Bagian #20

2.4K 314 24
                                    

Mutiara Habiba 🥋

"Hassshhh!" desahku begitu kesal ketika Bagas pergi dengan tidak acuhnya padaku.

Itu anak kenapa sebenarnya? Bagaimana bisa dia terlihat tidak peduli denganku? Padahal aku di depan matanya tapi dia melengos. Katanya kita teman, sahabat bahkan, tapi saling mengacuhkan. Besok kita berpisah, baru akan bertemu satu bulan lagi, iya jika kita masih masuk daftar pelatnas, jika tidak bagaimana? Tidak bertemu jadinya.

"Makanya Mbak Muti, jangan suka ngasih harapan sama cowok," tegur Nando di balik pintu kamarnya. Tak jauh dari kamar kembar dan Brylian.

Aku mengernyitkan dahi. "Bukannya kaum kalian yang suka begitu?"

"Enggak!" Beberapa atlet sepak bola U-19 yang keluar dari kamar, kompak menyangkal.

"Yang pasti-pasti aja gitu lho, Mbak. Kalau mau pilih Kak Kevin ya pilih Kak Kevin aja, nggak usah kasih harapan sama Mas Bagas," kata Bagus.

"Hah?" Mulutku menganga begitu besar. "Milih Kevin Sanjaya? Apa sudah geser otakku? Kevin Sanjaya itu gebetannya Natasha Rider, eh, Natasha Rizky, eh, itu punya Desta ya? Natasha Wilona!"

Belibet sekali mulutku ini.

"Masa?" tanya mereka kompak, lebih tepatnya dengan nada yang tidak percaya.

"Iya."

"Tapi jangan kasih harapan palsu sama Mas Bagas juga dong, Mbak," protes Nando.

Aku semakin bingung. Apa yang dipikirkan anak-anak ini sebenarnya. Aku kagumi mereka karena cara bermain mereka dan prestasi mereka yang lebih membanggakan dibandingkan Timnas senior yang terseok-seok. Aku lebih banyak belajar menghafal nama mereka dengan bantuan Bagas, tapi sepertinya kekagumanku sedikit luntur karena mereka banyak melantur.

"Siapa yang ngasih harapan palsu sama Bagas sih?"

"Kasian Mas Bagas, Mbak," Nando semakin menjadi. Mungkin karena dia sudah kenal denganku lebih dulu dibandingkan yang lain, sesama Jateng.

"Iya, Mbak," yang lain menyahut.

"Yak!" jeritku kesal, sampai mereka menutup telinga mereka. "Yang ada juga Bagas tuh, tiba-tiba mengacuhkan aku! Kalau nggak tahu masalahnya diem!"

"Ya, wajar kalau Bang Bagas mengacuhkan Mbak Muti, orang Mbak Muti yang bikin Mas Bagas cemburu!" balas Si Kribo membuatku menatapnya penuh tanya.

"Kok gitu?"

"Iya, Bang Bagas cemburu lah lihat Mbak Muti di peluk-peluk sama Kevin Sanjaya. Jelas kalah saing lah, Mbak. Kevin Sanjaya, udah ganteng, kaya Oppa Korea, crazy rich, atlet kelas dunia, juara world tour berkali-kali. Dibandingkan Bang Bagas, sakit banget pasti hatinya."

Buset, buset, ini anak-anak lihat adegan senonoh di mana? Kapan aku dipeluk Kevin? Hah? Tadi pagi? Gila itu bukan pelukan. Lagi pula ini anak-anak masih 19 tahun tapi sudah lebih tajam dibandingkan mulut Feni Rose. Pemikirannya bahkan sudah lebih parah dibandingkan media zaman sekarang, penuh sinetronisasi dan dramatisasi.

"Heh, kalian itu masih sembilan belas tahun, atlet, harapan bangsa, latihan-latihan, bukan gosipin orang!" Menjitak kepala mereka bergantian, satu per satu yang ada di depanku. Yang lainnya nanti jika sempat.

"Ye, dibilangin juga. Jaga perasaan Mas Bagas dong, Mbak!" pekik Nando. 

"Gue bandem juga lo!" menjitaknya berkali-kali.

Aku turun ke bawah, lantai di mana para perempuan dari beberapa cabang olahraga menikmati waktu istirahatnya.

"Kesel gue sama Bagas, kenapa coba menghindar dari gue?" keluhku pada Defia yang sedang, ya, ternyata sedang bercanda dengan Hanif di kamar kami. "Mata gue langsung pedih. Heh, kalau kalian sampai mesum di sini, gue bakar!"

Bagas vs Muti (WALS 2)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang