13. INSIDEN

2.2K 104 23
                                    

Sepertinya cuaca pagi ini sangat mendukung suasana hati Ayra yang keruh. Masih karena kemarin, mood Ayra sepertinya belum membaik. Ia masih saja memikirkan kejadian saat ia tak sengaja memergoki Angga yang sedang telfonan. Mungkin ini definisi sakit tapi tak berdarah. Ayra membuka gerbang rumahnya untuk berjalan ke depan menunggu angkot. Masih dengan pikiran yang entah ke mana, pandangan gadis itu kosong sekarang.

"Woy! Pagi-pagi ngelamun aja lo!" seru Aiden saat keluar dari gerbang rumahnya yang membuat mood Ayra bertambah hancur. Mengapa Ayra lupa kalau tempat tinggal Aiden persis di depan rumahnya? seharusnya Ayra tidak keluar sekarang.

"Aiden, gue lagi males debat sama lo. Mending lo cepetan pergi sana!" usir Ayra yang muak dengan wajah cowok songong itu.

"Lo nggak mau bareng gue aja? Dijamin sampai tanpa lecet sedikitpun," ucap Aiden.

"Dibilang nggak, lo budek atau gimana?"

"Ye, malah ngatain orang lagi. Ya udah lah, gue duluan. Kalo ada apa-apa gue nggak mau disalahin loh ya," ucap Aiden yang kemudian menjalankan motornya meninggalkan Ayra.

Ayra kini berjalan ke depan untuk menunggu angkot. Sekitar lima menit Ayra berdiri, masih belum ada angkot yang lewat. Ia pun akhirnya memutuskan untuk berjalan lebih jauh sampai akhirnya ada angkot yang lewat.

Pukul 07.00, artinya lima belas menit lagi bel akan berbunyi. Setelah membayar angkot, Ayra segera turun. Gadis itu menengok ke kanan dan kiri untuk menyebrang. Setelah dirasanya aman, gadis itu menyebrang jalan menuju gerbang sekolah. Tiba-tiba saja sebuah motor melaju dan membuat Ayra terserempet motor itu. Ia terjatuh dan di lututnya mengalir darah segar. Gadis itu meringis kesakitan, sikunya juga tak luput dari luka. Rasa perih terus menjalar di kaki dan tangannya.

Ayra sempat melihat pengendara motor itu berhenti. Sayangnya pengendara itu kembali menjalankan motornya dan meninggalkan Ayra begitu saja. Yang membuat Ayra heran, mengapa ia merasa tak asing dengan motor itu? Tak lama seorang murid menghampiri Ayra. Ia tak lain adalah Devan.

"Ya ampun, Kak Ayra kenapa?" tanya Devan yang khawatir melihat luka di lutut Ayra.

"Nggak papa kok, kakak tadi jatoh aja."

"Ya udah, Devan bantuin deh." Devan lalu membantu Ayra berjalan menuju UKS.

Di UKS, Devan memperhatikan Salsa yang tengah mengobati luka Ayra. Setelah selesai, Salsa keluar dari ruangan. Devan pun mendekati Ayra dan menarik sebuah kursi ke dekat Ayra.

"Kak, seriusan nggak papa? Kayaknya perih banget deh," ucap Ayra.

"Nggak papa kok Dev, luka kecil doang. By the way, kok dari tadi kamu ngeliatin Salsa beda banget gitu?" tanya Ayra.

"Beda gimana?" tanya Devan.

Tok...tok..tok

Seseorang mengetuk pintu UKS. Devan menatap Ayra seolah bertanya siapa namun Ayra hanya memberi isyarat tatapan yang seakan berkata tidak tahu. Akhirnya Devan berjalan membuka pintu UKS. Tak lama ia kembali dengan setangkai mawar putih di tangannya.

"Mawar putih?" gumam Ayra lirih tapi masih dapat didengar Devan.

"Nih!" Devan itu menyerahkan mawar itu pada Ayra. Lagi-lagi sepucuk surat terdapat di mawar itu. Ayra menautkan alisnya bingung. Siapa sebenarnya orang yang mengirimkan mawar ini?

"Tadi siapa Dev?" tanya Ayra.

"Nggak tau, kakak kelas cewek. Katanya disuruh ngasih ke Kak Ayra," ucap Devan.

Ayra lalu mengambil surat di bunga itu. Sebuah lipatan kertas berwarna putih serasi dengan warna mawar itu. Ayra lalu membuka lipatan kertas tersebut.

My Ice Prince 2Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang