Hening, tak ada pembicaraan sama sekali karena Ayra lebih memilih mendengarkan musik dengan earphone miliknya. Pandangan gadis itu tak pernah lepas dari jalanan yang ia lihat dari balik kaca mobil. Gerimis di sore hari yang tiba-tiba turun membuat jalanan basah dan lumayan licin.
"Ra?" Tak ada jawaban apapun. Sepertinya Ayra tak mendengar Angga yang memanggilnya. Ia masih sibuk memperhatikan rintik hujan yang jatuh ke tanah.
Angga menoleh sekilas ke arah Ayra. Cowok itu hanya bisa menghela napasnya kesal karena merasa diabaikan oleh gadis yang kini masih berstatus sebagai kekasihnya. Iya, masih karena Angga tak mampu untuk melepaskan gadis itu.
Lama kelamaan hujan mulai turun dengan deras. Ayra yang awalnya terus-menerus melihat ke arah samping kini mengalihkan pandangannya ke depan. Percuma saja, rintik hujan yang lumayan deras menutupi pemandangan dari balik kaca mobil. Ia merasa waktu berlalu dengan sangat lambat kali ini. Bahkan sepertinya waktu sengaja membuatnya berdua dengan Angga dalam situasi yang sangat canggung ini.
Gelap, itulah keadaan langit saat ini. Suara guntur yang menggelegar sungguh membuat Ayra menjadi takut. Ekspresi wajahnya bisa terbaca dengan jelas kalau saat ini ia sedang khawatir, cemas, dan takut. Berkendara di tengah hujan deras seperti ini sangat berbahaya. Apalagi dengan jarak pandang yang minim semakin menambah ketakutan Ayra akan hal-hal yang tidak diinginkan.
Ayra merasakan sebuah sentuhan di telapak tangannya. Angga, tangan cowok itu kini menggenggam tangan Ayra. Angga tahu apa yang dirasakan Ayra saat ini. Ia mulai memelankan laju mobilnya. Ia paham jika Ayra takut sebuah kecelakaan yang hampir merenggut nyawanya itu terulang lagi, bahkan kini ia bersama Ayra.
Tangan kiri Angga melepaskan genggamannya. Cowok itu kini beralih merangkul Ayra dan membawanya dalam dekapannya. Ayra yang tadinya mengenakan earphone, kini melepaskan earphone miliknya dengan tangan kirinya.
"Jangan takut, ada aku disini," Ucap Angga. Perlahan rasa takut Ayra mulai berkurang. Tapi tetap saja, rasa cemasnya belum sepenuhnya hilang. "Jarak ke rumah aku lebih deket, kita ke rumah aku dulu. Hujannya makin deras sekarang," ucap Angga. Ayra tak menjawab apapun melainkan hanya mengangguk. Ia sungguh tak bisa berkata lagi sekarang ini.
Angga melajukan mobilnya dengan kecepatan normal menuju rumahnya. Sebisa mungkin, ia tetap menenangkan Ayra dan membantu mengusir ketakutan Ayra. Sekitar sepuluh menit, mereka sampai di rumah Angga. Tak ada masalah apapun kecuali hujan yang turun semakin deras disertai dengan angin.
Saat ini Ayra tengah tertidur. Cowok itu tidak tega untuk membangun Ayra. Ia paham hari Ayra mungkin terasa berat. Apalagi dengan sikapnya belakangan ini, ia yakin Ayra lelah karena itu.
Angga turun lebih dulu dari mobil. Cowok itu berlari ke arah samping dan membuka pintu mobilnya. Ayra, gadis itu masih tertidur dengan ketakutan di wajahnya.
"Bi, tolong siapin kamar tamu!" perintah Angga sedikit menjauh dari Ayra agar tidak mengganggu tidurnya.
"Tuan, kamar tamu sudah siap," ucap seorang pelayan yang keluar dari rumah Angga.
"Terimakasih," ucap Angga. Detik berikutnya ia mengangkat tubuh Ayra dan membawanya masuk ke rumahnya.
❄❄❄
Perlahan Ayra mulai membuka matanya. Ia terbangun dari tidurnya setelah hampir dua jam. Nyawanya belum sepenuhnya terkumpul, gadis itu kini mengerjapkan matanya. Ia berada disebuah kamar, tapi ini bukan kamarnya. Seingatnya tadi ia pulang bersama dengan Angga setelah menunggu Vania lama. Rumah Angga, Ayra baru menyadarinya.
Tok...tok...tok...
Setelah seseorang mengetuk pintu kamar itu, kini pintu tersebut terbuka dan menampilkan seorang cowok dengan kaos putih polos dan celana jeans selutut yang berdiri diambang pintu. Cowok itu berjalan masuk ketika mengetahui Ayra telah bangun.
"Kamu udah bangun?"
"Hm, aku mau pulang. Anterin aku sekarang," ucap Ayra yang kemudian bangkit dari tempat tidur dan mengambil tas miliknya.
"Di luar masih hujan, kamu disini dulu aja. Nanti kalau hujannya lumayan reda aku anterin kamu pulang," ucap Angga yang kemudian melangkah keuar. Ayra menatap Angga yang semakin menjauh. Sikapnya hari ini sangat membuatnya bingung, kemarin Angga seakan tak peduli lagi dengannya. Namun lihatlah sekarang ini, Angga bersikap seolah ia tak akan pernah membiarkan Ayra pergi.
Ponsel milik Ayra berdering, sebuah nomor tak dikenal yang menelpon Ayra. Awalnya Ayra mematikan telepon itu karena menurutnya itu sama sekali tidak penting. Bisa saja hanya orang salah sambung atau sekedar iseng menelpon. Tapi ponselnya terus berdering berulang kali hingga akhirnya Ayra mengangkatnya.
"Halo, siapa ya?" tanya Ayra dengan hati-hati.
"WOY LO DIMANA?! NYOKAP LO NYARIIN NIH!" Ayra menjauhkan ponselnya dari telinganya. Bisa pecah gendang telinganya kalau mendengar teriakan orang di seberang sana. Bisa ia tebak jika itu adalah bule songong yang bernama Aiden itu.
"Lo ngomong santai aja bisa nggak sih? Bisa budek nih kuping gue kalo lo ngomongnya teriak-teriak gitu," ucap Ayra dengan kekesalannya.
"Ya sorry, lo dimana? Nyokap lo panik nyariin lo nih? Dia di rumah tante gue sekarang."
"Iya-iya, gue juga udah mau pulang nih. Suruh mama gue nunggu di rumah aja."
"Iya, tapi sekarang lo dimana?"
"Rumah Angga." Saat itu juga Aiden tiba-tiba mematikan teleponnya.
Ayra sama sekali tidak memperdulikan itu. Ia segera melangkah keluar dari kamar dan menuju ruang depan. Apa yang dikatakan Angga benar adanya, hujan masih deras sedangkan waktu sudah menunjukkan pukul enam petang.
"Masih nggak percaya kalau di luar hujan?" tanya Angga yang datang dengan sebuah nampan yang membawa dua cangkir matcha greentea latte, minuman kesukaan Angga.
"Bukannya kamu marah sama aku?" Ayra akhirnya membuka suara.
"Oh, soal itu lupain. Aku minta maaf, harusnya aku percaya sama kamu," ucap Angga.
Ayra beralih menatap Angga yang kini duduk di sofa ruang tamu. Ia kadang bingung harus bersikap bagaimana kepada Angga. Kadang ia dingin, tapi terkadang ia sangat hangat bahkan membuat Ayra lupa dengan semua hal tentang Angga yang menyakiti hatinya.
"Aku selemah itu ya, Ga?" ucap Ayra dengan tatapannya yang kosong.
Angga tak mengerti dengan apa yang dimaksud Ayra. Ia berdiri dan menghampiri Ayra. Tangannya langsung bergerak merengkuh tubuh mungil Ayra dan membawanya ke dalam pelukannya.
"Aku nggak tau apa maksud kamu. Tapi satu hal yang harus kamu inget, kamu cewek yang kuat Ra. Kamu nggak gampang nyerah meskipun kamu berada di titik terendah. Kamu harus janji sama aku, jangan pernah menyerah dalam semua hal. Kamu nggak selemah apa yang kamu pikirin saat ini," ucap Angga.
Maafin aku, Ra. Cepat atau lambat mungkin kamu akan berada di titik terendah itu. Dan aku nggak tau apakah kamu akan tetap bertahan saat itu.
[MyIcePrince2]
Hello readers! Hari ini segitu dulu ya,
Jangan lupa buat vote, comment, and share cerita ini ya...Btw, mau update kapan lagi nih?
See you next part...
KAMU SEDANG MEMBACA
My Ice Prince 2
Подростковая литератураSebuah hubungan pasti tak akan selalu berjalan manis. Kadang ada sebuah rintangan yang membuat hubungan itu menjadi lebih erat. Namun tak jarang hubungan itu harus kandas karena rintangan yang tak sanggup untuk dihadapi. *** Entah hanya perasaan Ayr...