berubah

8 1 0
                                    

Rio masih stay di rumah Dian sampai larut malam, ia bingung dimana orang tua Dian? Sampai larut seperti ini tidak ada orang

Dan Dian masih tidur dengan terus menangis kadang ia juga mengigau

"Ar.. Suruh Eva kesini temenin Dian gue mau cabut dulu" ucap Rio memberi tahu arfa dengan telfonnya

Dan 15 menit kemudian Eva datang dengan Arfa

"Gimana keadaan Dian yo?" tanya Arfa

"Masih sama tapi dia lagi tidur" ucap Rio memberi tahu di angguki oleh Eva dan Arfa

Eva langsung menuju ke kamar Dian ia berbaring di samping dian dengan posisi miring menghadap Dian

Rio dan Arfa pergi ke ruma sakit melihat kondisi hanum dan Gea

"Di lo bangun?" tanya Eva saat melihat Dian duduk di ranjang

"Kenapa Di lo bisa bilang ke gue" ucap Eva menahan air matanya saat melihat Dian hanya diam namun terus menangis

"Gue lelah" ucap Dian singkat

"Gue lelah sama hidup Gue, Gue cape pura pura seneng, gue cape jadi sosok yang pengertian, sampai akhirnya orang yang selalu ngertiin gue juga pergi satu satu" ucap Dian sambil terisak menangis

Eva memeluk Dian erat berharap bisa menenangkan

Dian bangkit ia keluar dari rumah entah kemana tujuannya, membuat Eva cemas

Pukul 10.45 Dian mengendarai motor besarnya ke bangunan bernuansa putih dengan bau obat yang menyeruak dalam indra penciumannya

"Sus Dimana keluarga pasien?" tanya Dian saat berada di luar ruanagn gea

"Ibunya sedang keluar kota untuk 1 minggu mba, makanya saya yang di tugaskan untuk menjaga mba gea" ucap suster itu lalu pergi

Ini kesempatan Dian untuk menemui Gea

Perlahan Dian memasuki ruangan itu, air matanya menetes deras

"Selamat Gea.. Hhaa lo bisa buat gue selemah ini" ucap dian

"Ge.. Sampai kapan lo mau tidur kaya gini ?" tanya Dian sudah duduk di kursi samping ranjang sambil mengelus tangan sahabatnya

"Ge.. Apa iya gue harus berubah kaya Dulu" Dian masih berbicara pada Gea seolah Gea mendengar ucapan Dian

"Karena lo diam gue anggap lo setuju dengan keputusan gue gea"

"Ge.. Please bangun lo belum bantuin gue buat nyari gelang kan"

"Ge.. Lo satu satunya orang penting di hidup gue bangun Ge.. Gue mau curhat sama siapa kalau bukan lo? Gue mau ngusilin siapa kalau bukan lo? Gue mau nangis depan siapa kalau bukan lo? Gue harus bersandar dimana kalau bukan pundak lo gea hikss hikss.. Ge.. Bangun jangan buat gue merasa bersalah"

"Gue janji Gea gue bakal jadi sosok kuat lagi kaya dulu, kaya waktu kita masih bareng-bareng, gue janji dengan ke beranian gue gue bakal balesin dendam lo gue nggak akan diem aja liat lo kaya gini gue janji gea"

"Gue harap lo selalu dukung gue, dan lo bisa cepet sadar ge.. Gue pamit" ucap Dian pergi

Bukan untuk kerumah ia mengunjungi tempat yang sangat sepi di malam hari tak ada satu orangpun di sana hanya ada suara jangkrik, dan burung hantu, banyak sekali nisan di sana salah satunya nisan bertuliskan Jihan Larasati, ibunda dari Dian Amandita

"Malem bu.." ucap Dian seperti orang tolol yang berbicara dengan sebuah Nisan

"Bu.. Ijinin Dian untuk kuat lagi, Dian nggak mau kaya gini, Ayah selalu nyakitin Dian Bu.. Hikss hiks.., dan sekarang Gea sakit karena Dian" ucapnya sambil menangis

"Bu.. Nggak ada lagi yang bisa ngertiin Dian, nggak ada lagi tempat Dian untuk berkeluh kesah, Dian cape Bu.. Dian nggak kuat pura-pura ceria terus, Dian mau berubah Bu.."

"Berubah kaya Dulu lagi, sebelum Ibu pergi, saat Gea masih sama Dian, Saat Ayah masih peduli dengan Dian, Bu.. Dian butuh dukungan dari Ibu,semoga Ibu dukung Dian dari sana" ucap Dian lalu pergi lagi

Ia kembali kerumah, tak ada orang disana mungkin Eva telah pulah huh!! Untuk apa dia kesini? Khawatir? Apa arti Dian dalam hidupnya bahkan masalalu Dian pun Eva tak tau, sekarang Dian benar-benar sendiri

"Pulang juga kamu!!" bentak sang ayah melihat Dian masih duduk di ruang tengah

Dengan keadaan mata masih sembab, namun tatapan matanya yang membunuh, sekarang dia bukan lagi Dian Amandita yang lemah, yang ceria, yang bertopeng

Topengnya sudah terlepas bersamaan dengan Gea yang hilang dari hidupnya kini Dian telah kembali

"Kenapa?" tanya Dian santai namun tajam

"Kenapa katamu!! Heyy!! Sadar kau ini siapa aku ayahmu!! Setidaknya kau menghormatiku!! Bukan malah berani padaku!!" bentak Ayah Dian

"Huh!! Ayah katamu? Ayahku sudah mati setelah ibuku pergi" ucap Dian dingin

"Lancang sekali kau!!" geram ayah Dian sudah mengangkat tangan untuk menampar putrinya itu

Sebelum tangan kekar itu mendarat pada pipinya yang masih ngilu, Dian sudah mencekal dan menghempaskannya

Tak menunggu lama Dian langsung berjalan ke kamarnya bukan untuk menangis tapi untuk mempersiapkan diri menghadapi Dunia yang kejam padanya

Ia memandang kamarnya sendiri yang seperti kapal pecah barang-barangnya masih berserakan, bekas darah masih berceceran, dan pecahan kaca yang ada di mana-mana

"Gea.. Lo udah mengubah diri Gue lagi" gumamnya

Dian memandang tangannya yang berbalut perban karena Rio

"Aku nggak selemah itu!!" bentak Dian mengingat dia yang menangis di hadapan semua orang

Ia menuju balkon kamarnya berdiri disana mengambil benda kotak yang berisi benda penuh kafein itu lalu membakarnya dengan korek

Menghirup dalam dalam dan menghembuskannya, ia sangat tenang, meski ia tau rokok bukan jalan terbaik, tapi ia membutuhkannya, kini Dian yang asli sudah kembali, tak ada topeng, tak ada kedok ia sudah lelah menangis di balik topeng, baik sebagai kedok, berdrama agar terlihat tegar

Tak lama Hpnya berdering menampilkan kontak Eva di sana tanpa Ragu Dian mengangkat

"Ada apa?" tanya Dian

"Lo diman?" tanya Eva balik

"Rumah" jawabnya singkat

"Besok mau sekolah?" tanya Eva

"Iya" jawabnya lagi

"Kita bareng" ucap Eva

"Nggak" bantah Dian

"Ayolah" bujuk Eva

"Nggak" lalu Dian mematikan sambungannya ia tak butuh teman, ia sudah terbiasa dengan sepi, sendiri

Temannya hanya Gea, sahabatnya hanya Gea, bukan yang lain, dia hanya perlu Gea

Ia masuk lagi ke kamar, masih membiarkan kamarnya yang berserakan merenung sendiri disana dan kembali meneteskan air mata

Besok ia akan menghadapi dunia dengan jati dirinya, menghadapi pertanyaan dari teman busuknya
Huh? Busuk? Iya mereka teman busuk teman yang tak pernah tau akan temannya sendiri, teman yang egois, tak pernah mengerti, dan selalu berbohong

Mereka pikir Dian tak tau? Bodoh!! Bahkan Dian lebih tau dari yang lain

Devi, Dia cewe tolol yang akan dekat jika ada perlu

Fany, cewe pintar yang selalu menyakiti semua orang dengan kata-katanya termasuk Dian

Ririn, cewe sombong yang terpaksa berteman, dan gila akan pujian karena kepintaran

Eva, cewe keras kepala yang bertindak seakan tersakiti padahal ia sendiri yang menyakiti

Riza, cewe so polos yang selalu di incar banyak cowo layaknya jalang karena sikap manisnya

Tapi Dian tetap diam menyaksikan tingkah temannya itu, berusaha tak tau apa-apa hanya untuk menghibur dirinya sendiri dari rasa sunyi

DEFAR🌠 [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang