40. I DON'T WANNA CRY

2K 103 28
                                    


VOTE AND COMMENT!

"Ayraaaa!" teriak Vania saat Ayra menginjakkan kaki di ruangannya. Gadis itu kini tampil cantik dengan balutan gaun putih.

Ayra melangkah menghampiri Vania yang duduk di depan meja rias. Lama tak bertemu membuat mereka akhirnya melepas rindu. Vania berdiri dan memeluk Ayra. Momen mereka bertemu setelah dua tahun tak bertemu. Iya, dua tahun yang lalu Vania mengunjungi Ayra di Vancouver.

"Aduh, yang bentar lagi jadi kakak ipar gue," ucap Ayra. Gadis itu mengeratkan pelukannya pada Vania.

Setelahnya mereka saling melepas pelukan. Vania memperhatikan Ayra dari atas sampai bawah. Tampaknya Ayra baru saja datang dari bandara. Kaos putih dengan coat berwarna pink, ripped jeans, dan sepatu sneakers. Tidak mungkin kan Ayra menghadiri pernikahan dengan tampilan seperti itu.

"Lo baru sampai, Ra?" tanya Vania.

Ayra mengangguk. Ia memang baru sampai dari bandara. Seharusnya Ayra sampai dari tiga jam yang lalu. Namun, pesawat yang ditumpangi Ayra delay saat transit.

"Yah, lo pasti capek banget dong. Tapi lo bisa hadirin pestanya nanti kan?" tanya Vania.

Ayra melihat jam tangan yang melingkar manis di pergelangan tangan kirinya. Masih ada waktu sekitar empat jam sampai acaranya dimulai. "Ya pasti dong, Van. Gue habis ini langsung ke apartemen buat siap-siap. Kita ketemu di tempat acara nanti ya."

"Oke," ucap Vania.

Ayra kembali keluar dari ruangan Vania. Tujuan gadis itu bertemu Vania hanya sekedar untuk menyapanya. Ya, Ayra dari bandara langsung menuju kediaman Vania. Ayra kembali menuju mobilnya. Di dalam mobil, Aiden telah menunggu. Begitu Ayra masuk, Aiden langsung menjalankan mobilnya.

Tak butuh waktu lama mereka sampai di apartemen. Ayra melangkah cepat karena dikejar waktu. Di belakang, Aiden hanya mengikuti gadis itu.

"Kenapa buru-buru banget sih? Masih empat jam loh, Ra."

"Empat jam itu kalau santai-santai bakal cepet banget." Tangan Ayra bergerak memasukkan password untuk membuka pintu apartemennya. Detik berikutnya, gadis itu melangkahkan kakinya masuk.

Sementara itu Aiden hanya geleng-geleng melihat kelakuan Ayra. Memang sih ada baiknya Ayra tidak menyia-nyiakan waktu. Tapi, Ayra juga butuh istirahat. Gadis itu bisa saja kelelahan.

Setelah masuk Ayra langsung menuju kamarnya. Tanpa membuang-buang waktu gadis itu menuju kamar mandi untuk membersihkan dirinya. Berendam sebentar mungkin akan merelekskan dirinya.

Sementara itu Aiden melangkah masuk. Cowok itu menghempaskan dirinya di sofa. Hoodie yang ia kenakan ia buka dan menyisakan kaos hitam polos. Dikeluarkannya ponsel dari saku.

"Hello, Raf? Lo sama Irene jadi bareng gue nanti?"

"Bareng aja. Jam setengah empat gue sama Irene ke rumah elo."

"Ye, si kampret. Gue ada di apartemen ini."

"Ya udah, lo sharelock aja. Ntar gue ama Irene ke sana."

"It's okay. Bye!" Aiden menutup sambungan teleponnya. Ia melangkah menuju salah satu kamar di apartemen itu.

Setelah hampir dua jam, Aiden telah rapi dengan setelan kemeja putih dan tuxedo berwarna navy. Bagi seorang cowok, bersiap tak perlu lama-lama. Berbeda dengan Ayra yang masih sibuk membenarkan alisnya.

"Ayra, lama banget sih?!"

"Sabar, bentar lagi nih!" teriak Ayra dari dalam kamarnya.

Aiden menghela napasnya. Menunggu cewek berdandan memang lama. Padahal tadi Ayra bersiap lebih duku ketimbang dirinya.

My Ice Prince 2Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang