Bagian #36

2.3K 304 40
                                    

Bagas Adi Nugroho ⚽

Usai latihan, Andy memintaku datang ke kamar Koh Hendra, diikuti Hansamu Yama dan beberapa pemain Timnas U-19, yang aku yakin, bocah-bocah U-19 itu pasti hanya ingin tahu saja. Di dalam kamar, Koh Hen, Babah Ahsan, Cik Butet, Kevin, Fajar, Rian, Koh Sinyo sudah menunggu. Tadinya mereka santai, tetapi begitu aku masuk, semua jadi tegang, kecuali yang sudah berumur. Mereka terlihat biasa saja, apalagi Koh Hen dan Babah Ahsan, tenang sekali. Cik Butet? Jangan tanya, dia seperti akan membunuh seseorang, mungkin aku, mungkin Fajar. Atau memang wajah encik-encik Mangga Dua memang begitu.

"Duduk, Gas. Sini deket Fajar!" perintah Koh Hen menunjuk tempat kosong di sebelah Fajar.

Lalu Fajar bagaimana? Dia diam, menunduk, memainkan jari-jarinya.

Aku sempat menghela napas sejenak, sebelum akhirnya duduk dengan sedikit amarah di sebelah Fajar Alfian.

"Udah kalian ngomong!" perintah Cik Butet membuat kami terdiam.

Fajar dan aku tidak ada yang bersuara, tiga menit bahkan tidak ada yang sekedar memanggil nama. Semua yang ada di ruangan ini pun diam, menatap kami seolah menunggu. Apalagi si Kevin, dengan posisi menopang dagu dan bibir manyunnya. Sungguh, jika aku dan Fajar perempuan, aku pasti sudah pingsan di depannya. Orang ganteng, mau gimana pun juga ganteng. Astaghfirullah, aku masih normal, jangan sampai suka sama Kevin. Gila.

"Mau ngomong nggak nih?" tanya Babah dengan wajah seramnya. Sejak kapan Babah merubah raut wajahnya?

Fajar mengambil napas, aku diam. "Gini, Gas. Gue sebelumnya minta maaf karena udah bikin gaduh dan bocorin curhatan lo."

Aku melengos. Malas sekali mendengarnya.

"Gue emang sih suka nyimpen rekaman temen-temen gue yang curhat, tapi biasanya nggak gue sebarin rekamannya. Tapi kali ini ya gue khilaf, gue salah, gue minta maaf," katanya menatapku, aku tahu karena aku sedikit melirik ke arahnya meski pun aku benci.

"Lo jelasin alasannya juga gimana? Jadi Bagas juga bisa ambil keputusan," sambar Cik Butet.

"Lo tenang dikit lah, Tet," tegur Koh Hen pada Juniornya itu. Setahuku usianya hanya terpaut satu tahun.

"Biar cepet, gue ada jadwal tidur," canda Cik Butet melihat ke arah jam tangannya.

"Ya, ya, sebenarnya gue niat baik aja pengen bantuin lo biar cepet-cepet jadi sama Muti. Kita yang bulu tangkis sering ngomongin itu, mungkin karena kita emang rumpi no secret banget sih," jelas Fajar berusaha melucu di akhir kalimat, tapi kan ini bukan lelucon. Aku benar-benar marah dengannya.

"Ha ha ha. Atlet Ciumbrella emang cucok meong kalau ngerumpi," sambar Koh Sinyo membuat semua orang menatapnya tak percaya. Seorang Koh Marcus Fernaldi Gideon, tahu bahasa cucok meong? Sungguh luar biasa Papanya Junior ini. Padahal sedang momen serius.

Koh Hen dan Babah melotot pada Koh Sinyo.

"Sebelum elo curhat, sebagian besar dari kita-kita ini sudah tahu perasaan lo. Mata lo tuh nggak pernah bisa bohong, Gas. Kebetulan elo curhat sama gue, dan gue sudah tahu tatapan mata lo beda sejak usai Asian Games ke Muti, dan kita semua tahu, candaan lo itu cuma kedok dari diri lo sendiri yang tidak bisa mengenali isi hati lo."

Aku menelan ludahku.

"Karena ya berpikir udah terlalu lama lo nggak menyadari perasaan itu, pas lo curhat gue rekam. Sempat ragu, tapi karena gue pikir lagi, kita semua di sini sudah seperti keluarga, biasa berbagi banyak hal, makanya aku bagi aja, mungkin nggak masalah. Jadi, niat baik gue aja gitu."

"Niat baik lo kan salah, aib itu kan?" ketusku memecah hening sekian detik.

"Menurut lo perasaan lo itu aib?"

Bagas vs Muti (WALS 2)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang