21 ; Gejolak Rasa

219 42 215
                                    

Danger!!

Part ini isinya 5/10 gelisah :"))
Siapkan hatimu.

Btw, ini update-an aku setelah sembuh dari sakit yang menyiksa. Ramaikan sayang, biar Millie yang lagi K.O ini semangat.

ㅡㅡㅡ






























"Lo mikir apa sih, Ta? Juniar itu temen lo sendiri, lo harus belajar percaya dong."

ㅡWonanta Satryadinaga

ㅡㅡㅡ


































"Bang, di sini gak ada cutter apa?"

Mampir ke ruang sekretariat Mapala rasanya sudah jadi kebiasaan baru bagi Millie. Gadis itu pun sudah tak lagi sungkan dengan yang lain, rasanya sudah seperti anggota Mapala juga.

"Cutter buat apa?"

Millie hanya menunjuk lembaran artpaper berukuran A3+ yang tergeletak di lantai.

"Itu bukannya tugasnya Millo yang semalem nyetak sama aku?"

"Iya, minta tolong dipotongin."

Anta mengangguk, tanpa perlu dijelaskan Anta tau, Millo pasti lupa memotongnya usai mencetak semalam.

"Abis nyetak langsung kerjain tugas lain dia, terus tadi pagi malah kesiangan, jadinya gak sempet motong mana sampe kampus langsung ada kelas," lagi jelas Millie.

Anta tertawa kecil mendengar kelakuan Millo yang kadang kelewat ceroboh itu. "Nih. Bisa sendiri gak?" Anta menyodorkan cutter merah setelah menemukannya dari lemari barang.

"Bisa lah!" Tanpa menunggu balasan dari Anta, Millie sudah melesat saja ke tempatnya. Kembali terduduk di tempat tugas Millo tergeletak.

Berbekal penggaris besi dan juga cutter, Millie menyayat tepian artpaper untuk dipotong menjadi bagian yang lebih kecil sesuai dengan garis tepian yang diberikan Millo sebagai tanda untuk batas potong.

Awalnya lancar-lancar saja, tapi ketika sedang asik-asiknya menyayat artpaper, Millie tiba-tiba melepaskan cutter-nya dengan gerakan kaget.

Millie lalu menarik tangannya, mengantisipasi darahnya tidak menetes di atas tugas Millo.

Telunjuk kiri yang dipakainya untuk menahan penggaris ternyata berada pada posisi yang sedikit melebihi penggaris, dan ketika cutter bergerak turun searah dengan penggaris, tentu saja telunjuknya tergilas.

Darahnya sudah mulai mengalir turun ke telapak tangannya, tapi Millie belum juga menemukan tissue yang biasanya teronggok di dalam tasnya. "Kok gak ada?" ucap Millie setengah mendesis. Ujung telunjuknya sudah berdenyut rasanya.

"Masa ketinggalan di gazebo pas Yena minta tissue tadi?" Lagi gumam Millie.

Lalu, tetiba seseorang menarik tangan Millie. "Kalo gak diobatin nanti keburu infeksi."

Millie terdiam. Laki-laki itu dengan telaten membersihkan darah yang sudah merembes sampai ke telapak Millie. Gadis itu sedikit meringis ketika kapas menyentuh permukaan luka sayatnya yang cukup dalam.

"Eh bentar! Bentar! Itu perih gak kalo dikasih itu?" Millie panik ketika Juniar hendak membersihkan luka Millie dengan kapas yang sudah diberi cairan rivanol.

Senja Warna Biru [COMPLETE] [✔]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang