50 ; Perihal Kabarnya

405 30 340
                                    

Danger!!

Terakhir gaes.

Terakhir gaes

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

ㅡㅡㅡ




















"Berisik banget HP! Astaga!"

ㅡJuniar Dwi Wisesa

ㅡㅡㅡ


























Jakarta, 2024.




Time flies so fast. Benar apa kata orang, semakin tua, rasanya jadi semakin tidak punya banyak waktu. Rasanya kemarin Juniar masih jadi pejuang toga, tiba-tiba saja hari ini ia sudah jadi budak korporat yang akan repot-repot bergelut dengan kemacetan ibukota di pagi hari dan pulang ketika langit sudah gelap.

Saking sibuknya, Juniar jadi lupa caranya bersenang-senang menikmati waktu seperti dulu waktu ia masih jadi pecandu alam. Seperti siang ini, Juniar hanya duduk menghabiskan beberapa judul film yang ditontonnya demi membunuh waktu membosankan di kala hari liburnya.

Tiba-tiba saja, Juniar menghela berat. Mendadak dadanya terasa perih. Lalu, seolah ada jarum yang ditusukkan dalam jatungnya. Sakitnya bukan main hingga membuat netranya berair.

Gila! Ini film horor. Bagaimana bisa Juniar justru merasa sedih bukan main?

Aku tuh ya, kalo abis nonton horor, suka jadi peka kupingnya, ada suara dikit noleh, ada suara dikit panik.

Sudah hampir lima tahun dan Juniar masih bisa mendengar ocehan gadis itu dengan jelas. Juniar rindu.

Lalu, segala sesuatu tentang Millie Juanita Charliven menyerangnya tanpa ampun. Jika ada alasan kenapa sampai saat ini Juniar masih betah sendiri saja, karena Juniar masih menginginkan Millie. Hanya Millie.

Menyesal? Katakan saja seperti itu. Juniar seringkali merutuki dirinya sendiri atas keputusan gegabahnya dulu. Benar apa kata orang, penyesalan selalu datang pada bagian akhir, dan Juniar tidak suka. Karena perjuangannya untuk mendapatkan kembali kepercayaan Millie atas perasaannya seperti terjebak dalam labirin buntu.

Bukannya Juniar kurang berusaha, hanya saja, mungkin Millie terlampau kecewa. Pernah Juniar menemukan telaga ditengah padang pasirnya. Tapi, suatu ketika, tanpa peringatan Millie tak pernah lagi membalasan pesan rindunya.

Juniar mulai menyalahkan jarak, jika saja Millie tidak kembali ke Surabaya setelah lulus, mungkin ia bisa dengan leluasa berusaha lebih keras untuk gadis itu. Bukannya Juniar juga tidak ingin datang menyapa gadis itu di kota Pahlawan, tapi libur satu hari tidak cukup.

Lalu, denting brutal ponselnya membuat Juniar tersadar. Dengan malas ia membuka ruang obrolan yang menganggu rindunya itu.


















Senja Warna Biru [COMPLETE] [✔]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang