Bagian #6

2.9K 374 26
                                    

Mutiara Habiba 🥋

"Kak Muti," panggil seseorang di depan lift di lantai 4. Mendekatiku dan berbisik lagi. "Pacarnya Bang Bagas?"

"Brylian! Apaan sih?" protes Bagas.

Menghela napas panjang. Anak-anak ini mana tahu kehidupan Wisma Atlet itu seperti apa, kegesrekan separah apa, dan isinya segila apa. Jadi tak apa lah mau berpikiran semacam itu. Nanti juga mereka mengerti sendiri bahwa hidup di Wisma Atlet itu terlalu santuy.

Ikut menunggu lift bersama Bagas dan anak² timnas U-19. Entahlah kenapa lama sekali.

Ting...

"Bang Bagas sama Kak Muti aja dulu," laki-laki yang dipanggil Bagas dengan Brylian tadi mempersilakan.

"Kalian saja dulu, keburu ke masjid kan?" kataku.

"Nggak apa-apa, Mbak Muti. Yang tua dulu," seseorang yang lebih hitam, berkumis tipis dan poni rambutnya yang mengganggu. Sepertinya tidak asing bagiku, apa dia didikan PPLP Jateng atau mungkin aku pernah bertemu di mana.

Eh tapi kurang ajar sekali bilang yang lebih tua dulu? Hello, aku sudah tua ya? Belum 30 tahun kok.

"Kalian aja."

Bergantian 7 orang, 7 orang. Memang hanya muat segitu liftnya. Dan aku giliran terakhir bersama Bagas. Kami kakak yang baik bukan? Mengalah pada adik-adiknya.

Singkat cerita aku sudah sampai di kamarku, sudah berganti pandangan seharusnya. Tadi aku dipandang seperti habis melakukan hal yang sangat memalukan, ditertawakan terus menerus. Setidaknya Defia dan yang lain tidak akan memandangku seperti anak-anak Timnas U-19 cabor sepakbola.

Mungkin aku juga salah, begitu masuk ke dalam kamar, Defia justru menatapku aneh. Dia sedikit tertawa namun ditahan, sedikit mengejek dengan pandangannya.

"Kenapa sih?" tanyaku meletakkan boneka di atas tempat tidur.

"Dari Bagas?" tanyanya.

"Kok tahu?"

"Aku tuh baru belajar S2 Perdukunan."

"Gayaan, S1 lo aja yang satunya nggak keluar-kelar!" ejekku.

Defia hanya memicingkan matanya. Sibuk terus sama lakinya gimana mau lulus itu anak. Ha ha ha.

"Lagian nggak ada juga kali S2 Perdukunan. Kuliahnya di mana coba?" ucapku merebahkan tubuh sejenak sebelum melaksanakan sholat subuh.

"Ye, ada kampusnya di Desa Penari, ha ha ha."

"Nggak lucu."

Hening, maksudku aku yang hening. Defia memilih cekikikan tidak jelas di tempatnya.

"Kenapa sih?" tanyaku melihatnya yang sedang bermain ponsel. "Chat sama suami lo?"

"Ha ha ha. Hari ini lo harus tahan ya kalau kena bully Kevin dkk."

Dahiku mengernyit. "Kenapa?"

"Nggak tahu," jawabnya seolah menyembunyikan.

Subuh ini usai sholat, langsung melakukan senam sehat bersama semua atlet, di halaman Wisma Atlet Kemayoran. Sungguh amat sangat ramai dan dipimpin oleh salah satu pelatih senam indah.

"Gila nih, body goals banget badannya," gumam Kak Grey di dekatku.

"Namanya pelatih atlet senam indah, Cik. Kalau badannya kek gue, susah melompat-lompat, memutar-mutar. Jatuhnya nggak indah lagi," sambar Melati, atlet ganda campuran bulutangkis. Ya melati memang sedikit berisi, tapi bagiku juga tidak masalah, toh penampilannya masih bisa dipertimbangkan.

Bagas vs Muti (WALS 2)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang