Bagian #31

2.4K 262 25
                                    

Bagas Adi Nugroho ⚽

Hari yang sangat-sangat tidak aku sukai di tengah kebingungan atas perasaanku sendiri. Bagaimana bisa Pak Gatot, Sesmenpora itu membahas tentang hubunganku dengan Muti di saat upacara pembukaan TC. Terkadang jadi rindu Pak Imam yang sudah membuat kami semua kecewa, terlebih satu bulan ini banyak kejadian yang mengejutkan bagi kami. Biasanya Pak Imam begitu kekinian dan dekat dengan kami, Pak Imam yang biasa menyebarkan gosip-gosip dari kami. Lalu kenapa Pak Gatot pun bisa begitu?

Yang paling menyebalkan, bukan perkara Pak Gatot malah, tapi Kevin, si Lambe-lambean terbaru yang mulutnya bukan lagi seperti ember, justru mirip samudera. Pakai manggil-manggil Muti, pakai bilang kalau dia memikirkan Muti setiap saat. Memang dia tidak menyebutku tapi dari gerak-geriknya dia ingin membocorkan satu kalimatku.

"Zahra," panggil Kevin pada Zahra Musdalifah.

Zahra yang baru saja melewati Kevin langsung mendekat dan tersenyum, pipi merahnya pun jelas sekali. Memang siapa perempuan di sini yang tidak mengidolakan sosok Kevin Sanjaya? Si miliarder, atlet kelas dunia, ranking satu dunia, wajahnya ganteng, tukang jual susu pula. Aku yakin, semua yang dipanggil namanya oleh Kevin, semua akan tersipu malu. Apalagi sekelas Zahra yang memang baru-baru ini kenal Kevin, sebatas kenal, kulihat mereka tidak banyak mengobrol bersama.

"Nitip salam buat Mutiara Habiba ya, gila sih gue tuh mikirin dia mulu kenapa ya?" kata Kevin dengan tawanya yang tengil itu. Mana atlet luar negeri yang bilang kalau Kevin hanya tengil saat di lapangan dan justru tanah serta baik di luar lapangan? Hah, baik mbahmu striker!

"Oh, hah, iya," balas Zahra cukup kikuk.

Lagi pula, dia sudah menitipkan salam pada Muti melalui banyak orang. Kenapa sih dia? Mau usil padaku atau memang dia suka sama Muti? Terus Natasha Wilona? Menyerah? Ah, memang tukang susu yang tengil.

"Makasih, Zahra," ucap Kevin tetap dengan senyum mematikannya.

"Gila lo!" ketusku.

"Nggak usah cemburu lah," balasnya.

Aku sedang menunggu Fajar dan Rian, katanya mereka mau ke toilet sebentar, tapi malah ditemani orang gila bin tengil macam Kevin ini.

"Lo nunggu Fajar sama Mas Jom?" tanya Kevin.

Aku diam.

"Kenapa sih? Curhat aja sama gue kali."

Menggeleng. "Ogah! Mulut lo kek toa masjid kalau lagi malam takbiran, mending toa masjid isinya puji-pujian, lo? Toa tukang rongsokan kali!"

Kevin memicingkan matanya. Mata sudah minimalis begitu masih dipicingkan.

"Gas," sapa Fajar datang bersama Rian.

"Naik?"

Fajar mengangguk tapi Rian seperti memberikan kode, dia menggeleng.

"Jom, gue suruh atlet Thailand telepon elo nih!" ancam Fajar membuat Rian hanya tersenyum. Entah kenapa, Rian Ardianto, tunduk sekali dia sama partnernya.

"Gas, gue kasih tahu ya? Jangan curhat sama Fajar, oke lah, lo nggak mau curhat sama gue. Mending lo curhat sama Jojo aja, gitu-gitu mulutnya dia aman," kata Kevin.

"Nggak menerima saran dari lo!" balasku seperti anak kecil. Habisnya aku kesal dengan Kevin, mulutnya itu lho.

Fajar tersenyum tapi Rian menghela napasnya.

"Udah nggak apa-apa sama gue aja, soalnya si Jojo juga lagi sibuk sama Ginting," kata Fajar.

Singkatnya, aku, Fajar dan Rian sudah sampai di kamar mereka. Rian yang duduk di sampingku tidak pernah berhenti mencubit-cubit punggungku.

Bagas vs Muti (WALS 2)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang