutupi kedua kakiku dan menemukan baju kecil yang selalu ku pegang sebelum tidur. Aroma Hani masih bisa ku rasakan dengan menghirup bajunya saja. Aku mulai memandangi kedua telapak tanganku yang terdapat banyak goresan yang menandai sudah berapa lama hilangnya Hani dalam hidupku. Pertanyaan kekasihku semalam, tidak bisa kujawab karena aku sudah menyiksa diriku sendiri setiap harinya seperti ini. Aku juga tidak ingin dia mengetahui luka-luka ini dan mengasihaniku dengan selalu berada di sisiku.
Menjadi kekasihnya merupakan sebuah beban bagiku. Aku menyukainya dan dia menyukaiku, tapi ada sebuah perasaan yang membuatku ingin segera mengakhirinya begitu saja. Aku masih tidak terbiasa dengan semua perhatian dan tindakan baiknya padaku.
Seperti saat aku mengecek ponselku sekarang, dia sudah mengirimku pesan untuk selalu sarapan tepat waktu. Sebenarnya aku tidak ingin menyetujuinya untuk menemui kedua orangtuanya hari ini. Pandangan mereka padaku akan sangat rendah nantinya mengingat keluarganya mempunyai derajat yang sangat berbeda dariku..
...............
Setelah keluar dari kamar mandi dan mengobati luka baru yang sudah kubuat, aku menuju ke arah meja makan. Ibuku masih memasak dan aku membiarkannya seperti itu. Aku sudah tidak pernah berbicara panjang lebar dengannya lagi. Hubungan kami berdua bukan seperti Ibu dan anak, lebih seperti seorang pemilik rumah dengan orang yang tinggal secara cuma-cuma di sini.
"Uhukk! Uhuk!"
Tidak biasanya aku mendapati Ibuku terbatuk-batuk seperti itu. Dia juga langsung menuju ke kamar mandi dan membuang sesuatu di sana. Aku melihat wajahnya yang pucat. Melihatnya seperti itu, membuat hatiku luluh karena sudah lama tidak memperhatikan kesehatannya.
"Eomma, apa kau sakit?"
Ibuku menggelengkan kepala dengan terbatuk pelan.
"Eomma, duduklah. Biar aku yang melanjutkannya"
Ibuku melepaskan tangannya pada sendok kayu yang digunakannya untuk mengaduk makanan yang sedang dimasaknya. Aku memperhatikan Ibuku terlebih dulu sampai duduk di sekitar meja makan sebelum melanjutkan kegiatan memasaknya.
Tidak berapa lama kemudian, aku sudah menata meja makan. Saat itu juga, ponselku yang ada di dalam kamar berbunyi tanda seseorang melakukan panggilan.
"Eomma, makanlah lebih dulu...." Aku meninggalkan Ibuku dan langsung beranjak ke dalam kamar.
Ponsel yang tergeletak di atas tempat tidur ku ambil. Yerin? Ada apa dia meneleponku di pagi ini?
"Halo?"
"Hayoung'ah, apa kau sudah membuka pesan dariku?"
"Eoh? Pesan?"
"Aku mengirimkan foto seorang wanita yang sedang membawa Hani di jalan kemarin"
"M-mwo?"
"Kau harus melihatnya. Aku tidak tahu apa wanita itu sudah mengadopsinya atau belum. Aku juga mendapatkan alamat tempat tinggalnya karena aku sempat mengikutinya"
"Ye-yerin'ah, apa kau serius?"
"Tentu saja. Bukalah pesan dariku dan cek kebenaran fotonya. Maaf karena hanya itu yang bisa ku dapatkan, Hayoung'ah"

KAMU SEDANG MEMBACA
Heal Me, Save Me
Fanfiction[COMPLETED] Prekuel dari ff Coincidence tentang pertemuan awal Sehun dan Hayoung. Kalau ada yang udah pernah baca, pasti tahu di situ ada karakter mereka berdua di akhir-akhir chapternya. Untuk yang belum baca sama sekali, tidak masalah. Cerita ini...