Bagian #3

3.2K 407 34
                                    

Bagas Adi Nugroho ⚽

Malam tiba ketika semua atlet turun ke bawah, yang muslim baru saja menunaikan sholat magrib, yang nongkrong di depan pun sudah mulai masuk. It's time to party. Tinggal menunggu suhu kita datang, maka semua akan pecah pada waktunya.

"Mas Bagas, nanti Pak Imam ke sini beneran?" tanya Nando di dalam lift bersamaku, Brylian, Kembar Bagas dan Bagus, juga Andy Setyo.

"Beneran lah," jawabku tegas.

"Nanti bilang apa ya, Mas? Kan baru pertama kali ini kita ikut TC akbar, latihan kita ya gitu-gitu saja. Dulu sih ketemu Pak Imam laporan gelar juara, nah ini, latihan aja baru, baru seleksi juga," kata Bagus.

Andy dan aku saling memandang. Lantas tertawa sekeras-kerasnya. Sementara anak-anak ini terlihat bingung.

"Kalau ditanya jawab apa adanya saja. Nggak usah kaku lah, itu formalitas saja. Kalau latihan tadi banyak bercandanya, ya jawab aja emang banyak bercandanya. Nggak usah dirangkai jawab apa, karena Pak Imam bekerja atas jawaban jujur kalian, bukan apa yang kalian rangkai," kataku seolah bijaksana.

"Gitu ya, Bang?" tanya Brylian percaya sekali. Memang junior-junior ini penurut sekali.

"Nggak usah kaku, paling juga Pak Imam cuma tanya, gimana TC hari ini? Sudah," imbuh Andy Setyo.

"Oh gitu, Bang Andy?"

Andy mengangguk.

Aku, Andy, Brylian, Bagus ada di satu meja yang sama, dengan dua kursi kosong yang sudah dipesan duo Minions. Entahlah, dua orang itu tidak bisa jauh-jauh dariku. Selalu saja ingin bersamaku, ya, aku memang punya magnet yang kuat, sebut saja daya pikat.

"Woy, Cik Butet datang duluan. Kerjain nggak nih?" pekik Kevin membuka pintu aula lebar-lebar. Dia datang dengan Marcus, dengan celana pendek mereka yang senada.

"Mana?" tanya Defia yang duduk di sebelah suaminya.

Heran juga aku sama Hanif, sejak punya istri aku dilupakan. Nempel terus sama istrinya, sudah semacam panu sama kulitnya. Apa tidak bisa sehari saja tidak bersama istrinya? Aku juga butuh Hanif kali.

"Masih di parkiran, tadi gue lihat," jawab Kevin. "Ya kan, Koh?" bertanya pada Marcus.

Marcus hanya mengangguk. "Kerjain aja sudah," usulnya.

"Cik Butet siapa, Mas?" tanya Ruy Arianto, pemain Timnas U15 itu berbisik padaku, yang memang duduk tepat di belakangnya.

Andy, aku, Bagus, Brylian, dan Kevin yang sudah duduk satu meja saling menatap.

"Cik Butet bukan manusia yang hidup di zaman purba kan? Disaat media belum mengagung-agungkan namanya," gumam Kevin.

"Kayanya dia yang hidup di zaman purba," balasku dengan wajah datar. "Masa' anak zaman sekarang nggak tahu Cik Butet? Yang mengharumkan nama bangsanya loh. Jangan-jangan mereka juga nggak hafal sama yang menjahit bendera merah putih pertama kali."

"Iya nih jangan-jangan lupa, pahlawan olahraga yang baru saja pensiun saja dilupakan, apalagi yang sudah lama," kata Andy.

"Mas Bagas, Cik Butet siapa, Mas?" Ruy kembali bertanya.

Aku menoleh, ternyata temannya juga menatap aneh ke Ruy. Termasuk Alexandro, Valeron, dan Mercel. Ini hanya Ruy yang tidak tahu menahu?

"Cik Butet, atlet bulutangkis yang sudah pensiun. Ah, Liliyana Natsir kamu nggak kenal?" tegur Valeron.

"Oh Liliyana Natsir!" pekik Ruy keras sekali, tepat ketika Cik Butet masuk ke dalam aula.

"Siapa yang manggil nama gue?" tanya Cik Butet dengan wajah garangnya.

Bagas vs Muti (WALS 2)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang