"Hai Ra, berangkat yuk." Ajak Tania.
Ayra sudah memprediksi apa yang akan terjadi kedepannya. Di dalam mobil nanti, Ayra pasti hanya akan menjadi nyamuk diantara Tania dan Angga. Padahal kekasih Angga yang sebenarnya itu Ayra, bukanlah Tania.
"Nggak usah Kak, aku berangkat sendiri aja." Ucap Ayra menolak ajakan Tania secara halus.
"Ya udah deh kalo gitu, gue sama Angga duluan ya. Kita berdua langsung ke kampus, soalnya ada kelas pagi juga sih." Ucap Tania.
"Iya Kak." Ucap Ayra.
Tania lalu kembali masuk ke dalam mobil. Cukup lama mobil itu tak kunjung berjalan, ada apa memangnya?
"Udah, lo berangkat sama gue aja." Ucap Aiden yang entah sejak kapan ada di belakangnya.
"Ra, kamu berangkat sama aku." Ucap Angga yang tiba-tiba keluar dari mobilnya. Tania juga ikut keluar lagi.
"Nggak usah Ga, nanti kamu telat. Kata Kak Tania kamu ada kelas pagi." Ucap Ayra.
"Mata kuliah aku masih mulai jam 8 dan ini baru jam tujuh kurang seperempat. Jarak sekolah kamu sama kampus aku juga nggak terlalu jauh. Sekarang masuk ke mobil." Ucap Angga.
Kenapa Angga terus-terusan membuat Ayra bingung. Kemarin ia bersikap sangat dingin. Saat di dalam mobil saja, Ayra sama sekali tak dianggap keberadaannya. Harusnya lebih baik Ayra tidak ikut bersama Angga ketimbang hanya menjadi penonton dari perlakuan hangat Angga pada Tania.
"Ga, kalau Ayranya nggak mau nggak usah dipaksa. Lagian aku masih ada urusan dulu di kampus sebelum masuk mata kuliah." Ucap Tania.
"Ya udah, lo berangkat aja sendiri." Kalimat itu keluar dari mulut Angga untuk Tania.
"Ga!"
"Udah! Sekarang kamu anterin Kak Tania aja. Aku berangkat sama Aiden." Ucap Ayra dengan sangat terpaksa.
"Tapi-"
"Lo anterin cewek lo, biar gue anterin Ayra." Ucap Aiden. Wajar Aiden bicara seperti itu. Ia pasti mengira Tania adalah kekasih Angga. Padahal sebenarnya pacarnya Angga itu Ayra.
Ayra dan Aiden lalu berlajan menuju motor Aiden yang masih terparkir halaman rumah Ayra. Setelahnya Aiden melajukan motornya menuju sekolah.
Angga hanya bisa menatap punggung Ayra yang kian menjauh. Setelah motor itu benar-benar menghilang, Angga berbalik dan menendang bagian depan mobilnya sendiri.
"Lo apa-apaan sih ngomong kayak tadi ke Ayra?! Jelas-jelas kelas lo mulai masih jam sembilan!" Ucap Angga dengan penuh emosi.
"Ga, gue nggak suka ya kalo lo terus-terusan perhatian sama Ayra. Jelas-jelas tadi dia nolak buat bareng sama kita, yaudah kali biarin aja." Ucap Tania.
"Tan, status dia masih sebagai pacar gue! Wajar kalau gue perhatian sama dia! Gue sayang sama dia Tan! Gue nggak bisa kayak gini terus!"
"Ga! Terus mana yang lo bilang kalo lo akan terus prioritasin gue?! Mana?!" Ucap Tania yang tak kalah emosi. "Lo bilang bakal prioritasin gue diatas semuanya. Dan itu juga berarti diatas Ayra!" Lanjut Tania.
"Tan, tolong lo ngertiin gue. Gue nggak bisa liat Ayra tersiksa dengan sikap gue ke dia. Gue tau senyuman Ayra kemarin itu kepalsuan buat nutupin sakit hatinya dia. Gue minta maaf sama lo, gue udah nggak bisa lagi nurutin permintaan lo buat bersikap dingin ke Ayra. Gue nggak bisa Tan." Ucap Angga dengan nada yang mulai menurun.
"Oke. Tapi itu berarti lo bakalan bikin Ayra jauh lebih sakit suatu saat nanti. Apa lo nggak mikir sampai situ? Seenggaknya dengan sikap lo yang kayak gini, Ayra bakalan bisa nerima semuanya perlahan." Ucap Tania.
Disini Angga bisa dikatakan bodoh, ia terjebak dalam sebuah situasi dimana ia tak bisa melakukan apapun. Angga tak punya pilihan lain selain mengikuti kemauan Tania. Dan itu karena sebuah janji yang kelak akan menyakiti sebuah pihak. Dan kemungkinan besar, pihak yabg tersakiti adalah Ayra.
❄❄❄
Pandangan Ayra kosong saat ini. Ia masih terpikir dengan kejadian sebelum ia berangkat sekolah tadi. Apa benar yang dikatakan Vania? Apa benar kalau Tania masih memiliki perasaan untuk Angga?
Lamunan Ayra membuyar ketika Aiden tiba-tiba menghentikan motornya. Ini bukanlah parkiran sekolah. Tentu saja, ini masih berada di sebuah jalan raya yang kira-kira jaraknya sekitar 4 kilometer dari gerbang sekolah.
"Kok berhenti sih?" Tanya Ayra.
"Biarin lah, yang bawa motor gue lo yang repot." Jawab Aiden. Tuh kan, benar dugaan Ayra. Sifat songong seorang Marcellio Davies Anderson balik lagi. Bukan balik lagi sih, tepatnya memang itulah sifat Aiden.
"Aiden, nggak usah bercanda deh. Lo mau kita telat?" Tanya Ayra.
"Lah, emang itu tujuan gue." Jawab Aiden.
Somvlak juga nih anak, mana ada coba orang yang sengaja buat telat? Mending nggak usah berangkat sekalian.
"Aiden, nanti kita telat."
"I don't care."
"Aiden, gue nggak mau ya telat gara-gara lo." Ucap Ayra.
"Ya udah, lo tinggal jalan kaki doang. Lagian daerah sini sepi, nggak bakalan ada angkot apalagi taksi. Paling yang ada cuma om-om hidung belang." Ucap Aiden.
"Lo ngeselin banget sih! Tau gitu mending gue berangkat sendirian tadi!" Ucap Ayra.
"Ya udah sana." Astaga, semenyebalkan ini ternyata sifat Aiden yang asli. Tadi saja sok baik di depan mama dan papanya, aslinya mah berbeda 180 derajat.
"Aiden! Jalan nggak?!"
"Nggak lah Ay, lagian sama aja kita nyampe juga bakal telat. Mending nanti aja sekalian." Ucap Aiden.
Deg, tunggu sebentar, Aiden memanggil Ayra dengan sebutan 'Ay'? Bahkan sudah lama Ayra tak mendengar panggilan itu dari mulut kekasihnya, Angga. Dulu orang yang pertama memanggilnya seperti itu adalah Angga, tapi sekarang Angga telah berubah.
"Kok lo malah bengong sih?"
"Eh, nggak kok. Udah cepetan jalan lagi." Ucap Ayra.
"Dibilang nggak mau juga."
"Oh, oke. Gue telpon papa sekarang buat balikin lo ke negara asal lo!" Ancam Ayra sambil berpura-pura menscroll layar ponselnya.
"Iya-iya." Setelah mengucapkan itu, Aiden tiba-tiba melajukan motornya dengan kecepatan tinggi yang membuat Ayra tak sengaja menabrak punggung cowok itu. Ngeselin emang!
"Woy! Kalau mau mati jangan ngajak orang napa!"
"Nggak bakalan!"
"Pelanin nggak?! Ntar gue jatoh gimana?!"
"Nggak bakalan kalo lo pegangan!" Ya begitulah, mereka saling teriak agar suara mereka terdengar.
Begitu sampai di depan sekolah, pintu gerbang telah ditutup. Baru saja masuk sekolah, Ayra sudah telat seperti ini. Lain kali Ayra akan memilih berangkat sendiri timbang bersama Aiden.
Ayra lalu turun dari motor Aiden.
"Liat kan, gara-gara lo kita telat nih!" Omel Ayra.
"Haha, akhirnya beneran telat. Nggak jadi ikut mapel mtk deh." Ucap Aiden yang malah terlihat senang. Ayra heran dengan cowok satu ini, tadinya ia kira Aiden itu cowok yang nggak suka bolos. Ternyata aslinya seperti ini.
"Pak Aji, bukain dong!" Seru Ayra memanggil sang penjaga sekolah.
Tak lama Pak Aji keluar dari pos satpam dan membukakan pintu gerbang sekolah.
"Lah, neng Ayra tumben banget telat?"
"Iya nih pak, gara-gara bule nyasar satu ini." Ucap Ayra yang masih kesal dengan Aiden.
"Yaudah, nanti neng Ayra langsung ke ruang BK aja, masnya juga." Ucap Pak Aji.
Huh, kalau bukan karena ulah Aiden catatan BK Ayra akan bersih untuk tahun ini. Nyatanya belum ada satu minggu bersekolah, Ayra telah mengisikan catatan di BK. Ia hanya tinggal menanti hukuman yang akan diterimanya. Dan firasatnya mengatakan jika ia akan disuruh membersihkan gudang dekat perpustakaan.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Ice Prince 2
Teen FictionSebuah hubungan pasti tak akan selalu berjalan manis. Kadang ada sebuah rintangan yang membuat hubungan itu menjadi lebih erat. Namun tak jarang hubungan itu harus kandas karena rintangan yang tak sanggup untuk dihadapi. *** Entah hanya perasaan Ayr...