Mutiara Habiba 🥋
Aku masih termenung usai salat Magrib ketika Defia mengetuk pintu kamar kami pelan-pelan, berusaha berpikir yang baik-baik sejak tadi dan menganggap bahwa Bagas hanya bercanda. Sama seperti biasanya. Mungkin hanya untuk prank belaka, agar aku melayang lalu dia jatuhkan. Candaan kami selama ini kan begitu? Jika dia menerbangkanku, aku akan terbang, lalu dia menjatuhkanku dan aku tertawa. Jika aku menerbangkannya, dia akan terbang, lalu aku menjatuhkannya dan dia tertawa. Oleh sebab tidak ada permainan hati, maka semuanya baik-baik saja. Ya, mungkin kali ini Bagas melakukan hal yang sama.
"Mut, makan malam, yuk," ajak Defia di sela ketukan pintunya.
Benar, aku harus bersikap sama seperti biasanya. Menghela napas, tersenyum lalu membuka pintu, seolah mengatakan bahwa aku siap menghadapi dunia.
"Cie, cie, cie, Kak Muti...." goda anak Timnas U-19 cabang olahraga sepak bola tepat ketika kami semua berpapasan di depan lift. Di depan mereka ada anak-anak Timnas U-16 cabang olahraga sepak bola, tapi tidak ikut menggoda. Mungkin karena mereka belum cukup umur untuk masuk ke dalam grup Wisma Atlet, makanya mereka tidak tahu menahu saat ini.
"Cie, cie, cie," balasku dengan mimik wajah seolah tak ada apa-apa, padahal Tuhan, detak jantung ini kencang sekali setiap mengingat Bagas.
Defia yang di belakangku bahkan sempat berbisik, "Are you oke, Muti?"
"Mut, kalau lo nggak pengen keluar, ntar gue bawain aja makan malam lo ke kamar. Tapi kalau gue jadi elo sih, kan bukan elo yang salah, jadi gue akan tetep biasa aja. Toh, Bagas sejak tadi tidak memberikan klarifikasinya," kata Kak Grey. "Jadi, bodoamatin aja sih!"
"I'm oke. Paling juga Bagas bercanda, Kak. Tahu sendiri kan kalau kita bercanda kaya apa?" balasku lalu melangkah pergi, menuju aula yang telah ramai.
"Set, buset, buset, buset," sapa si Crazy Rich Ciumbrella, namun aku punya julukan khusus untuknya, Lambe Newbie from Ciumbrella United Kingdom, oh atau kusebut saja dengan Prince of Lambe from Ciumbrella United Kingdom. Mengikuti sebutannya untuk Fajar Alfian di grup WhatsApp tadi. Mereka berdua sekarang mungkin hampir mirip-mirip dalam urusan perlambean duniawi.
Lagi pula si Fajar, wajah macam itu kupikir orang yang tenang, bersahabat, baik, ternyata. Luar biasa liar tangan dan mulutnya. Mengalahkan aku dan Bagas. Kenapa dulu-dulu waktu Defia dan Hanif dia lebih banyak diam? Apa karena kami belum begitu dekat sekali kala itu? Mungkin iya. Dan sekarang semua nampak sifat aslinya.
"Udah dengerin rekamannya kan, Mut?" bisiknya mendekat ke arahku. Wahai perempuan di luar sana, jangan menjerit jika seorang Kevin Sanjaya Sukamuljo, sekedat ini denganku.
Aku mengangguk. "Paling juga cuma bercanda. Biasanya kan gitu, Vin."
Kevin terdiam sejenak. "Ah nggak mungkin, beneran kok Bagasnya. Masa iya dia bercanda sampai segitunya sih?"
"Masih ingat kasus Ratna Sarumpaet? Dia bercanda juga segitunya sampai para elit partai kena prank semua kan?" balasku santai.
Kevin mengangguk-angguk. "Iya juga ya," gumamnya.
Aku mengambil makan, bersaamaan dengan Kevin, Koh Marcus, atlet badminton junior sektor ganda putra, Kak Grey, Apri, Defia, dan Ruhil. Ramai dan gaduh seperti biasanya, tetapi seperti ada yang kurang. Biasanya kami rebutan paha ayam atau mungkin rebutan telur yang besar di barisan ini, tetapi satu di antara kami menghilang. Tak ada bayangnya dari sudut mataku.
"Bagas nggak turun, Vin?" tanya Koh Hendra Setiawan, legenda bulu tangkis yang menolak tua. Masih saja bermainn dan berulang kali menyabet gelar-gelar bergengsi, kabarnya ada di peringkat dua dunia, di bawahnya The Minions (Kevin Sanjaya dan Marcus Gideon).

KAMU SEDANG MEMBACA
Bagas vs Muti (WALS 2)
FanfictionBila cinta tolong katakan tanpa tawa. Bila tidak, tolong jangan ajak hati ini bercanda. Wisma Atlet Love Story 2 mengisahkan bagaimana 2 lambe wisma atlet menuju kata satu. Dan dalam kisah ini, semua generasi atlet ikut andil. Jadi jangan lewatkan s...