Bagian #18

2.2K 302 36
                                    

Mutiara Habiba 🥋

Hari terakhir TC akbar, besok sudah bisa kembali ke klub masing-masing. Dan akan bertemu lagi bulan depan, seandainya tidak ada yang dicoret dari pelatnas, sudah tentu kita bertemu lagi dengan format yang sama. Terkadang menyesakkan, satu Minggu bersama, sedang ada dipuncak kehangatan tiba-tiba harus berpisah.

"Cuy, kita berangkat dulu ya?" pamit Kak Grey dari balik pintu kamarku.

"Hah? Ke mana, Kak?"

"Kan gue ada turnamen. Harus berangkat hari ini. Besok biar biasa adaptasi di sana lebih lama."

"Oh, oke," balas Defia mendahuluiku. "Hati-hati, Kak. Semoga juara!"

"Oke, aku bakalan miss kamu banget, Mut. Miss banget sama kalian juga. See you bulan depan." Datang memelukku.

"Oke, see you. Good luck, Sis!" pekik Defia  ketika para pemain bulutangkis putri mulai meninggalkan kamar kami.

Dug, dug, dug...

"Coy, Coy, gue pamit, Coy!" Kevin datang dengan kopernya yang diseret sembarangan, diikuti Anthony Ginting, Jonatan Christie, Fajar, Rian dan Marcus Gideon. Aku yakin The Daddies tidak akan mau bergabung dengan mereka, urakan, jahil, rame.

"Kita pamit!" Yang di belakang Kevin kompak.

Aku masih heran dengan mereka. Kok bisa ya jadi atlet kelas dunia dengan tingkat kesehatan mental yang rendah. Bercanda, maksudku dengan sikap mereka yang konyol ini. Gila, peringkat satu dunia BWF, peringkat 6,7,8. Itu kan bukan peringkat yang main-main, semacam peringkat di dalam kelas yang sering kali menimbulkan kesenjangan kepintaran.

"Kalian kenapa sih lebay banget, timbang mau berangkat World Tour aja kaya mau berangkat ke surga takut ketinggalan kereta," celetuk Defia ternyata satu pemikiran.

Inilah yang kumaksud, mereka berlebihan.

"Ye, kita ke sini mau pamitan, mau minta dosa eh doa maksudnya," balas Kevin.

"Nggak usah minta doa juga menang lu. Ranking satu dunia, Coy," sambarku.

"Emang ranking satu dunia nggak bisa kalah juga? Bisa tahu!" Kevin sedikit ketus. "Cuma Tuhan yang nggak bisa kalah!"

"Kalah sama Yuta/Endo!" sindir Jonatan Christie.

"Wkwkwk," Antony Ginting tertawa semacam bebek kejepit. "Kalah mulu sama dedek Yuta. Dibikin kocar-kacir, kok di kanan, doi lempar badan ke kiri."

Kevin dan Marcus langsung memicingkan mata pada dua orang rekan seprofesi mereka.

"Sok gaya lu, Ting! Dicari CTC tuh!" ketus Kevin.

Aku tidak tahu siapa CTC, mungkin musuhnya Antony di Bulutangkis atau mungkin emak kantin di Pelatnas Cipayung.

"Iya, Jojo dicari Victor Axelsen, Momota,  dan masih banyak lagi!" Marcus Gideon tak mau kalah.

Jojo dan Ginting menunduk. "Iye, iye, kita kalahan!"

"Cie kompak. Cocok nih jadi ganda putra," Kevin bersuara. "Tapi tetep kalah nanti sama kita."

"Congkak!" pekik Ginting di telinga Kevin.

Defia dan aku hanya menatap mereka bergantian. Katanya pamitan malah ghibah di depan pintu kamar kami. Benar kata Pak Imam, tidak ada satupun atlet yang waras di wisma atlet ini. Pak Imam, jadi ingat beliau belum lagi datang ke sini sejak ajudannya tertangkap karena kasus suap. Masih menjadi misteri juga, apakah Pak Imam terlibat atau tidak. Jika terlibat, sudah pasti kami semua sangat amat kecewa.

Bagas vs Muti (WALS 2)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang