48 ; Selamat Tinggal, Senja

223 29 123
                                    

Danger!!

Ayo belajar ikhlas.

ㅡㅡㅡ


























"Sadar!
Kamu udah bukan Nitanya Ijun, Mil!"

ㅡMillie Juanita Charliven

ㅡㅡㅡ






































Selamat Pagi lembaran baru yang harus di isi tanpa ada lagi Juniar dalam hidup Millie Juanita Charliven. Gadis ini masih terduduk diatas kasurnya, membaca sisa ruang obrolannya dengan Juniar lagi dan lagi.

Jujur, Millie rindu. Lalu, tanpa sadar bulir air hangat dari netranya jatuh.

Setengah mati Millie menahan jarinya untuk tidak mengirimkan pesan pada laki-laki yang sudah seharusnya tidak perlu lagi ia cerahkan paginya itu.

"Makan dulu, Mbak." Millo menyodorkan nampan berisi bubur ke hadapan Millie lalu menjulurkan tangannya pada kening Millie dan menghela panjang.

Kemudian, acara sarapan pagi itu hening. Millie menyantap bubur ayam di hadapannya dengan enggan selagi Millo menatapnya lamat. "Kenapa sih, Mbak? Mama besok ulang tahun, Mbak malah sakit sekarang."

"Mama di mana?" tanya Millie.

"Ke apotek, beli obat buat Mbak."

"Bang Anta mana?"

"Di kamar. Tidur kayaknya. Aku pikir semalem Abang gak pulang soalnya pas aku bangun Abang gak ada di kamar. Eh, ternyata malah di sini. Gak tidur semaleman katanya jagain Mbak."

Millie hanya mengangguk samar kemudian. Adiknya jadi semakin bingung, "Sebenernya ada apa sih, Mbak? Kok Mbak tiba-tiba sakit padahal kemaren masih bisa ngajak gelut."

"Gapapa." Satu kalimat Millie sukses membungkam mulut Millo. Laki-laki itu tahu, Millie masih enggan bicara.

Bagi Millie, ini masih terasa tidak nyata. Semua terjadi begitu cepat hingga Millie masih tidak mengerti. Bahkan, Millie masih berharap untuk bisa berbicara baik-baik pada Juniar dan memperbaiki semuanya. Tapi, hingga siang menjelang pun, tak ada satu pesan pun dari Juniar.

Millie terduduk lesu di sofa ruang tengah. Netranya boleh menatap film komedi yang diputar di TV, tapi, otaknya terbang pada laki-laki yang mungkin hanya mengingat amarahnya.

"Kok nangis, Mbak?" Baik Millo pun juga Anta yang juga duduk di ruang tengah jadi menoleh tegang pada Millie usai mendengar teguran Dena.

Menurut Millo, film yang sedang dilihatnya masih lucu sekali walaupun tokohnya memang sedang beradegan menangis. Tapi, bisa-bisanya Millie menangis dan berkata, "Engga, ini film-nya sedih banget, Ma. Millie jadi terharu."

Tidak jauh di sebelahnya, Anta tersenyum miris. Ia tahu, sangat tahu, Millie sedang berpura-pura. Millie ingin terlihat kuat dan baik-baik saja, setidaknya di depan sang Ibunda.

Dena yang baru saja menaruh brownies buatannya sendiri di meja kini turut bergabung di ruang tengah. Mendudukkan diri tepat di sisi anak sulungnya.

"Mbak, besok makan barengnya di rumah aja kalo kamu masih sakit. Tapi Ijun tetep suruh dateng aja, ya?"

Ada sakit yang menyusup dalam dada Millie mendengar penuturan Dena. Millie mendadak bisu seribu bahasa. Haruskah ia berkata pada Dena kalau ia dan Juniar selesai? Tapi untuk alasan apa? Bagaimana Millie harus menjelaskan semuanya pada Dena? Haruskah Millie berkata kalau ia dan Juniar selesai karena laki-laki itu tidak mau memenuhi permintaan Dena? Laki-laki macam apa yang tidak mau memenuhi permintaan orang tua dari perempuan yang dicintainya?

Senja Warna Biru [COMPLETE] [✔]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang