43 ; Teman Berjuang

200 34 216
                                    

Danger!!

Kondisikan hatimu.

Suka banget update tengah malem gini. Maafkan yaak.

ㅡㅡㅡ




























"Kalo boleh,
gue pengen berjuang untuk kita."

ㅡJuniar Dwi Wisesa

ㅡㅡㅡ



























Siang itu, koridor di FISIP terlalu penuh sesak dengan jajaran mahasiswa yang kompak mengenakan setelan hitam-putih lengkap dengan alamamaternya.

Juniar mengembuskan napas panjang sekeluarnya dari ruangan yang baru saja membabatnya habis seperti ilalang yang disiangi. Lelah adalah satu-satunya hal yang tergambar di wajahnya bercampur dengan sedikit gelisah seolah ia baru saja kehilangan separuh nyawanya.

Seminar proposal, hal yang wajib dilalui sebelum mahasiswa masuk dalam tahap sidang skripsi. Nahasnya, pada tahap ini rencana riset mahasiswa akan dibakar habis-habisan. Banyak pertanyaan akan dilontarkan, tentang apa yang akan dibuat, metode penelitian apa yang akan digunakan, datanya ada atau tidak, cakupan studi sampai tingkat mana, dan sialnya revisi.

"Gimana-gimana, Jun?" Daru, masih dengan wajah tegangnya langsung saja menyambar Juniar dengan pertanyaan.

"Katanya referensi jurnal gue kurang. Gak menunjang!" Juniar memberi penekanan pada kalimat terakhirnya.

Laki-laki itu akhirnya terduduk di lantai, menyilakan kakinya dan bersandar pada tembok koridor. "Kudu nyari refrensi lagi, terus cakupan studi diminta sampe ke tingkat kota. Mampus aja gue cari datanya." Juniar menjelaskan selagi tangannya sibuk melonggarkan dasi yang sedari tadi terasa mencekik lehernya. "Sumpah! Jangan sampe yang nguji Bu Novi, banyak maunya," tutup Juniar.

Mendengar penuturan karibnya, Daru menelan ludahnya kelu. "Jangan nakut-nakutin gue lo, Jun!" Daru jadi ciut. Pasalnya, perihal dosen penguji itu seperti bermain kolas. Kau hanya akan mengambil satu tanpa tau hadiah apa yang tertulis di dalamnya. Sayangnya, ini bukan hadiah, ini tentang siapa yang akan menentukan masa depan hidup.

"Minum dulu!" Lalu, suara ramah menyusup ditengah obrolan mereka. Ana menyodorkan dua botol air mineral untuk Daru pun juga Juniar. "Yang semangat, Kak!" Gadis itu memberi senyum pada akhir kalimatnya untuk Daru.

Ditengah segala kerisauannya, melihat Ana tersenyum cukup untuk membuat lautannya tenang. Daru tersenyum, "Makasih ya, Na."

Ana mengangguk dan lalu mengacungkan kedua kepal tangannya ke udara. "Semangat!" ucapnya.

Juniar mencebik sebal menatap dua insan tidak tahu tempat ini. "Kenapa mesti di depan gue sih?" protesnya.

Daru jadi terbahak menatap Juniar. "Gue jadi prihatin sama lo, Jun. Udah perjuangan skripsi berat banget, perjuangan cinta malah lebih berat lagi, cewenya gak peka-peka," ledek Daru yang tentu diakhiri tawa.

Ana tentu turut tertawa walau setengah mati ia menyembunyikannya dibalik tangan yang menutup mulutnya. "Kak! Heh! Gaboleh gitu!" tegur Ana masih setengah tertawa.

Wah, Daru tidak tahu saja, kisah Juniar dan Millie sudah ditulis sampai hari yang ke dua puluh satu.

Juniar lantas hanya menyeringai tipis. Membiarkan dugaan demi dugaan tercipta begitu saja. Toh, kisah ini tentang Juniar dan Millie. Bukan tentang Juniar, Millie, dan Daru.

Senja Warna Biru [COMPLETE] [✔]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang