Bagian #30

2.3K 304 6
                                    

Mutiara Habiba 🥋

Peluit tanda upacara pembukaan TC satu Minggu ke depan telah berbunyi. Artinya, kami semua harus segera berkumpul di lobi Wisma Atlet, semua tanpa terkecuali, hingga sedikit sesak saking banyaknya atlet yang bergabung dari beberapa tower yang ada. Malas sebenarnya, nanti ketemu sama Bagas, kan malu kalau ingat lagi tentang aku yang tiba-tiba mengucapkan selamat. Ah, entah kenapa aku tidak suka di dekat Bagas, bukan benci, tetapi ada sesuatu yang tidak bisa aku mengerti. Perasaan canggung, malu, debar jantung, aneh saja.

"Nggak semamgat gini gue, nggak ada Aa," keluh Defia ketika kita keluar dari kamar.

Siapa lagi yang bisa membuatnya lemas begini jika bukan, Hanif, suaminya. Hanif memang tidak masuk daftar TC kali ini, entahlah. Dan itu membuat Defia hilang semangat, meskipun dia bisa saja video call sampai delapan kali sehari. Biasa mereka lakukan karena LDR Malang-Bogor, sampai hafal aku.

Sampai di depan lift, mendekati lobi, tiba-tiba ada si Lambe Newbie alias Kevin Sanjaya berteriak-teriak keluar dari lift. "Muti, Muti!"

"Apa sih?" tanyaku malas.

"Ada yang mikirin lo tahu. Pengen tahu siapa orang...."

"Kevin!" pekik Bagas begitu keras, bisa saja pita suaranya putus.

"Mau tahu nggak orangnya siapa?" Kevin justru tak acuh pada Bagas, memilih kembali bertanya padaku.

"Kevin, mau mati lo!" ancam Bagas yang langsung mendekati Kevin, seolah siap membunuh dengan matanya.

Aku tidak mengerti kondisi macam apa yang sedang terjadi. Yang kutahu, mata Bagas melotot begitu tajam, sementara Kevin santai saja, malah terus bertanya padaku. Bahkan sekarang, Bagas sedang memiting kepala Kevin tapi si korban malah hanya tertawa.

"Gue, Mut. Gue yang mikirin elo, rindu banget gue soalnya. Rindu main truth or dare sama lo," jelas Kevin sembari menahan tawanya.

Bagas?  Dia langsung menghentikan tingkah polahnya. Tidak lama, dia berlari menjauh sembari mengumpat pada Kevin, aku tahu itu umpatan Jawa, yang sudah pasti dimengerti oleh Kevin.

"Apa sih lo, Gas? Gue ngerayu Muti masa lo marah?" Kevin mengejar Bagas yang terus mengumpat.

"Gilal lo! Emang ya mulut lo!" ketus Bagas samar-samar kudengar.

Menggeleng saja. Terserah polah tingkah mereka lah.

Upacara pembukaan dimulai, tapi ada sesuatu yang baru saja aku ingat. Jaketnya Bagas lupa aku bawa, seharusnya kan aku kembalikan hari ini.

"Ingat, bahwa kita di sini untuk berlatih demi nama baik bangsa ke depannya. Tidak ada dulu bucin-bucin apa lah itu." Semua orang langsung tertawa mendengarnya. Gila saja, Pak Gatot, Sesmenpora ini tahu tentang bucin? Budak cinta. Ha ha ha, gaul sekali. "Apalagi Bagas Adi Nugroho sama Mutiara Habiba, jangan dulu kebanyakan berduaan di Wisma Atlet, berlatih yang baik."

Semua langsung menoleh padaku, tertawa, Defia bahkan menoel-noel lenganku. Kenapa jadi aku yang kena? Padahal aku dan Bagas pun tidak kenapa-kenapa, tidak berduaan juga. Terlebih sekarang. Berduaan? Tidak mungkin. Kita saja saling menghindar.

Tunggu, setelah hilang sosok Pak Imam yang membuat kita semua kecewa, kenapa jadi muncul Pak Gatot yang tahu juga perihal kisah-kisah klasik di Wisma Atlet ini? Ya, meskipun tidak seratus persen benar.

"Kalau yang sudah menikah ya, wajar, nah yang belum, akan mengganggu sekali waktu latihan kalian. Bagas dan Muti ingat ya? Bapak mendengar banyak laporan tentang itu," sembari menyimpulkan senyumnya.

Andaikata bukan Sesmenpora, sudah kuusap-usap kepalanya yang botak, astaghfirullah, maaf, khilaf.

"Cie, sampai Sesmenpora tahu, Coy!" sindir Zahra Musdalifah yang berdiri di samping kiriku.

Bagas vs Muti (WALS 2)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang