Bagian #35

2.4K 288 11
                                    

Bagas Adi Nugroho ⚽

Pagi hari ketika yang lain enggan keluar di subuh hari, lebih suka salat di dalam kamar atau menyewa satu kamar untuk berjamaah, aku memilih untuk keluar dan mencari mushola di tower 2 Wisma Atlet. Tentu aku sudah membawa semua perlengkapan latihanku, ya, aku belum siap jika harus bertemu dengan Muti. Sarapan pagi pun aku memilih di tower 2. Meskipun semalaman dapat ceramah dari Koh Hen, tapi aku belum benar-benar siap.

Aku juga masih dalam keadaan marah pada Fajar, katanya dia juga belum keluar dari kamarnya karena takut aku ngamuk lagi. Ya, tapi dibandingkan kemarin, aku lebih bisa mengerti sedikit maksud hatinya membocorkan rekaman itu ke grup.  Apalagi setelah semalam Cik Butet juga menemuiku. Fajar memang begitu, dia orang yang humble dan suka membantu orang lain, meskipun mulutnya memang susah dikendalikan. Kalau Fajar sampai berani membuka curhatanku di grup WhatsApp, itu artinya Fajar telah menganggapku sangat dekat, sehingga dia percaya diri sekali aku tidak akan marah dan akan sangat mengerti niat baiknya. Itu kata Cik Butet, agak aneh memang. Bagaimana bisa seseorang dikatakan menganggapku sangat dekat dengannya makanya dia dengan santai membocorkan curhatanku?

Ya, intinya begitulah pendapat Cik Butet. Toh kita semua ini keluarga, inginnya semua yang terbaik, tidak mungkin mau berniat jahat. Kita sudah terbiasa mendapat perlakuan jahat dari nitizen ketika kita kalah, kita tahu bagaimana sakitnya, apa iya kita yang sesama atlet ini akan saling melukai? Dan Cik Butet memintaku untuk sedikit mengerti, cara Fajar memang salah, Cik Butet juga sudah menegur, tetapi bukan tidak mungkin aku nantinya justru berterima kasih dengan keputusan Fajar menyebar curhatanku kemarin. Kata Cik Butet lagi, kita tidak pernah tahu kejahatan teman bagian mana yang nantinya justru memberikan kita nikmat yang luar biasa. 

Babah Ahsan tengah malam pun sempat menyambangi kamarku, memberiku minuman katanya punya banyak minuman yang mubazir jika dibuang. Padahal aku tahu, itu alasannya saja untuk memberikan masukan dan menenangkanku. Kudengar baik Koh Hen, Babah Ahsan, maupun Cik Butet juga menyambangi Fajar.

Wakil Kapten Tim Nasional Bulu Tangkis pada ajang Sudirman Cup itu mengatakan padaku untuk mulai berbicara dengan hati. Mau curhat pada siapa pun, pasti jawabannya sama, mereka yang mendengar curhatku pasti mengatakan aku telah jatuh cinta pada Muti. Lalu mereka yang mendengar pasti punya niat yang sama seperti Fajar. Kata Babah, Fajar memang salah jalan, dia salah dan itu fatal, tapi niat baik dan tulusnya adalah memberikanku jalan untuk memperjuangkan perasaanku pada Muti lebih cepat. Mengingat aku sendiri kurang yakin dekat hatiku. 

Menurut Babah, marahku pada Fajar tidak perlu berlarut-larut dan aku mendapatkan dalil tentang marah yang cukup banyak. Yang terpenting dari marahku pada Fajar adalah bagaimana aku bisa menanyakan pada diriku sendiri tentang perasaanku. Maksudnya mungkin, saking sibuknya marah sama Fajar, malah lupa sama jawaban atas perasaanku. Setelah ini aku diminta berbaikan dengan Fajar, nanti kucoba jika aku sudah puas marah dengannya. 

Begitulah, semalam aku mendapat banyak ceramah, khutbah, pidato, orasi atau apa lah itu. Kevin saja sampai mengungsi ke kamar Bagus dan Bagas Timnas U-19 karena terlalu berisik, pagi ini dia kan harus latihan. Katanya dia butuh istirahat cukup. Dan saking banyaknya wejangan yang aku terima, aku sampai bingung cara mencernanya. Agak rumit, tapi begitulah pemikiran orang dewasa perihal maaf-memaafkan dan perihal hati yang legowo

"Gas, ngapain lo ke sini?" sapa Rifda Irfanaluthfi, atlet Gymnastic

"Numpang makan, tower satu habis makanannya," jawabku menyantap makanan. 

"Ha ha ha, dihabisin si Kevin?" 

Aku menoleh pada Rifda yang duduk di sebelahku. "Rumornya beneran?" tanyaku.

"Apa?"

"Katanya lo suka sama Kevin?"

Rifda tertawa kaku. "Ha ha, enggak lah. Gue hormat aja, pemain kelas dunia, Coy."

Bagas vs Muti (WALS 2)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang