Bagas Adi Nugroho ⚽
Malam semakin larut ketika kita semua diminta untuk berbaring di atas pelataran Wisma Atlet. Bu Vivi yang meminta sementara pelatih kita semua belum datang. Jujur, aku masih sangat kesal dengan Bu Vivi. Beliau penjaga di Wisma Atlet ini, seharusnya tidak sampai menghukum kami seperti ini. Cukup laporkan saja pada pelatih dan tugasnya selesai.
Maksudku Bu Vivi itu bukan satpam, penjaga kami menyebutnya. Beliau uang yang mengawasi kami. Semacam Ibu Kos lah. Ada 4 lagi yang berjaga biasanya di malam hari. 3 cowok, 2 cewek. Yang 4 orang tidak begitu galak, ya hanya Bu Vivi sejak Asian Games. Sekarang semakin menjadi.
"Tiarap semuanya tidak ada yang boleh duduk!" pekik Bu Vivi.
"Maafin Abang, Guys," kataku berbisik pada anak-anak Timnas U-19.
"Kita yang salah kok, Bang. It's ok lah, Bang," balas Brylian sama dengan suara yang lirih.
"Diam!" bentak Bu Vivi.
"Bu Vivi ini calon tentara tapi gagal apa gimana sih, Bu? Ini kan bukan pendidikan militer gitu. Kita warga sipil yang hak asasi manusianya masih ada!" keluh Kak Grey dengan beraninya.
Pastilah cuma Kak Grey yang paling berani karena di sini cuma dia yang paling tua. Kalau ada Koh Hendra dan Ahsan, pasti mereka lebih tua. Berhubung tidak ada. Lagipula, tidak mungkin juga seseorang yang berjuluk "The Daddies" mau bermain seperti anak kecil begini.
Dulu waktu Asian Games, karena kita sering bergaul dengan Cik Butet, Bu Vivi nggak banyak komentar sama kita. Katakanlah segan dengan Cik Butet, legenda bulutangkis gitu. Waktu itu kami juga masih lempeng-lempeng aja mengikuti jadwal dan disiplin. Sekarang, Cik Butet sudah pensiun, kelakuan kita malah menjadi.
"Kami ini jawab aja!" balas Bu Vivi.
Tak lama pelatih kami datang, yang pertama jelas Coach Fakhri, pelatih Timnas U-19. Beliau kan paling kebapakan kalau dari yang aku lihat. Lalu datang Coach Naga Api, julukannya begitu, entahlah si Kevin tidak memberi tahu siapa nama pelatihnya. Ya, benar itu pelatih ganda putra bulutangkis Indonesia. Lalu, pelatih taekwondo yang diwakili oleh Coach Benz dan lain sebagainya.
"Ya Allah, anakku kenapa?" tanya Coach Fakhri. "Kalian ngapai?"
Timnas U-19 diam.
"Ngapain tiarap-tiarap di tanah begini?"
Lagi-lagi semuanya diam.
"Tenang dulu, Coach. Ini pasti biang keroknya orang paling tengil di muka bumi ini," pelatih ganda putra Indonesia itu mendekat pada Kevin di sebelah kananku.
"Saya, Coach? Saya nggak tengil, Coach. Saya kan anak baik-baik, suka menabung, tidak sombong, dan suka jualan susu. Nggak pantas wajah kaya saya tengil, Coach. Tapi bener saya yang ajak mereka main truth or dare," ucap Kevin lirih di akhir kalimatnya.
Coach Naga Api itu melipat kedua tangannya. "Tuh kan? Saya itu hafal bagaimana kamu."
"Aduh," Coach Indra Sjafri, pelatihku, beliau datang paling akhir. "Kalian ngapain bergadang sih? Bagas jawab, Gas!"
"Maaf, Coach. Tadi main truth or dare!" jawabku tegas.
"Terus kalian ngajak adik kalian?"
"Siap, benar, Coach!" jawab Hanif paling keras.
"Kalian main semua?"
"Iya," semua menjawab pertanyaan Coach Indra Sjafri.
Semua pelatih menghela napas kompak. Dan pada akhirnya semua pelatih menyepakati untuk menghukum kami. Menjelang jam 11 malam, kami dihukum push up puluhan kali.
KAMU SEDANG MEMBACA
Bagas vs Muti (WALS 2)
FanfictionBila cinta tolong katakan tanpa tawa. Bila tidak, tolong jangan ajak hati ini bercanda. Wisma Atlet Love Story 2 mengisahkan bagaimana 2 lambe wisma atlet menuju kata satu. Dan dalam kisah ini, semua generasi atlet ikut andil. Jadi jangan lewatkan s...